Assalamualaikum
wr. wb.



Bissmillahirrohmaanirrohiim, 

 

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini
mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka,
dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara
rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan
janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis
idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu;
maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun”. QS. Al-Baqarah (2) ayat 235.

 

Khitbah
adalah permintaan resmi yang disampaikan pihak laki-laki kepada pihak wanita
dengan tujuan yang jelas yaitu menikahinya, hukumnya sunnah dan tidak ada
persyaratan khusus didalamnya, yang penting adalah maksud dari pihak laki-laki
tersebut bisa tercapai dengan baik, disamping itu khitbah juga merupakan sarana
pihak laki-laki untuk mengenal pihak wanita lebih lanjut untuk melihat wanita
tersebut sebatas yang diperbolehkan dalam Islam, bahkan sebelum menyatakan
khitbah secara resmi, dalam riwayat Mughirah bin Syu'bah ketika hendak
melakukan khitbah kepada seorang wanita, Rasulullah. saw menasehatinya "Lihatlah
dulu, itu lebih baik dan akan bisa mendatangkan rasa cinta di antara
kalian" (H.R. Ashabussunan).



Dalam ajaran Islam hanya diajarkan sampai khitbah dan tidak ada tambahan ritual
lain seperti tukar cincin, selamatan dll, walau sudah melaksanakan khitbah
karena belum tentu berakhir ke jenjang pernikahan, dan baik pihak wanita maupun
pihak laki laki harus tetap menjaga batasan-batasan yang telah ditentukan oleh
syariat, setelah khitbah disetujui, sebaiknya keluarga kedua pihak
bermusyawarah mengenai rencana selanjutnya kapan dan bagaimana walimah
dilangsungkan.

 

Dalam
proses khitbah pihak laki laki boleh saja datang melamar secara sendirian,
karena baik musyawarah dan silaturrahim merupakan bagian dari ajaran Islam maka
lebih baik ketika proses khitbah pihak laki laki bersama-sama dengan orangtua
dan juga disertai beberapa famili lainnya agar dapat memperlancar proses
khitbah tersebut.

 

Dan
Khitbah tersebut baru sah jika ada kesepakatan yang berlandaskan keridhaan dari
masing - masing pihak, selain itu, khitbah juga harus ditujukan kepada wanita
yang memang sah untuk dinikahi, jika tidak, maka khitbah atau lamarannya
menjadi batal.

 

Jika
khitbah atau lamaran sudah dilakukan sebaiknya jarak dengan akad tidak terlalu
lama, hal itu untuk menjaga fitnah, untuk menjaga diri dari maksiat, serta
untuk memberikan kepastian, walau tidak ada batasan secara syar’I, berapa lama
maksimal jarak antara khitbah dan akad, akan tetapi itu semua untuk menjaga
kepatutan, dan jalinan silaturahim terhadap pihak pihak lain. 

Seandainya bila jarak antara khitbah dan akad nikah terpaksa jaraknya
sedemikian lama, keduanya harus tetap berpegang pada rambu-rambu syariat,
diantaranya :



Pertama, karena khitbah bukanlah akad, maka pihak yang
mengkhitbah dan yang dikhitbah masih sama - sama tidak syah, mereka belum
menjadi pasangan suami isteri sehingga tidak boleh melakukan ikhtilath, tidak
boleh bersentuhan, khalwat, atau menyepi berdua tanpa disertai mahram,
sebagaimana Nabi bersabda yang artinya : 

 

“Tidak
boleh seorang laki laki berduaan dengan seorang wanita kecuali disertai
mahramnya. (HR. Bukhari)

 

Kedua, selama dalam kondisi dipinang, maka si wanita tidak boleh
menerima lamaran laki-laki lain kecuali kalau lamaran sebelumnya batal,
sebagaimana hadits Nabi saw yang artinya: “Tidak boleh salah seorang di
antara kalian melamar wanita yang telah dilamar oleh orang lain.” (HR
Malik)

 

Hikmah
khitbah diantaranya memberikan peluang kepada kedua belah pihak baik laki laki
maupun wanita untuk mengetahui dari segi agama dan akhlak masing masing, karena
cinta sebelum khitbah adalah merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah
diberikan kepada seluruh ciptaan Nya baik seorang laki - laki maupun seorang
wanita untuk saling mencintai dan dari padanya akan terbentuk suatu keluarga
sakinah mawaddah dan warahmah, sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an, surat
Ar-Rum (30) ayat 21 yang artinya “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".

 

Juga
diperbolehkan Khitbah seorang wanita untuk dirinya, memang pada dasarnya pihak
laki - lakilah yang meminang seorang wanita untuk dirinya, akan tetapi yang
demikian diperbolehkan secara syari’at bagi prempuan meminta untuk dipinangnya,
sebagaimana baginda Rasulullah sallalahu aalaihi wassalam bersabda yang di
riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Yang artinya: “telah datang seorang
prempuan kepada Rasulullah.saw yang mana prempuan tersebut meminta kepada nabi
untuk menikahinya, sehingga nabi berdiri di samping nya, lama sekali, ketika
itu salah satu dari sahabat melihatnya dan beranggapan bahwa beliau saw tidak
berkehendak untuk menikahinya, maka sahabat tersebut berkata : nikahkan saya ya
Rasullah jikalau kamu tidak berkehendak untuk menginginkannya, maka berkata
Rasulullah salallahuaalai wasalam : apakah kamu punya punya sesuatu ? Dia
berkata tidak !, dan beliau berkata lagi buatlah cicin walaupun dari besi,
kemudian sahabat tersebut mencarinya dan tidak mendapatkan nya, kemudian beliau
bersabda : apakah kamu hafal beberapa surat dari alquran ? Dia menjawab iya!
surat ini dan ini, maka beliau bersabda : saya nikahkan kamu dengan nya dengan
apa yang kamu hafal dari al quran. 

 

Dari
kontek hadist di atas sudah jelas sekali bahwa di perbolehkan bagi prempuan
meminta kepada seorang laki laki shaleh yang bertaqwa dan berpegang teguh 
terhadap
Dinnya untuk meminangnya, jika lelaki tersebut ingin maka nikahi dan jikalau
tidak maka tolaklah, akan tetapi tidak di anjurkan untuk menolaknya secara
terang cukup diam, untuk menjaga kehormatan hati prempuan tersebut.

 

Salah
satu syarat menjadi seorang wali adalah satu agama (muslim), tidak ada
perwalian bagi wanita muslimah oleh non muslim walaupun itu orang tua atau
keluarga, begitu pula sebaliknya, tidak ada perwalian bagi wanita non muslim
oleh seorang muslim, sebagaimana tercantum dalam surat At-Taubah (9) ayat 71
yang artinya : " Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan 
shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”,
adapun wali bagi seorang
wanita adalah Ayah dan kakek ke atas, kalau tidak ada maka saudara laki-laki,
lalu anak dari saudara kandung laki-laki, kalau tidak ada maka paman. Bila ia
(wanita) tidak memiliki kerabat yg muslim yang bisa dijadikan sebagai wali,
maka ia bisa mengambil wali hakim dari KUA misalnya, sebagai wali dalam
pernikahan tersebut.

 

Wallaahu
a’lam bishowab

 

Semoga
bermanfaat

 

Dari
berbagai sumber

 

Wassalamualaikum
Wr. Wb.







 

Mujiarto
Karuk




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke