Di Balik Larangan Seni "Kuda Kosong"

MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cianjur mengeluarkan fatwanya. Salah
satunya menyoroti atraksi kesenian "kuda kosong" yang dianggap terdapat
penyimpangan akidah Islamiyah. Karena patuh akan fatwa para ulama itu, sejak
tahun 1998 sampai sekarang setiap diadakan upacara kenegaraan di Cianjur,
seni tradisonal warisan leluhur itu tak dipertontonkan lagi.

Bentuk penyimpangan akidah Islamiah yang dimaksud pada seni buah waris
Bupati Cianjur pertama, R.A. Wirata Tanu I (1677-1691), disoroti ulama
sebagai sesuatu yang berlebihan dalam pengultusan seseorang. Apalagi "kuda
kosong" terkesan sudah dikeramatkan warga Cianjur. Contoh, setiap akan
dilaksanakan upacara kenegaraan di sudut kamar pendopo, "diwajibkan"
menyediakan sesajen untuk persembahan arwah Eyang Suryakencana. Kuda kosong
yang diarak ratusan ponggawa itu untuk persembahan putra Bupati Cianjur
pertama yang yang pernah menikah dengan jin. Lebih dari itu, masyarakat
Cianjur terkesan mengeramatkan kuda kosong tersebut.

"Yang lebih fatal lagi, ada kepercayaan mistik masyarakat, bila tak
melaksanakan pawai kuda kosong, akan datang musibah besar menimpa Cianjur.
Dalam ajaran Islam telah ditegaskan bahwa yang memberi rezeki, pati, bagja,
dan cilaka, hanyalah Allah SWT. Sekali lagi bukan karena kuda kosong!" tegas
Ketua MUI Kab. Ciajur K.H. Abdul Halim.

Fatwa ulama yang dianggap "melawan arus" itu, ternyata diterima dengan
senang hati oleh kalangan pejabat Cianjur yang saat itu dipimpin Bupati H.
Harkat Handiamiharja. Bupati Harkat waktu itu pernah mengeluarkan instruksi
bahwa pawai "kuda kosong" tak boleh digelar pada upacara kenegaraan. Sampai
sekarang Bupati Cianjur H. Wasidi Swastomo masih mematuhi fatwa MUI
tersebut.

Simbol keperkasaan

Pawai "kuda kosong" yang sejak dulu digelar pada setiap upacara kenegaraan
Cianjur, punya maksud untuk mengenang sejarah perjuangan para Bupati Cianjur
tempo dulu. Saat Cianjur dijabat Bupati R.A. Wira Tanu seorang Dalem
Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil
palawija kepada Sunan Mataram di Jawa Tengah.

Dalem Pamoyanan R.A.A. Wiratanudatar II yang dianggap sakti mandragunalah
yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti tadi. Jenis upeti adalah
sebutir beras, lada, dan sebutir cabai. Sambil menyerahkan tiga butir hasil
palawija itu, Kangjeng Dalem Pamoyanan selalu menyatakan bahwa rakyat
Cianjur miskin hasil pertaniannya. Biar miskin, rakyat Cianjur punya
keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti pedasnya rasa cabai
dan lada.

Karena pandai diplomasi, Kangjeng Sunan Mataram memberikan hadiah seekor
kuda kepada Dalem Pamoyanan. Seekor kuda jantan diberikan untuk sarana
angkutan pulang dari Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram
terhadap Kangjeng Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rahayat
Cianjur waktu itu.

Jiwa pemberani rakyat Cianjur seperti yang pernah disampaikan Kangjeng Dalem
Pamoyanan kepada Sunan Mataram membuahkan kenyataan. Sekira 50 tahun setelah
peristiwa seba itu, ribuan rakyat Cianjur ramai-ramai mengadakan perlawanan
perang gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur
Rd. Alith Prawatasari, barisan perjuang di setiap desa gencar melawan musuh,
sampai-sampai Pasukan Belanda sempat ngacir ke Batavia (sekarang Jakarta).

"Untuk mengenang perjuangan Kangjeng Dalem Pamoyanan yang pandai diplomasi
itu, setiap diadakan upacara kenegaraan di Cianjur selalu digelar upacara
'kuda kosong'. Maksud seni warisan leluhur itu untuk mengenang perjuangan
pendahulu kepada masyarakat Cianjur sekarang," kata Alith Baginda, S.H.
Ketua II Dewan Kesenian Cianjur (DKC) yang juga menjabat Kasi Kebudayaan di
Dinas Pendidikan Kab. Cianjur.

Ditinjau dari pelestarian budaya, Alith kurang setuju bila kesenian "kuda
kosong" yang menimbulkan perjuangan itu dihilangkan begitu saja di bumi
Cianjur. Bila disorot ada adegan-adegan yang memang dianggap menyimpang dari
akidah keislaman, adegan itulah yang harus ditiadakan. Namun, banyak adegan
yang bagus dari sisi seni budaya, harus tetap dilestarikan.

Alith dan rekan-rekan seniman Cianjur sering mengadakan pendekatan dengan
semua pihak agar aneka seni tradisional Cianjur yang dulu pernah berjaya
agar dihidupkan kembali. Termasuk seni "kuda kosong" yang sempat dilarang
digelar itu. Harapannya agar semua seni budaya warisan leluhur yang telah
hilang itu tetap berkembang di Cianjur.

Tak sedikit seni budaya Cianjur hilang dan terancam mati. Seperti seni
bangkong reang di Kec. Pagelaran, seni tanjidor di Kec. Cilakong, goong
renteng di Kec. Agrabinta, seni rudat di Kec. Kadupandak, dan seni reak di
Kec. Cibeber. Bahkan, seni tembang cianjuran sebagai warisan budaya ciptaan
Kangjeng Raden Aria Adipati Kusumaningrat atau Dalem Pancaniti Bupati
Cianjur (1834-1861) benar-benar hampir terancam kepunahan.

"Saya setuju sekali bila adegan-adegan mistik seperti menyediakan sesajen di
pendopo dan persembahan kuda untuk ditunggangi Eyang Suryakencana yang kawin
dengan jin ditidakan. Yang penting seni budaya 'kuda kosong'-nya tetap
berjalan," pinta Alith.

Kuda kayu

Harapan para seniman agar seni budaya warisan leluhur tetap hidup dan
berkembang di Cianjur, oleh K.H. Abdul Halim sangat dihargai. Termasuk
pelestarian "kuda kosong" yang sempat dilarang karena fatwa MUI. Prinsipnya,
para seniman bebas mengembangkan seni budaya Cianjur, namun harus mampu
memangkas setiap trik-trik kesenian yang dianggap membelokkan akidah
Islamiah.

"Titip, seni apa saja yang digelar jangan sampai ada maksud di dalamnya
mengajarkan kepada masayarakat untuk memercayai kekuatan di luar keesaan
Allah. Itu saja," pesan K.H. Abdul Halim yang juga pemimpin Pondok Pesantren
Al-Mutmainnah Bojongherang Kota Cianjur.

Didampingi K.H. Drs. Rd. Yahya Shaleh dari Jemaah Tablig Cianjur, K.H. Abdul
Halim mencontohkan seputar insiden di balik digelarnya "kuda kosong". Saat
"kuda kosong" digelar, pernah ada kejadian seorang seniman kondang Cianjur
klenger. Beberapa jam kemudian terjadi musibah tabrakan dua mobil dinas
milik Pemkab Cianjur. Semua kalangan menganggap kejadian beruntun itu
gara-gara "kuda kosong". Padahal, setelah diperiksa dokter, si seniman yang
klenger itu akibat kelelahan. Dua mobil Pemkab yang tabrakan gara-gara
sopirnya ngebut.

"Sekali lagi saya tegaskan silakan semua membentuk seni budaya, wisata,
industri atau lainnya berkembang pesat di Cianjur. Ingat, jangan sesekali si
pelaku seni punya tujuan membengkokkan akidah Islamiah," tegas K.H. Abdul
Halim.

Kebesaran hati para ulama Cianjur terhadap kehidupan seni budayanya bisa
dibuktikan. Pada tahun 2000 ada pesta khitanan massal yang disponsori salah
satu perusahaan rokok. Pascakhitanan ratusan anak-anak diarak dengan hiburan
seni "kuda kosong" yang diprakarsai para seniman DKC. Sebagian ulama
termasuk para pejabat menyaksikan khitanan massal itu. Pawai "kuda kosong"
ini tak dilarang.

"Lho! Mengapa dilarang? Pada acara arak-arakkan anak khitanan tak
menggunakan kuda hidup seperti yang dulu dipakai pada upacara kenegaraan.
Yang ada hanyalah seekor kuda mainan yang terbuat dari kayu (kuda-kudaan).
Tak ada suguhan sesajen segala macam sehingga "kuda kosong" benar-benar jadi
tontonan menarik tanpa ada hal-hal yang dianggap



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hu3i0vo/M=320369.6903865.7846595.3022212/D=groups/S=1705013556:TM/Y=YAHOO/EXP=1124376280/A=2896112/R=0/SIG=1107idj9u/*http://www.thanksandgiving.com
">Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children¿s Research 
Hospital</a>.</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke