mantap bapak ini, trully pejabat pajak yg bijak.. potensial jd pengganti om 
Darmin...
tapi yg ini gue ga setuju, "Lebih dari 20 tahun penerimaan dari perpajakan 
ditanggung oleh segelintir orang.."
perasaan dari bulan pertama gue jd karyawan udah ada komponen pajak, cuman gaji 
yg kita terima net,
terus dari SD, yg namanya makan di McD, beli baju di matahari juga udah kena 
pajak deh, kok bisa kasih statement hanya di tanggung segelintir orang...
maksudnya siapa segelintir orang itu... orang2 pajak gitu ? lol






________________________________
From: kurniawan iswanto <kurniawan.iswa...@gmail.com>
To: sma1bks@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, December 17, 2008 1:06:04 AM
Subject: Re: [sma1bks] [Fwd: FW: Apakah Bangsaku Tidak Lagi Diperhitungkan?]


terserah anda untuk bersikap sinis seperti itu dengan mengatakan pajak adalah 
komponen utama memperbaiki keadaan kantong pejabat kita, lebih baik anda cek 
sendiri kontribusi perpajakan di APBN. 

beberapa kebijakan telah diambil di undang-undang perpajakan yg baru yg 
mengakibatkan terjadinya potential loss dari perpajakan dengan harapan di 
kemudian hari warga negara ini memiliki kesadarannya untuk membayar pajak.

baru akhir-akhir ini aja orang-orang ribut tentang pajak dan NPWP padahal 
undang-undangnya telah ada sejak tahun 1984 (reformasi undang-undang 
perpajakan), setelah lebih dari 20 tahun, banyak yg ga peduli tentang 
perpajakan dan sekarang ketika sosialisasi perubahan UU KUP yang KETIGA baru 
deh pada kebakaran jenggot, ribut sana-sini. Lebih dari 20 tahun pelaksanaan 
peraturan perpajakan tidak diawasi dengan ketat, ternyata tidak menumbuhkan 
kesadaran masyarakat untuk menjalankan peraturan perpajakan tersebut. Lebih 
dari 20 tahun penerimaan dari perpajakan ditanggung oleh segelintir orang, 
ketika sekarang sebagian besar masyarakat diminta untuk menanggung keuangan 
negara dari sektor perpajakan, ramai-ramai deh berusaha menghindar dengan 
segudang alasan.



2008/12/16 arrysign <arrys...@yahoo. com>

ada lagi kur, yg memalukan itu kita sebagai warga negara ga mau ditagih pajak =)
dimana pajak adalah komponen utama untuk memperbaiki keadaan kantong pejabat 
kita yah ;)




________________________________
From: kurniawan iswanto <kurniawan.iswanto@ gmail.com>
To: sma1...@yahoogroups .com
Sent: Tuesday, December 16, 2008 1:50:03 PM
Subject: Re: [sma1bks] [Fwd: FW: Apakah Bangsaku Tidak Lagi Diperhitungkan? ]


yg memalukan adalah kita tidak terlalu berniat untuk memperbaiki keadaan ini. 


2008/12/16 komarudin ibnu mikam <komaribnumikam@ gmail.com>

he..he..he..
lucu. getir dan memalukan ya..
pengemis aza nolak rupiah...gile!
Iraq aza yang negerinya lagi acak adul, dinar iraqnya laku...

duh......


 
2008/12/15 Linda Susanti <linda_susanti@ sadikungroup. com>




 
 

Ini ada  tulisan Ustad Yusuf Mansyur. Simple tapi dalem. 
Mudah2an bermanfaat. 

Apakah Bangsaku Tidak Lagi Diperhitungkan? 
2004 saya jalan ke Brunei. Karena saya pikir dkt, saya cuma bawa 1 
kantong plastik saja. Ternyata di perjalanan, bawaan saya bertambah. 
Begitu masuk bandara Brunei, saya berniat membli tas. saya tawarlah 1 
tas di 1 toko. Setelah dikurskan ke rupiah, angkanya jd 4,2jt. saya 
terbelalak, dan setengah bercanda saya bilang bahwa di Indonesia, tas 
kayak gini palingan 300-400rb atau paling mahal 1jt dah. Eh, si penjaga 
toko memasang muka merendahkan gitu, dan bilang: "No no no... Bukan tas 
kami yang mahal, tapi you punya rupiah yang tak ada harga!". 

Ya Allah, seperti ditampar rasanya muka saya. Segitunyakah rupiahku? 
Segitunya kah negeriku? Mata uangnya tak ada harga. Lalu, pegimana 
bangsanya? Bagaimana negerinya? Adakah martabatnya? 

2008 ini entah yang keberapa kali saya mengadakan prjalanan keluar 
negeri. Sudah tidak saya hitung lg saking seringnya, he he he. Nikmat 
ini saya syukuri. Saya tringat, dulu saban saya dimandiin dan 
dipakaikan pakaian oleh ibu saya, ibu saya hampir selalu berdoa dg doa 
yang relatif sama. Ya, hampir selalu. Doanya biar saya, katanya, 
gampang bulak balik ke mekkah, seperti ke pasar. Terus biar bisa 
keliling dunia. Yusuf kecil saat itu, sempat pula bertanya sambil 
ketawa, masa iya ke mekkah segampang ke pasar? Lagian mana mungkin sih 
keliling dunia? Ibu saya menjawab, eeeehhhh... Allah Punya Kuasa. Kalo 
DIA mau, gampang buat DIA mah. Nabi Muhammad aja diterbangin isra 
mi'raj. 

Ya itulah doa ibu saya. Alhamdulillah. Trnyata betul. Sekarang saya 
alami sendiri. Pergi haji buat saya pribadi udah benar-benar gampang. 
Alhamdulillah. Biar pintu pendaftaran dah ditutup, saya masih bisa 
pergi dengan undangan kerajaan punya, atau dengan cara-cara yang 
tahu-tahu saya udah di sana! Subhaanallaah memang. tapi saya ga aji 
mumpung. Waktu ibu saya, mertua dan rombongan keluarga ga dapat nomor 
haji, banyak orang dekat bilang, pake dong power ente. Ah, saya mah 
malah bilang, sabar ya bu. Sabar ya wahai keluargaku. Pergi haji mah 
urusan Allah. Ga usah dicari-cari. Kalo dah waktunya, ya waktunya. 

Dan alhamdulillah, pergi ke luar negeri pun sekarang ini saya yang 
susah payah menolak undangannya. Masya Allah. And I speak not only in 
bahasa; but both in arabic and english as an international language. 

Saya bersyukur dengan keadaan ini, tapi sekaligus ada yang membuat saya 
menjadi tertegun. Betapa "Jakarta" dah ga dianggap. Di hampir semua 
bandara internasional; baik asia, maupun non asia, nama "Jakarta" ga 
ada lagi di board penunjuk waktu. Yang ada: London, Paris, New York, 
dan kota-kota besar dunia. Bahkan ada nama Kuala Lumpur! Sedang 
Jakarta, yang mewakili satu nama besar: Indonesia, ga ada lagi di board 
tersebut. 

Apa yang sedang terjadi dengan bangsa kita, kita semua tahu... 

Setiap kali keluar kota dan keluar negeri, saya termasuk yang langka 
punya. Ga bawa duit, dan ga bawa kartu kredit. Bukan apa-apa, sebab 
biasanya saya dijemput langsung di pintu pesawat. Atau kalaupun tidak, 
dijemput di setelah lolos imigrasi. Oleh para penjemput di kota-kota 
atau negeri-negeri orang, saya sudah ditanggung beres. Jadi, uang yang 
saya bawa, benar-benar ga laku, he he he. Pengertian ga laku ini, hanya 
untuk menunjukkan ga terpakai. Sebab kalaupun saya bawa dollar, 
mereka-mereka menahan saya untuk bayar. Mereka saja yang berkhidmat. 

Hingga satu waktu, saya jalan ke Singapore untuk keperluan pribadi. 
Berangkatlah saya sendiri, sebagaimana biasanya. Ya, saya senang 
berangkat sendirian. Sebab simple. Enteng. Ga banyak-banyak orang. 
Paling banter, berdua dg istri atau anak-anak. tapi ini pun jarang. Dan 
sampe di Singapore juga sendiri. Ga ada yang jemput. Sebab saya pun 
tidak mmberitahu kawan-kawan di sana. Sampe di Changi saya baru ingat, 
saya hanya bawa 2jt. Dan itu rupiah. Belum saya tukerin. Menjelang 
keluar bandara, saya laper, pengen cari cemilan dan kopi. Bergegaslah 
saya ke salah satu sudut, untuk beli yang saya maksud. Saya pikir, bisa 
lah skalian nuker seperti kalo belanja di Bangkok, Thailand. Eh, 
ternyata saya salah. "Indonesia?", tanya pelayan toko. Ya, saya bilang. 
Indonesia. "Oh, sorry," katanya sambil muka nya ga enak gitu. "Your 
money didn't accepted here". Masya Allah! Lagi-lagi kayak ditampar saya 
ini. Uang rupiah ga diterima di sini. 

Selanjutnya dia menunjukkan money 
changer di bandara. Saya mengurungkan niat saya untuk nyemil dan ngopi. 
tapi saya pura-pura mengiyakan akan menuju money changer. Dan 
subhaanallaah, kekagetan saya belom selesai. Si pelayan ini masih 
bersorry-sorry ria. Katanya, jagan kaget, rupiah rendah sekali katanya 
nilai tukarnya. Waaah, entahlah apa yang ada di benak saya... 

Bahkan pengemispun tidak menerima rupiahku! Ya, itulah yang saya alami.satir. 
Mirip komedi satir. Lucu, tapi getir. 

Antara 2004-2005, dalam 1 lawatan ke Eropa. Saya dkk turun di 
Frankfurt, German. Dari sini perjalanan ke beberapa negara di Eropa, 
dimulai. Sekian waktu , sampe lah kami di Belanda. Ada salah satu kawan 
di rombongan yang mmberi tahu betapa Indonesia sudah tidak ada. 
"Hatta," katanya, "Di tempat pelacuran, ada pengumuman agar para 
pelacur tidak menerima mata-mata uang yang ditaroh di list. Salah 
satunya rupiah!". Kawan saya ini berkata geli. Saya pun ikut tertawa. 
Tapi ngebatin. Ada segitunya ya. 

Dari Belanda, kami pergi ke Belgia dan kemudian ke Perancis. Naik kereta super 
cepatnya Eropa. Enak, nyaman, dan menyenangkan. Turun di stasiun Perancis, kami 
dicegat oleh 1 pengemis perempuan. 
Cantik menurut ukuran saya mah. Sampe saya geleng2 kepala, kenapa dia 
mengemis. Kalo boleh saya bawa, mending saya bawa ke Jakarta, he he he. 
Trnyata dia mengaku Bosnia punya. Maksudnya, orang Bosnia. Sdg hamil 
pula. Entah bohong apa tidak. Salah satu kwn, memberinya rupiah. 200rb. 
Di Indonesia, 200rb ini bukan cuma besar. Tapi sangat besar. Niscaya 
kalo pengemis di tanah air diberi 200rb, akan sujud2 rasanya kpd yang 
mmberi. Dia pun saat itu trsenyum. Barangkali dia merasa kwn saya itu 
sdh mmberinya uang besar. Kwn saya pun senang melihat pengemis itu 
senang. 

Lusanya, kami langsung balik ke Amsterdam, Belanda. Naik kereta 
lagi. Sampenya di stasiun, ketemu lagi dengan pengemis perempuan muda 
tersebut. Kali ini wajahnya bersungut-sungut. Dari kejauhan dia melihat 
kami. Begitu melihat kami, dia langsung berlari menuju kami dengan 
wajah yang tiba-tiba kesal begitu. Terus, langsung menemui kawan saya 
yang tempo hari ngasih. Dengan kasarnya, uang 200rb itu dipulangin. 
Katanya, sambil marah, dia mengatakan, ini toilet paper! Gila, saya 
bilang, uang kita disebutnya kertas toilet. Dia bercerita sambil 
membuat kawan-kawan terbahak-bahak. Katanya, dia berusaha menukar uang 
kita itu, tapi ga ada yang nerima. Barangkali semua kawan sama dengan 
saya, di selipan tawa kami, ada satu kegetiran, segitunyakah rupiah 
saya? Rupiah kita? Sampe pengemis saja ga menerimanya? Masya Allah. 
Bangkitlah wahai negeriku. Bangkitlah wahai negeriku. 

Hampir di setiap events internasional, perhatian kita (untuk saya 
tidak mengatakan perhatian pemerintah), sangat-sangat kurang. Terbilang 
lumayan sering anak-anak Indonesia berprestasi memenangkan 
kompetisi-kompetisi internasional semacam olimpiade fisika, matematika, 
sains, bahasa dan lain-lain. Tapi sepi benar dari pemberitaan. 
Berita-berita buat bangsa kita tidak lagi ada, atau sedikit, yang 
mmbuat kita sendiri bangga. Barangkali seperti tulisan saya ini, he he 
he. Maaf ya. Tapi emang kenyataannya begini. 

Saya pernah membaca ada seorang yang sangat pintar di negeri orang. 
Tapi katanya dia ga merasa dihargai di negeri sendiri. Akhirnya hasil 
penemuannya dipatenkan di negeri di mana dia belajar dan mengabdi, dan 
kemudian dia mendapatkan permanen residence dari negeri tsb. 

Sekelompok kawan TKI di salah satu negara tujuan TKW, mengeluhkan juga 
tentang "perwakilan" mereka di negeri itu. Katanya, kita punya gedung 
sekian belas lantai. Tapi nothing buat kita! Begitu katanya. Wuah, 
miris juga saya dengar. Lihat terusan kalimatnya. "Sedangkan Philipina, 
hanya 2 lantai, itu pun ngontrak, tapi bangsanya bangga dengan kerja 
perwakilannya. Puas". Sedangkan kita, benar-benar payah. Kalau kita 
lapor (maksudnya itu TKW2), kita ga diperlakukan dg ramah. Malah jadi 
kayak jongos benar-benar. Mereka kemudian cerita, bangsa aslinya 
sendiri, ketika mereka datang mau mengadu, mereka duluan yang menyapa: 
What can I do for you...?". Ramah bener. 

Yah, itu barangkali sekelumit hal-hal yang tidak menyenangkan. Tapi 
saya percaya, negeri kita masih diperhitungkan di dunia ini. Benarkah? 

Siapa yang tidak bangga dengan Garuda? Maskapai Penerbangan Nasional 
yang menginternasional. Bangga. Sejarah Garuda demikian mengagumkan. 
Hingga ketika diri ini yang bangga dengannya menerima satu kenyataan. 
Kata seorang petinggi wilayah ketika saya menginap di kediamannya di 
Amstelvein, Belanda, Garuda tidak lama lagi tutup. Bukannya ga boleh 
terbang loh. Tapi tutup. Sebab tidak laku atau gimana lah. Ga ngerti. 
Beberapa tahun setelahnya, saya dikagetkan lagi dengan berita bahwa 
Garuda tidak diperkenankan melewati Eropa karena satu dua alasan. 
Bahkan di wilayah saudi pun bermasalah. Entahlah apa yang sedang 
terjadi. Saat tulisan ini dimuat, Garuda sudah berhasil melewati 
masa-masa sulit itu. Bahkan Garuda sudah menangguk keuntungan dari yang 
tadinya merugi. Dan Garuda pun menerima penghargaan internasional. 
Namun, ketika ada berita bahwa Garuda tutup dan Garuda dilarang 
terbang, rasanya teriris-iris hati ini. Tarbayang Garudaku yang gagah, 
yang jadi perlambang negeri ini, harus "menerima perlakuan" tidak 
hormat seperti itu. Terbanglah lagi Garudaku. Mengangsalah ke seluruh 
penjuru dunia. Supaya dunia tahu betapa gagahnya lambang negaraku. 

Saya tersenyum kecut dengan dua berita yang turun dengan rentang 
waktu yang tidak berapa lama. Yaitu berita tentang petinggi kita yang 
kamarnya digeledah ketika berada di negeri orang. Dan yang satunya 
lagi, ketika diperiksa berlama-lama di imigrasi satu airport 
internasional. Lepas dari kenapa dan bagaimananya kisah di balik dua 
berita itu, bagi saya ya sekali2 memang petinggi kita kudu merasakan. 
Merasakan apa? Merasakan jadi warganya. Tidak jarang kami-kami juga 
diperlakukan demikian. Seenaknya saja mereka masuk kamar hotel kami dan 
memeriksa kami dengan satu alasan sederhana saja: Kami harus memeriksa 
Anda! Begitu saja. Ga ada penjelasan. 

Di Australia, berapa kali saya harus melewati pemeriksaan yang -- hingga -- 
ikat pinggang saya 
pun hrs ditaroh di pemeriksaan. Tas-tas saya pun hrs dibuka dan 
cenderung bahasa seharusnya: diobrak-abrik. Lagi-lagi alasannya 
sederhana: Kami harus memeriksa Anda. Satu yang menyakitkan, mereka 
melihat wajah saya: Asia. Asia harus diperiksa. Lalu ditanyalah saya, 
darimana? Saya jawab dengan gagahnya: Indonesia. Eh tanpa dinyana, 
petugas membuka lembaran petunjuk, dia urut dengan jarinya, ketemu! Ya, 
katanya, Indonesia harus diperiksa. Ooo, rupanya dilembar cek-list itu, 
nama Indonesia masuk daftar negara yang orang-orangnya harus diperiksa. 
Subhaanallaah. Geram juga saya. Nanti, kata saya, kalau saya udah jadi 
Presiden, saya gituan dah dunia, he he he. Untunglah saya jauh jadi 
presiden. Kalo iya, udah perang terus kali bawaannya, ha ha ha. Perang 
urat syaraf. Betapa tidak, Bali saya periksa ketat seperti mereka 
memeriksa kita. Kamar-kamar mereka, tak geledah di sembarang waktu. Dan 
saya instruksikan supaya mata uang yang dipakai, hanya rupiah. Tak 
bikin peraturan, dolar dan lain-lainnya, kecuali real barangkali karena 
negeri dengan mekkah dan madinah, he he he, ga boleh masuk ke 
Indonesia. Mereka sudah harus nuker di negaranya masing-masing. Bakal 
dimusuhin sih, tapi biar saja. Wong presidennya kan saya, ha ha ha. 
Negara juga negara saya. Kalo ga suka, ya jangan masuk negara saya. 
Cuma, saya akan bikin dunia juga jadi perlu sama saya, jadi perlu sama 
Indonesia. Sehingga pasti mereka akan susah payah nurut, seperti 
hebatnya kita diam dan nurut diperlakukan oleh mereka!  
 

________________________________

Menambah banyak teman sangatlah mudah dan cepat.
Undang teman dari Hotmail, Gmail ke Yahoo! Messenger sekarang!



-- 
Komarudin Ibnu Mikam
WTS - Writer Trainer Speaker
komarmikam.multiply .com
0818721014-33113503
karya-karya ;
Novel Intelijen SOA (luxima)
sekuntum cinta untuk istriku (GIP)
prahara buddenovsky (GIP)
dinda izinkan aku melamarmu (KBP)
sabar, kunci sukses karir gemilang (Dian rakyat)
nasroon, kisah sufi kantoran (dian rakyat)
merit yuk! (qultum media)
rahasia dan keutamaan jumat (qultum media)




-- 
Kurniawan





-- 
Kurniawan

 


      

Kirim email ke