> Menaikkan Harga Bensin Premium
>
>
> Judul tulisan ini tidak seperti lazimnya, yaitu 'Mencabut Subsidi BBM'.
> Mengapa? Pertama, lebih dimengerti rakyat
> jelata menggunakan istilah 'bensin' ketimbang bahan bakar minyak atau BBM.
> Kedua, dengan harga bensin premium
> yang berlaku sekarang, yaitu Rp 1.810 per liter, pemerintah sama sekali
> tidak memberi subsidi.
>
> Sebaliknya, pemerintah memperoleh kelebihan uang tunai. Minyak mentah yang
> ada di bawah permukaan bumi
> disedot sampai ke atas permukaan bumi. Untuk itu ada biayanya, yaitu Rp X
> per liter. Minyak mentah yang sudah
> ada di atas permukaan bumi diproses sampai menjadi bensin, biayanya Rp Y
> per liter. Bensin itu harus diangkut ke
> pompa-pompa bensin. Biayanya Rp Z per liter.
>
> Lalu, Rp X + Rp Y + Rp Z = 10 dolar AS per barrel. Satu barrel sama dengan
> 159 liter. Kalau nilai tukar rupiah satu
> dolar AS sama dengan Rp 8.600, maka keseluruhan biaya untuk 1 liter adalah
> (10 x Rp 8.600) : 159 = Rp 540,88,
> dibulatkan menjadi Rp 540 per liter. Seperti kita ketahui, bensin premium
> dijual dengan harga Rp 1.810 per liter. Jadi,
> untuk setiap penjualan satu liter bensin premium, pemerintah kelebihan
> uang sebanyak Rp 1.270, yaitu kemasukan
> uang dari menjual bensin sebanyak Rp 1.810 per liternya dikurangi dengan
> pengeluaran uang sebanyak Rp 540 itu tadi.
 
> Ditinjau dari sudut keluar masuknya uang, pemerintah kelebihan uang tunai.
> Mengapa dikatakan pemerintah memberi
> subsidi? Pengertian subsidi, Pemerintah merasa memberi subsidi kepada
> rakyat yang membeli bensin premium karena
> seandainya bensin premium itu dijual di luar negeri, saat ini harganya 50
> dolar AS per barrel.
>
> Dengan kurs yang sama, yaitu Rp 8.600 per dollar AS, harga minyak mentah
> di luar negeri per barrel sebesar
> 50 x Rp 8.600 = Rp 430.000. Per liternya dibagi 159 atau sama dengan Rp
> 2.704,4, dibulatkan menjadi Rp 2.700.
> Ini harga minyak mentah di luar negeri. Kalau dijadikan bensin, ditambah
> dengan tiga biaya itu tadi, yakni biaya
> penyedotan, pengilangan, dan transportasi yang hanya berjumlah Rp 540 per
> liter, maka harga bensin di luar negeri
> Rp 2.700 + Rp 540 = Rp 3.240 per liter.
>
> Selisih harga bensin di luar negeri yang Rp 3.240 per liter dengan harga
> bensin di Indonesia yang Rp 1.810 per liter ini,
> atau Rp 1.430 per liternya, ini disebut subsidi. Jadi Pemerintah merasa
> memberi subsidi karena tidak bisa menjual bensin
> dengan harga dunia, gara-gara adanya kewajiban memenuhi kebutuhan
> rakyatnya akan bensin premium dengan harga
> yang rendah, yaitu hanya Rp 1.810 per liternya.
>
> Pemerintah jengkel, merasa sial benar tidak dapat menjual bensinnya di
> luar negeri dengan harga Rp 3.240 per liter.
> Seandainya tidak perlu menjual kepada rakyatnya sendiri dengan harga Rp
> 1.810, pemerintah akan memperoleh
> tambahan pendapatan sebesar selisihnya yang disebut 'subsidi' itu tadi
> sebesar, Rp 3.240 - Rp 1.810 yaitu
> senilai Rp 1.430 per liternya.
>
> Bayangkan, berapa kesempatan yang hilang. Ya, kesempatan itulah yang
> hilang, bukan uang tunai. Jadi, jelas kiranya,
> yang dinamakan subsidi itu pengertian abstrak yang sama sekali tidak
> berimplikasi adanya uang keluar. Dalam kenyataan
> pemerintah mendapatkan kelebihan uang. Hanya, kelebihannya tidak sebesar
> seandainya rakyat Indonesia diharuskan
> membeli bensin produksi dalam negeri dengan harga dunia.
>
> Berapa kelebihan uang pemerintah? Angkanya yang pasti tidak dapat saya
> peroleh karena saya tidak berhasil
> mendapatkan kuantitas minyak mentah yang menjadi haknya bangsa Indonesia.
> Sekitar 92 persen dari minyak mentah kita
> disedot oleh kontraktor asing. Hasilnya dibagi antara kontraktor asing dan
> bangsa Indonesia yang memiliki minyak mentah
> karena terdapatnya di dalam perut bumi Indonesia. Perhitungannya ruwet
> sekali.
>
> Yang sering kita dengar hanyalah kontrak bagi hasil antara Pemerintah yang
> diwakili oleh Pertamina dan kontraktor
> asing dalam perbandingan 85 persen untuk bangsa Indonesia dan 15 persen
> untuk kontraktor asing. Tetapi, ada
> faktor-faktor lain yang membuat ruwet seperti apa yang dinamakan cost
> recovery, pro rata, dan in kind sehingga kita
> sulit mendapatkan angkanya yang eksak. Maka, kita katakan saja minyak
> mentah yang menjadi haknya bangsa
> Indonesia netonya sebesar Q liter per tahunnya. Kelebihan uangnya per
> tahunnya ya Q liter dikalikan dengan
> Rp 1.270 itu tadi.
>
> Jumlah ini pun banyak sekali. Kalau kita andaikan bersihnya 70 persen dari
> produksi minyak mentah yang 1,125 juta
> barrel per hari hak bangsa Indonesia, ini sama dengan 70 persen x
> 1.125.000 barrel atau 787.500 barrel per hari atau
> 125.212.500 liter per hari, yaitu 787.500 barrel dijadikan liter dengan
> mengalikannya dengan 159 (1 barrel = 159 liter).
> Per tahunnya dikalikan 365 menjadi 45.702.562.500 liter. Kalau kelebihan
> uang per liternya Rp 1.270, maka kelebihan
> uang per tahunnya adalah 45.702.562.500 x Rp 1.270 atau Rp
> 58.042.254.375.000.
>
> Kebutuhan bensin kita 60 juta kiloliter per tahunnya atau 60.000.000.000
> liter. Sementara produksinya seperti kita lihat
> tadi, hanya 45.702.562.500 liter. Maka, kita harus impor sebesar
> 14.297.437.500 liter. Ini harus dibayar dengan harga dunia
> sebesar Rp 3.240 per liternya, atau Rp 46.323.697.500.000. Jadi, ada
> kelebihan uang sebesar Rp 58.042.254.375.000.
>
> Tetapi, ada kebutuhan impor dengan jumlah uang sebesar Rp
> 46.323.697.500.000. Alhasil masih ada kelebihan uang
> sebesar Rp 11.718.556.875.000. Masih kelebihan uang. Jadi, walaupun
> sebagian dari kebutuhan bensin harus diimpor
> dengan harga dunia, masih ada kelebihan uang tunai sebesar Rp
> 1.718.556.875.000.
>
> Lalu kalaupun muncul pertanyaan, apakah harga bensin premium yang Rp 1.810
> per liternya itu tidak terlampau murah?
> Rasanya ya karena satu botol Coca Cola di restoran dijual Rp 10.000 sampai
> Rp 15.000. Akan tetapi, bukan berarti ini bisa
> dinaikkan semaunya walaupun pantas, yang menjadi persoalan adalah apakah
> seluruh rakyat ini memang membutuhkan
> coca cola? Apakah karena cola cola lebih mahal, maka bensin premium begitu
> saja dinaikkan, padahal seluruh
> rakyat membutuhkan bensin premium ini ketimbang coca cola dan imbas dari
> kenaikan bensin premium akan
> seperti domino effect, karena diikuti oleh semua kenaikan, harga-harga
> bahan pokok, bahan bangunan, pakaian,
> perumahan dan lain-lainnya.
>
> Dengan menaikkan harga bensin premium, pemerintah memang mendapat
> pemasukan lebih besar yang dapat
> dipakai untuk tujuan-tujuan baik atau dikorupsi. Tetapi, kalau dikatakan
> bahwa harga bensin premium tidak dinaikkan,
> pemerintah harus keluar uang sekitar Rp 10 triliun per bulannya jelas
> tidak betul. Yang betul malah kelebihan uang
> sebesar Rp 11,73 triliun per tahun!!!!
>
> Keseluruhan gambaran dari tulisan ini sangat amat disederhanakan dari
> kenyataan. Demikian juga angka-angkanya. Tulisan ini
> adalah model untuk mendapat pengertian yang sebenarnya. Jadi, bukan
> angka-angka eksak yang dipentingkan. Maksudnya
> hanya menjelaskan bahwa tanpa menaikkan harga bensin premium, pemerintah
> sudah kelebihan uang tunai dari keseluruhan
> eksploitasi minyak mentah untuk dijadikan bensin premium.
>
> Apakah harganya terlalu rendah sehingga perlu dinaikkan adalah urusan lain
> lagi. Tetapi, jangan menakut-nakuti
> rakyat dengan mengatakan kalau tidak dinaikkan sampai harga dunia,
> pemerintah harus keluar uang Rp 10 triliun
> per bulannya, dan karena itu keuangan negara menjadi bangkrut. Artikel ini
> hanya membahas bensin premium,
> belum bensin pertamax dan pertamax plus serta gas yang semuanya surplus
> lebih besar lagi.
 
JB


Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id



Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
click here


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke