AssalamuÂ’alaikum wr wb,

Perbedaan hari raya Idul Fitri yang terjadi selama ini
sehingga ada yang merayakan di hari JumÂ’at dan ada
yang di hari Sabtu (beda 28 jam) tak lepas dari
perbedaan sistem penghitungan hari raya.

Ada yang memakai Hisab dengan perhitungan astronomi
yang rumit, ada pula yang memakai RuÂ’yah atau melihat
bulan / hilal. Jika bulan terlihat, itulah saat mulai
berpuasa atau berbuka puasa (idul Fitri).

Dari hadits Nabi, yang dipakai sebenarnya adalah
melihat bulan. Ummat zaman Nabi bukanlah astronomer
atau ahli Falaq yang canggih. Mereka sederhana saja.
Melihat bulan langsung. 

”Dari Amir Mekkah, Al Harits Ibnu Hatib. Dia berkata,
„Rasulullah SAW telah memerintahkan kami supaya puasa
dengan melihat bulan. Jika kami tidak dapat melihat
bulan itu, supaya kami puasa dengan kesaksian dua
orang yang adil (yang melihat bulan).” (Riwayat Abu
Daud dan Daruqutni).

Ada pun yang memakai sistem Hisab berpendapat mereka
melihat bulan dengan memakai ilmu. Pegangan ummat
Islam adalah Al QurÂ’an dan Hadits, jadi silahkan pilih
mana yang mengikuti hadits dan mana yang berdasarkan
pikiran sendiri. Hisab bisa dipakai sebagai alat
bantu.

Ada pun sistem RuÂ’yah atau melihat bulan/hilal terbagi
dua, RuÂ’yah Lokal dan RuÂ’yah Global.

Pada RuÂ’yah Lokal, tiap penduduk melihat bulan
sendiri-sendiri, sehingga tiap kota atau tiap negara
merayakan hari Idul Fitri sendiri-sendiri bisa berbeda
satu negara dengan negara yang lain bahkan satu kota
dengan kota yang lain. Mereka mengambil hadits gharib
(asing yang diriwayatkan oleh hanya 1 orang) dari
Kuraib. yang mengatakan bahwa dia dikirim oleh Ummul
Fadli ke Syam (Damaskus) dan melihat bulan (awal
Ramadan) pada malam JumÂ’at. Dia kembali ke Madinah
pada akhir Ramadan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka
harus melihat bulan (RuÂ’yah 1 Syawal) karena RuÂ’yah
penduduk Syam (1ramadan) tidak cukup bagi penduduk
Madinah begitu yang dikatakan Nabi.

Ada pun yang memakai RuÂ’yah Global begitu ada minimal
2 orang saksi yang dipercaya melihat bulan, maka
itulah awal Ramadhan atau awal Syawal. Haditsnya
adalah sebagai berikut:

Ibnu Umar telah melihat bulan. Maka diberitahukannya
hal itu kepada Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW
berpuasa dan beliau menyuruh orang-orang agar berpuasa
pula” (Riwayat Abu Daud)
   
“Dari Amir Mekkah, Al Harits Ibnu Hatib. Dia berkata,
Rasulullah SAW telah memerintahkan kami supaya puasa
dengan melihat bulan. Jika kami tidak dapat melihat
bulan itu, supaya kami puasa dengan kesaksian dua
orang yang adil (yang melihat bulan).” (Riwayat Abu
Daud dan Daruqutni).

Berpuasalah kamu sewaktu melihat bulan (di bulan
Ramadan) dan berbukalah kamu sewaktu melihat bulan (di
bulan Syawal). Maka jika ada yang menghalangi
(mendung) sehingga bulan tidak kelihatan, hendaklah
kamu sempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari.”
(Bukhari)

Jadi jangankan jika ada penduduk 1 negara berhari raya
Idul Fitri, ada 2 orang saksi yang adil saja mereka
juga turut merayakan Idul Fitri. Menurut paham RuÂ’yah
Global tidak wajar jika ada penduduk 1 negara sudah
merayakan hari raya Idul Fitri sementara yang lain
masih berpuasa.

“Abu Said Al Khudri ra berkata: “Bahwasanya Rasulullah
SAW melarang puasa dua hari, yaitu pada hari raya Idul
Fitri dan Hari raya Idul Adha”(Bukhari-Muslim). 

Di hadits yang lain ditambahkan bahwa barang siapa
puasa pada Idul Fitri/Idul Adha berarti dia telah
mendurhakai Nabi.

Ada juga yang berhari raya Idul Fitri mengikuti
Pemerintah. Sudahlah, daripada ribut-ribut dan
beda-beda, ikuti saja pemerintah. Kalau dosa juga kan
yang menanggung pemerintah. Dalilnya adalah ayat Al
Qur’an yang memerintahkan kita agar mentaati ”Ulil
Amri”

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu.Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An
NisaaÂ’:59]

Yang lain menafsirkan bahwa yang pertama ditaati
adalah Allah, kemudian Rasulnya. Setelah itu baru
mentaati Ulil Amri dengan syarat Ulil Amri tersebut
mentaati perintah Allah dan Rasul. Apalagi di depan
kata Ulil Amri tidak ditambahkan kata ”Athi’u”
(taatilah). Jika tidak, tidak wajib bagi Muslim
mengikutinya. Jika mengikuti malah bisa tersesat:

”Dan mereka berkata;:"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami
telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar
kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang
benar).” [Al Ahzab:67]

Jadi begitu ada yang mengaku telah melihat bulan,
apalagi satu negara telah beridul Fitri, mereka segera
mengikutinya.

Paham RuÂ’yah Global juga menyatakan bahwa ummat Islam
itu satu dan tidak terpecah-belah jadi banyak negara
kecil seperti sekarang berdasarkan ayat:

”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara..” [Ali ’Imran:103]

Islam tidak mengenal batas atau pemisahan dengan
banyak negara-negara kecil. Hanya ada satu negara
Islam yang meliputi seluruh dunia.
   
Nabi mengatakan, ”Jika ada seorang pemimpin, dan
kemudian ada seorang lagi yang mengaku sebagai
pemimpin, maka bunuhlah yang terakhir.” Perintah ini
begitu tegas dan keras untuk menjaga kesatuan negara
Islam.
   
Pada zaman Nabi, para Khalifah (Abu Bakar, Umar,
Usman, dan Ali) dan juga raja-raja Bani Umayyah
(sebelum munculnya Daulah Bani Abbasiyah) hanya ada
satu negara Islam.

Pada paham RuÂ’yah Lokal, mereka mengakui pemecahan
Islam menjadi banyak negara seperti Indonesia,
Malaysia, Brunei, Singapura, Qatar, Kuwait, Arab
Saudi, dsb. Tiap negara merayakan Idul Fitri sesuai
dengan RuÂ’yah yang dilakukan masing-masing negara
tersebut.

Ada yang menyatakan wajar jika Idul Fitri di Indonesia
beda dengan di Arab Saudi. Sholat Dzuhur saja kita
tidak bisa kan pakai waktu Arab.

Yang lain menyatakan bahwa beda waktu di Arab Saudi
dengan Indonesia hanya 4 jam. Jadi seharusnya
selisihnya hanya 4 jam. Bukan beda hari hingga 28 jam.
Sebagai contoh, shalat JumÂ’at di Arab dan di Indonesia
dilakukan pada hari yang sama, yaitu hari JumÂ’at.
Hanya beda 4 jam. Kenapa hari Idul Fitri beda hari
sampai 28 jam?

Jadi itulah sebab mengapa perayaan Idul Fitri
berbeda-beda antar negara Islam. Kita sendiri wajib
mencoba mengetahui yang benar berdasarkan dalil Al
QurÂ’an dan Hadits, sebab bagaimana pun juga tiap-tiap
orang akan dimintai pertanggung-jawaban masing-masing.

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” [Al Israa”36]
  
Ijtihad manusia bisa berbeda-beda hasilnya. Meski
demikian kita tetap harus bersatu dan menjaga ukhuwah
Islamiyyah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.

WassalamuÂ’alaikum wr wb


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]


       
____________________________________________________________________________________
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story. Play 
Sims Stories at Yahoo! Games.
http://sims.yahoo.com/  

Kirim email ke