Sahabat silat, 
   
  sebuah konsep tentang wisata budaya dan religi tanah datar...
  Kapan nih kita berkunjung ke Kumango ato silek tuo hehe ....
  akan dijamu oleh Uda Alda, lengkap dengan makanan padangnya :)
  tapi kumpulnya di padang ya...
   
  Eh kalo gak salah di Sumbar ada PASTI (ato apa ya namanya?)--semacan forum 
untuk silat tradisi ..
  mungkin Kang O'ong bisa menambahkan..
   
   
  salam
  Ian s
  ==
   
  Kumango:
            Sebuah Alternatif Konsep Pengembangan Wisata Budaya dan Religi Di 
Kabupaten Tanah Datar 
   
   
   
  Kesadaran pentingnya pengembangan sektor Kepariwisataan sebagai salah satu 
upaya menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidaklah mudah untuk 
dilaksanakan, dan banyak faktor pendukung yang sangat menentukan 
keberhasilannya. Pemerintah daerah, masyarakat, dan juga stake holder sebagai 
pelaksana di lapangan diharapkan saling bersinergis. Dikarenakan tiga hal 
tersebut merupakan faktor penting sebagai pendukung terwujudnya keberhasilan 
kepariwisataan yang memadai. 
   
  Pertama, faktor masyarakat pendukung kebudayaan. Berangkat dari budaya 
tradisi (khususnya budaya intangible), yang menjadi bagian masyarakat sebagai 
pola budaya tradisi, apakah mereka siap mengupayakan produktifitas 
karya-karyanya sebagai daya tarik pariwisata. Kebudayaan itu hidup dan 
berkembang secara alamiah atas dasar kesadaran dan tanggungjawab masyarakat 
sendiri. 
  Kedua, kesiapan sumberdaya manusia (SDM) bidang akomodasi mengaju pada slogan 
Sapta Pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah, dan kenangan), 
apakah juga sudah dilakukan dengan benar. Mengingat akomodasi adalah merupakan 
salah satu bagian penting dalam pengembangan pariwisata. Apakah masyarakat 
perhotelan dan rumah makan serta lainnya, sumberdaya manusianya siap melayani 
wisatawan dengan slogan Sapta Pesona. 
  Ketiga, peran swasta (stake holder) pebisnis perhotelan, rumah makan, dan 
lainnya, sebagai salah satu faktor yang juga penting dalam upaya mendukung 
kepariwisataan. Apakah juga berani menghadapi tantangan saat ini. Artinya tanpa 
pemodal yang mau menanamkan investasinya pada sektor pariwisata, perhotelan, 
rumah makan, dan lainnya kepariwisataan tidak dapat berjalan semestinya. 
   
  Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan dan saling mendukung untuk 
mencapai keberhasilan pengembangan kepariwisataan. Namun, apabila 
kepariwisataan dikelola secara serius, tentunya teori tersebut sangat menunjang 
untuk diimplementasikan. 
  Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu daerah potensial sebagai daerah 
tujuan wisata. Keanekaragaman budaya baik tinggalan budaya bendawi (tangible) 
berupa peninggalan sejarah, benda cagar budaya, dan lain-lain, maupun tinggalan 
budaya non bendawi (intangible) , dan masih terus dilestarikan oleh masyarakat 
pendukungnya, serta alamnya yang indah, merupakan modal pendukung 
kepariwisataan di Kabupaten Tanah Datar. Kecenderungan diberbagai tempat 
wisata, konsep pengembangan wisata budaya belum dikelola secara menyeluruh. 
Objek yang ramai pengunjung sementara ini dianggap potensial untuk dipromosikan 
sebagai salah satu tawaran wisata yang menarik. Namun hal itu bukan 
satu-satunya cara pengembangan. Konsep pengembangan yang memadai sebaiknya 
melihat potensi yang dapat diterapkan berdasarkan kesinambungan, pemberdayaan 
masyarakat pendukungnya, dan pelestarian budayanya. 
   
  Berbicara pariwisata budaya dan religi terlebih dahulu menentukan apa yang 
bisa diangkat sebagai objek tujuan, tanpa mempengaruhi objek tersebut. Artinya, 
biarkan saja budaya masyarakat mengalir dengan sendirinya tanpa harus 
direkayasa. Apalagi dibuat instan untuk suatu kebutuhan. Itu diperlukan apabila 
budaya masyarakat sudah berjalan dengan baik, serta didukung terus menerus oleh 
masyarakat pendukungnya. Contohnya kepariwisataan di Bali. Masyarakat Bali 
melestarikan budayanya, tanpa harus direkayasa, dan sekarang sudah menjadi 
bagian dari industri pariwisata di Bali. Namun perlu diingat, bahwa Tanah Datar 
bukanlah Bali. Secara alamiah di Bali antara alam, budaya dan agama menyatu 
sebagai bentangan budaya (culture landscape) dan religi yang saling mendukung. 
Seperti tradisi ritual upacara pembakaran mayat (ngaben), prosesi tersebut 
menyatukan adat, budaya dan agama. 
   
  Pemerintah tinggal mengakomodasi keinginan masyarakat melalui berbagai 
fasilitas pendukung. Apabila ada fasilitas, juga dipikirkan suasana seperti apa 
yang diinginkan masyarakat tradisi sebagai pendukung kebudayaannya, tanpa 
meninggalkan nilai-nilai budaya. Suatu contoh di Tanah Datar, apabila 
masyarakat menghendaki dibangunnya tempat sasaran silat tradisional, kemudian 
kita juga minimal mengadaptasi bangunan diupayakan sesuai dengan kondisi yang 
dinginkan, bukan asal dibangun. 
  Melainkan bagaimana menata lingkungannya. Sehingga kita sering mendapatkan 
bangunan yang terbengkalai karena secara fungsi tidak layak dijadikan untuk 
kegiatan tersebut. Hal ini terjadi pada sebuah bangunan gelanggang atau medan 
nan bapaneh di samping lapangan Bukik Gombak. Di sana dulu berdiri sebuah 
bangunan, maksud dan tujuannya untuk kegiatan adat tradisi, dan berkesenian. 
Namun kemudian bangunan tersebut roboh dimakan usia karena tidak dipergunakan 
oleh masyarakat pendukungnya. 
   
  Pada judul tulisan ini “Kumango” Sebuah Alternatif Konsep Pengembangan Wisata 
Budaya dan Religi, merupakan sebuah penawaran yang perlu dikaji, dan 
direnungkan kembali sebagai alternatif pengembangan pariwisata. Membicarakan 
Kumango sangat menarik untuk dibahas. Pertama, Kumango ditinjau sebagai potensi 
daerah (wilayah) perlu dikembangankan sebagai daerah tujuan wisata religi. 
Mengingat di Nagari Kumango terdapat Surau Syekh Kumango. Tabek, dahulunya 
kolam tempat untuk menyembuhan penyakit, dan Makam Syekh Kumango (Syekh 
Abdurrahman Alkalidi). Merupakan salah satu tokoh, dan seorang Syekh di Tanah 
Datar. Sampai saat ini masyarakat pendukungnya masih ada, bahkan juga tersebar 
sampai ke Malaysia. (Informasi ini diperoleh dari masyarakat di sekitar Makam 
Syekh Kumango). Nagari Kumango berada di Kecamatan Sungaitarab Kabupaten Tanah 
Datar. Kuranglebih 3 km ke arah utara dari jalan utama Batusangkar-Bukittinggi. 
Tinggalan budaya tersebut merupakan modal dasar pengembangan
 pariwisata sejarah maupun religi. Menurut informasi masyarakat di sekitar 
Surau dan Makam bila pada hari besar Islam Makam dan Surau banyak dikunjungi 
peziarah, bahkan banyak yang datang peziarah dari Malaysia. 
   
  Kedua, Kumango sebagai cikal bakal pengembangan budaya non bendawi 
(intangible), berupa seni beladiri silat tradisional kumango, dan tari 
kontemporer. Di sisi lain, Syekh Kumango adalah tokoh yang mendirikan dan 
menciptakan jurus silat Kumango. Bentuk pengelolaan yang dikembangkan muridnya 
sampai sekarang masih dilestarikan di Kota Batusangkar dan tempat lainnya, 
bahkan van den Boorn (Muhammad Abdul Latif) alamat Geulstraat 18, 6163 he 
Geleen, Nederland salah seorang murid dari Lazuardi Malin Marajo (Da Ar Malin), 
dibantu oleh salah satu murid tuonya Lesmandri dari generasi sekarang, 
mendirikan sasaran silat kumango di Negeri Belanda dengan jumlah murid kurang 
lebih 30orang berkebangsaan Belanda keturunan Marokko. 
  Dengan perguruan silat kumango ada dimana-mana, ini membuktikan bahwa 
masyarakat pendukungnya masih ada, dan terus melestarikannya. Artinya benang 
merahnya masih menyambung, antara Syekh Kumango sebagai tokoh (bukti 
tinggalanya Makam, Surau, dan Tabek) dengan kekinian, dan merupakan upaya 
pelestarian budaya tradisi , oleh perguruan seni beladiri silat kumango, dan 
sanggar Tari Limpapeh yang mengambil unsur silat kumango sebagai inspirasi 
geraknya. Kedua aktifitas tersebut sekarang masih terus dilakukan bersama oleh 
masyarakat pendukungnya. 
   
  Dari pembahasan potensi tentang Kumango yang perlu diperhatikan adalah, 
sebuah objek wisata mestinya mempunyai kesan yang mendalam baik berupa unsur 
penokohan, religi, sejarah, ilmu pengetahuan, budaya, dan unsur lainnya yang 
secara faktual masih dapat kita saksikan dan rasakan, sebagai tinggalan budaya 
yang masih hidup dan dilestarikan. Sehingga pemahaman konsep dari hilir ke hulu 
dan dari hulu ke hilir masih bisa dibuktikan, dan karena itulah wisatawan 
mencarinya. Dengan kata lain, bila wisatawan ingin melihat bukti sejarah dan 
kereligian Syekh Kumango, mereka bisa di bawa ke daerah atau Nagari Kumango. Di 
mana Makam, Surau, dan Tabek Syekh Kumango berada. Begitu juga sebaliknya, 
apabila wisatawan ingin melihat karya-karya Syekh Kumango yang sampai sekarang 
masih dilestarikan oleh murid-muridnya. Wisatawan bisa kita bawa ke pusat seni 
budaya tradisi (art center) di kota Batusangkar. Disana ada Sanggar Limpapeh 
atau sanggar lainnya yang terus aktif berkarya, dan juga
 Perguruan Silat Kumango. Minimal wisatawan mempunyai kesan masa lalu, masa 
kini, dan masa akan datang sebagai sebuah kesan kenangan yang mendalam. 
   
  • Konsep pengembangan tinggalan budaya bendawi (tangible). 
  Di Nagari Kumango terdapat Makam, Surau, dan Tabek Syekh Kumango sebagai 
tinggalan budayanya. Ketiga tinggalan budaya tersebut perlu dibuatkan deskripsi 
tentang sejarah Syekh Kumango sebagai tokoh agama (berangkat dari sebutan 
Syekh), Surau, dan Tabek, dan juga bila perlu dilakukan pemugaran (Makam, 
Surau, dan Tabek) serta penataan lingkungan.(sarana dan prasarana: jalan 
lingkungan, MCK, dan lainnya). Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan 
bijaksana, artinya tidak meninggalan kaidah dan prinsip-prinsip arkelogis, 
historis, dan arsitektural. Dibuatkan pula site museum (tempat benda-benda 
tinggalan Syekh Kumango yang masih ada), atau duplikatnya. Hal ini dimaksudkan 
untuk menyimpan benda tinggalan budaya, dan tidak menghilangkan bukti-bukti 
sejarah dikarenakan mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi. Kemudian 
dilakukan upaya pelestarian melalui pemugaran yang benar, dan dilakukan 
pengelolaan dengan memberdayakan masyarakat di lingkungan Nagari Kumango. 
Membentuk sebuah
 yayasan pengelola agar secara menejemen dapat lebih berkembang dengan sistem 
dan mekanisme yang baik. Biarkan masyarakat pendukungnya yang membuat, 
pemerintah dalam hal ini dinas terkait mengupayakan dan menempatkan diri 
sebagai fasilitator dan motifator. Sehingga masyarakat mendapatkan nilai lebih 
dari sebuah konsep pengembangan pariwisata, karena dengan melibatkannya 
diharapkan masyarakat merasa memiliki. Sehingga diharapkan menumbuhkan upaya 
pelestarian yang berkesinambungan oleh partisipasi masyarakat sendiri. Artinya 
kita mengajak masyarakat untuk ikut terlibat dalam pelestarian, pengelolaan, 
dan pengembangan sumberdaya budaya dan religi (partisipatoris) 
   
  • Konsep Pengembangan Tinggalan Budaya Non Bendawi. 
  Konsep pengembangan tinggalan budaya non bendawi (intangible) adalah 
merupakan upaya membuat wadah atau tempat pusat seni budaya anak nagari (art 
center), sebagai sarana latihan dan pengembangan seni beladiri silat kumango, 
dan seni beladiri lainnya, dan tari tardisional serta tari kontemporer. Di 
dalam kompleks (art center) terdapat sasaran silat, tempat latihan tari, surau, 
galeri, ruang informasi seni dan budaya tanah datar, tempat pemutaran film 
(kegiatan seni: tari, tinggalan benda cagar budaya, pakaian tradisi, dll), 
museum prasasti (duplikat), dan lain-lainnya. Masyarakat pendukung inilah yang 
nantinya melestarikan budaya tradisi non bendawi yang harus diperhatikan. Sebab 
bila hal ini diabaikan maka, konsep pengembangan pariwisata yang berbasis 
budaya akan kehilangan makna yang sesungguhnya. Wisatawan tidak hanya butuh 
yang dilihat saja, tetapi juga membutuhkan suasana keterlibatan langsung 
berbaur dengan masyarakat tradisi. Baik melalui belajar silat, maupun
 belajar menari. Bila mungkin terdapat makanan khas, souvenir yang merupakan 
ciri khas daerah Tanah Datar di lingkungan art center. Sehingga slogan Sapta 
Pesona menjadi bermakna manakala slogan tersebut dapat kita terjemahkan melalui 
upaya nyata. 
   
  ” Merujuk pada Slogan Sapta Pesona ke 7 (Kenangan). Kenangan adalah kesan 
yang melekat dengan kuat pada ingatan atau perasaan seseorang yang disebabkan 
oleh pengalaman yang diperolehnya. Kenangan yang indah dan menyenangkan 
tentunya akan memberikan kepuasan batin tersendiri bagi para wisatawan. Untuk 
itu bagi orang-orang yang berkecimpung di industri pariwisata dalam menawarkan 
wisata dan pelayanan kepada wisatawan, selalu dituntut untuk memperdulikan 
kesenangan menyeluruh dari manusia dan kenangan seluruh manusia. Menawarkan 
wisata sebenarnya tidak hanya menawarkan hotel dan tontonan atau benda 
kenangan, melainkan menawarkan kenang-kenangan dalam arti terdalam. Mutu wisata 
tidak diukur pertama-tama dengan keindahan hotelnya atau jumlah uang atau omzet 
perdagangannya, melainkan jawaban atas pertanyaan,“kenang-kenangan batin macam 
apakah yang membekas pada wisatawan?” Jawabnya, tentunya kita harus membangun 
konsep pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pemikiran
 dari Hilir ke Hulu, dan dari Hulu ke Hilir sebagai upaya pengembangan 
kepariwisataan berbasis kebudayaan dan religi di masa yang akan datang. 
Kumango, mungkin sebuah alternatif pengembangan pariwisata budaya dan religi. 
Mengingat banyak aspek pendukung telah dipunyai sebagai daerah tujuan wisata 
yang mengaju pada konsep pelestarian budaya tradisi, dan pengembangannya yang 
terus menerus dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Sekarang tinggal 
bagaimana kita  penulis bekerja di Balai Pelestarian 
Peninggalan?mengupayakannya.(?) sumber: Purbakala Batusangkar Wilprov. 
Sumbar,Riau,dan Kep.Riaudan aktif di Sanggar Limpapeh Kepustakaan: 

  dari http://www.tanahdatar.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=79 sep

        
---------------------------------
Looking for earth-friendly autos? 
 Browse Top Cars by "Green Rating" at Yahoo! Autos' Green Center.  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke