Silakan aja... penulisnya biasanya ga masalah kok.. tapi kalo menurut saya jangan lupa masukkan jg siapa penulisnya biar ga jadi karya plagiat..hehehe
--- In sma1bks@yahoogroups.com, Arifa Murti Untoro <arifaunt...@...> wrote: > > Keerrreeeennn....!!!! Great posting nih, mbak... bisa di copy-paste gak nih? > > > > > ________________________________ > From: Lusiana M. Hevita <mhev...@...> > To: sma satu <smansa...@yahoogroups.com>; sma1bks@yahoogroups.com > Sent: Tuesday, August 25, 2009 1:00:30 PM > Subject: [sma1bks] NCB : Indonesia Wannabe > > > kali ini NCB mengutip tulisan seseorang yang tidak lain dan tidak bukan dosen > saya yang Ph.D, yang lebih saya anggap sebagai dosen pelajaran menulis > daripada mata kuliah Database, telematika, komunikasi dlsb. Happy Reading..:) > > TETANGGA KITA YANG WANNABE - by Putu Laxman Pendit > > Mereka bilang Tari Pendet punya mereka, setelah mencoba mengklaim > reog, dan berhasil mengakui sate, batik, tempe, dan entah apa lagi. > Lagu-lagu pop kita di sana laris manis. Memang, tetangga kita itu Indonesia > wannabe banget! > > Di kamus, ada penjelasan tentang arti wannabe seperti ini: > > # One who aspires to a role or position. > # One who imitates the behavior, customs, or dress of an admired person or > group. > # A product designed to imitate the qualities or characteristics of something > > Lihat (http://education. yahoo.com/reference/dictiona ry/entry/wannabe) > > Perhatikan artian nomor 2 di atas. Tetangga kita, ya, seperti itulah! > Mereka mengagumi, mengidolakan Indonesia. Ibaratnya si Polan > bertetangga dengan Ariel Peterpan, dan si Polan mengagumi Ariel > setengah hidup, walau tongkrongan Polan jauh dari memadai. Apa yang dilakukan > Polan? Ia menjadi Ariel wannabe, berusaha menjadi seperti idolanya itu, dan > â"kalau sudah kesengsemâ" bisa-bisa si Polan terganggu jiwanya: mengklaim > bahwa dia adalah Ariel. > > Ada juga cara lain melihat perilaku tetangga kita yang menggelikan itu. > > Tetangga kita yang serumpun dan berpenampilan fisik percis sama seperti kita > itu, tentu setidaknya minder berdampingan di panggung dunia. Mereka akan > tampak culun di sebelah kita yang semarak oleh aneka ragam ikon budaya. > Celaka buat > mereka, sebab pada dasarnya mereka merasa lebih kaya secara material > daripada kita. > > Jadi, bayangkan saja seorang kaya yang hidup bersebelahan dengan > seorang bersahaja, tetapi si kaya itu tak punya budaya apa-apa. > Bayangkan betapa dongkolnya si orang kaya yang menyanyi pun sumbang dan > menari pun gamang, harus hidup berdampingan dengan si bersahaja yang > lantang bernyanyi dan ciamik ketika menari. Dongkol banget, kan?! > > Maka tetangga yang (merasa) lebih kaya itu diam-diam pengin seperti si > bersahaja. Maka berkatalah dia kepada dunia: nyanyian itu, > tarian itu saya yang punya. Celaka dua belas bagi si (merasa) kaya, > uang dan kelimpahan material tak menjamin ia bisa menyanyi dan menari > seperti tetangganya yang bersahaja. Apa boleh buat, tak bisa memiliki > tetapi setidaknya tetangga kita itu bisa pura-pura memiliki > â"syukur-syukur diakui sebagai pemilik. > > Nah, itu juga namanya Indonesia wannabe banget, kan? Kemana-mana ngaku-ngaku > setara dalam hal kehalusan budaya dengan Indonesia. Ke seantero jagat > ngaku-ngaku bersaudara, dan bilang: "Saudara gue itu bisa menari bagus > banget, tapi tarian itu kan gue yang punya..." > > Kasian deh, elo... >