Leuweung US sanes eta wungkul anu reksak.
kaki gn Cikurai, saberaha hektar leungit. kitu oge kaki gn Papandayan.
Pang legana mah leuweung kiara dua, citirem, arah Plb Ratu ka Surade.
si kuring kungsi nyaksian basa daerah eta dirampok ku mesin senso awal Reformasi
Sanes teu aya aparat.
Sa Kompi polisi teu wani nyanghareupan anu nuju maok leuweung, saking ku lobana
Hanjakal moal tiasa deui ningali Banteng moyan di daerah Citirem, kalong badag di Sancang
hese ari ku apokah sarakah mah

Lukman Hakim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Puguh..enyak..kumaha .yeuh..urang garut,pameungpeuk?

aparat kehutanan pada kamana?

 

 

 

From: urangsunda@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Agus K "PAKUSARAKAN"
Sent: Friday, September 23, 2005 1:26 PM
To: urangsunda@yahoogroups.com
Subject: Re: [Urang Sunda] Suatu Saat, Leuweung Sancang dan Leuweung Naga Tinggal Nama

 

tah tah.. ku ayana iyeu.. khususna urang garut.. hayu jalu.... ahhhh ... urang caricing wae, ... urang piara eta sancang..... jadi inget keur budak.. mun keur diajar maenpo euy....

On 9/23/05, :: Yayan Mulyana :: <[EMAIL PROTECTED] > wrote:

Jumat, 7 Desember 2001
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0112/07/daerah/suat25.htm
Suatu Saat, Leuweung Sancang dan Leuweung Naga Tinggal
Nama


BUKAN hanya sekali ini masyarakat adat Suku Naga di
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, memprotes
penebangan hutan di sekitar daerahnya. Dan bukan hanya
sekarang masyarakat Desa Sancang di Kabupaten Garut
minta agar perambahan dan pencurian kayu di Cagar Alam
Leuweung Sancang ditindak. Namun, desakan itu ibarat
angin lalu. Bahkan mitos masyarakat Sunda yang
melindungi kedua kawasan tersebut kini sudah porak
poranda karena mereka kehilangan jati dirinya.

BERJALAN menyusuri Cagar Alam Leuweung Sancang
sekarang ini, rasanya tidak lagi berada di tengah
hutan yang selama ini dijuluki belantara keangkeran.
Dalam cerita pantun, cagar alam yang oleh penduduk
setempat sering dijuluki Leuweung Sancang itu penuh
dibalut mitos sebagai tempat pertemuan kembali Prabu
Siliwangi dengan putranya, Kian Santang, setelah lama
mengembara mencari ilmu.

Namanya juga mitos. Konon setelah menghindar lalu
meninggalkan Keraton Pajajaran di Pakuan, Bogor,
secara diam-diam, Prabu Siliwangi dan rombongan
melanjutkan perjalanan, menemui kerabatnya Kanjeng
Maharaja Dilewa yang berkuasa di Kerajaan Sancang.
Namun, ayah dan anak itu kemudian bertemu kembali
dalam dua keyakinan yang berbeda. Ayahnya tetap
bersikukuh mempertahankan kepercayaannya dengan
menganut agama Sunda sedangkan sang anak Kian Santang
sedang menjalankan tugas mengislamkan Tanah Jawa.

Kompas/her suganda
Maka untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan dengan anaknya, Prabu Siliwangi
kemudian ngahyang, berubah wujud menjadi harimau
putih. Pasukan pengiringnya yang setia menjadi harimau
berbulu loreng. Itulah sebabnya banyak simbol-simbol
di Jawa Barat menggunakan lambang harimau.

Leuweung Sancang yang dijadikan tempat persinggahan
terakhir Prabu Siliwangi, dipercaya memiliki banyak
lokasi yang dikeramatkan dan sering dikunjungi para
peziarah. Banyak kisah aneh yang dialami pengunjung,
terutama mereka yang suka berbicara seenaknya atau
menebang pohon sesukanya. Pengalaman-pengalaman itu
acapkali sulit diterima akal sehat.

Bahkan sekali waktu, mereka yang bernasib mujur akan
melihat sosok bayangan manusia berjubah putih di lepas
pantai Cagar Alam Leuweung Sancang. Kata mereka yang
mempercayai, itulah jelmaan sosok Prabu Siliwangi yang
sedang menikmati keindahan pantai Leuweung Sancang.

Percaya atau tidak, terserah.

***

MUNGKIN dan sangat boleh jadi tidak banyak yang
menyadari, mitos yang menyelimuti Leuweung Sancang
yang diwariskan nenek moyang masyarakat Sunda
sebenarnya untuk melindungi ekosistem wilayahnya.
Sikap yang sama hingga kini masih dipegang teguh oleh
masyarakat adat Suku Naga yang menempati wilayah kecil
di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya.

Dan pada kenyataannya, masyarakat adat di desa
tersebut hingga kini mampu mempertahankan kawasan
hutannya. Bahkan mereka tetap patuh dengan tidak
memasuki kawasan hutan, terutama kawasan hutan yang
disebut leuweung larangan.

Leuweung dalam bahasa Sunda berarti hutan dan larangan
berarti daerah terlarang. Kawasan itu tidak boleh
dimasuki sembarang orang, apalagi tanpa seizin kuncen
sebagai kepala pemangku adat masyarakat Suku Naga.

Akan tetapi, kearifan ekologi yang diwariskan secara
turun-temurun itu, kini tidak bisa lagi dipertahankan.
Dengar saja keluhan kuncen masyarakat adat Suku Naga,
Ateng Jaelani, yang menyatakan sudah berulang kali
minta kawasan hutan di wilayahnya tidak ditebangi.
"Kami sudah capek mengadu, tapi tidak ada tindak
lanjutnya," katanya kecewa. Sebagai ekosistem dari
tempat tinggalnya, masyarakat adat di daerah itu
khawatir, suatu saat daerahnya akan kekurangan air.
"Sejak tahun 1978, pertanian di daerah kami sering
gagal karena serangan hama penyakit," katanya.

Kawasan hutan yang dirambah, menurut Ateng, terletak
di Gunung Raja, daerah di mana terdapat situs dan
menjadi salah satu tempat ziarah masyarakat adat Suku
Naga. Daerah itu dan daerah lainnya termasuk tanah
adat. Namun, karena dianggap tanah telantar, kawasan
itu kemudian dijadikan tanah negara. Masyarakat Suku
Naga kini hanya menempati wilayah sekitar 10,5 ha, di
mana sekitar 1,5 ha di antaranya dijadikan tempat
permukiman yang jumlahnya 102 kepala keluarga.

BAHWA perambahan sekarang ini sudah membabi-buta
dibuktikan dengan perusakan Leuweung Sancang yang
dilakukan secara besar-besaran dan terang-terangan.
Tidak ada lagi mitos dan tidak ada lagi pantangan,
sehingga kawasan yang sebelumnya merupakan taneuh
karuhun yang dititipkan nenek moyangnya itu, kini
sudah menjadi tanah "harta karun" yang jadi rebutan.

Dengan berbekal gergaji mesin (chainsaw), mereka
memasuki kawasan yang dulunya penuh dengan pantangan
dan larangan. Tanpa belas kasihan, pohon-pohon yang
seharusnya dilindungi sebagai kekayaan flora dan
sekaligus faunanya itu, habis dibabat.

Di atas lahan yang sudah gundul, tanpa mengesankan
perasaan bersalah, Aki Adrah yang sudah berusia 80
tahun berusaha menggarap lahannya untuk kemudian
ditanami padi huma dan jagung. Di sana-sini terdapat
tanaman pepaya sebagai selingan.

Mantan anggota Heiho yang mengaku pernah menghadapi
tentara Australia pada Perang Dunia II itu termasuk
salah seorang perambah di Blok Cijeruk, Cagar Alam
Leuweung Sancang. "Lamun teu ngilu, engke moal
kabagian," katanya mengemukakan alasan karena takut
kehabisan lahan jika tidak ikut-ikutan merambah
seperti penduduk lainnya.

Memang tidak semua perambah kemudian menggarap lahan
hasil rambahannya. Mak Irah membeli dari penggarap
sebelumnya Rp 325.000 untuk lahan seluas 200 bata yang
kini ditanami padi huma dan jagung.

Selain menanami lahannya dengan dua komoditas
tersebut, mereka kemudian mendirikan gubuk dan bahkan
ada penggarap lainnya yang membuka warung untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga praktis,
Leuweung Sancang sekarang ini tidak lagi menyeramkan.
Tidak ada lagi yang namanya rimba raya keangkeran
karena di tengah cagar alam tersebut sudah dimeriahkan
suara radio dan televisi. Antenanya menjulang ditopang
tiang bambu.

Leuweung Sancang sudah hampir dua tahun diobok-obok.
Sementara penanggulangannya dirasakan sangat lambat,
jika tidak dikatakan hampir tidak banyak artinya.
Buktinya ?

***

SELAMA dua kali melakukan inspeksi ke kawasan itu,
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Garut
Dra Indriana Soemarto dua kali menemukan tumpukan kayu
curian yang siap diangkut. Walau dalam kunjungannya
yang ketiga kalinya bersama Dadang Sobari dari
Subseksi Wilayah Konservasi Sumedang dan Garut tidak
menemukan kayu curian, tetapi ia yakin penebangan liar
masih terus berlangsung sehingga areal kerusakan terus
bertambah.

Atoy Kuswanda dari Resort KSDA Pameungpeuk
memperkirakan tingkat kerusakan selama dua tahun
terakhir ini sudah mencapai hampir sekitar 600 ha.
Kawasan yang sebelumnya merupakan hutan primer itu,
kini sudah berubah fungsi menjadi lahan pertanian yang
digarap oleh 750 orang.

Leuweung Sancang yang terkenal angker dengan mitos
Prabu Siliwangi sebagai salah seorang Raja Sunda yang
terkenal itu, ternyata tidak mempan lagi dijadikan
penangkal perambahan yang dilakukan masyarakat.
Pohon-pohon langka yang umurnya puluhan tahun habis
ditebangi, tanpa rasa risi sedikit pun untuk memenuhi
tuntutan kebutuhan sebagai latar belakang yang sering
dikemukakan.

Akan tetapi, tindakan itu bukan hanya karena latar
belakang ekonomi semata. Dalam pandangan antropolog
Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Kusnaka
Adimihardja, mereka dilukiskan sebagai cerminan
masyarakat yang sudah kehilangan jati dirinya.
Sehingga demi kepentingan perut, mereka tidak bisa
lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram.

Sistem kapitalisme yang dijadikan etos-etos membangun
bangsa selama ini ternyata hanya diambil kulitnya
saja, yakni sifat konsumtifnya. Sehingga jalan yang
ditempuh adalah, bagaimana meraih keuntungan
sebesar-besarnya dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.

Jika ditarik ke atas, keadaan ini merupakan refleksi
sikap pemerintah juga sebagai bagian dari kesalahan
struktural masa lalu yang lebih menekankan kepentingan
jangka pendek. Memasuki era reformasi, seharusnya hal
ini memperoleh prioritas perbaikan. Tetapi, hal itu
tidak banyak terjadi, sehingga akibatnya, sistem
tersebut menghancurkan nilai-nilai lokal yang selama
ini menjadi bingkai.

Di luar Jawa, bingkai lokal itu dirusak oleh apa yang
disebut hak pengusahaan hutan (HPH). Di sini, bingkai
lokal dirusak oleh sistem aturan yang dikembangkan.
Antara lain dalam bentuk perda yang tidak
mengakomodasikan nilai-nilai lokal, sehingga
nilai-nilai lokal tersebut kehilangan maknanya dalam
kehidupan sekarang.

Oleh karena itu, ia menekankan perlu segera adanya
satu keberanian pemerintah yang didukung segenap
aparatnya dalam memulai langkah-langkah yang berani.
Tanpa hal itu ia khawatir mengingat masyarakat
sekarang sedang berada dalam kebimbangan, karena
mereka tidak punya lagi pegangan-pegangan. (Her
Suganda)



___________________________________________________________
How much free photo storage do you get? Store your holiday
snaps for FREE with Yahoo! Photos http://uk.photos.yahoo.com


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/0EHolB/TM
--------------------------------------------------------------------~->

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/






Yahoo! for Good
Click here to donate to the Hurricane Katrina relief effort.

Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id




SPONSORED LINKS
Corporate culture Business culture of china Organizational culture
Organizational culture change Organizational culture assessment Jewish culture


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke