Baraya, ieu editorial ti koran Media Indonesia dinten ieu,
perkawis Indonesia nu pikasieuneun, komo panginten kanggo baraya
anu ayeuna aya di Luar Negeri mah. Artikelna nyanggakeun!

Wajah Seram Indonesia


WAJAH Indonesia berubah total akhir-akhir ini. Di era Orde Baru,
wajah Indonesia ditampar-tampar oleh negara demi keamanan dan
pembangunan. Sekarang, di era reformasi wajah Indonesia
digebuk-gebuk oleh rakyatnya sendiri atas nama demokrasi.

Kita sekarang muncul sebagai bangsa yang gaduh. Apa saja yang
dirasa tidak sesuai dengan pikiran individu atau kelompok
diributkan, entah di parlemen, entah di jalan-jalan. Di parlemen
hampir setiap minggu kita mendengar tentang ancaman angket dan
interpelasi. Di jalan raya demonstrasi oleh warga dan anggota LSM
tidak pernah putus.

Pekan-pekan ini, citra Indonesia tidak lagi sekadar bangsa yang
gaduh. Demonstrasi menentang PT Freeport di Papua yang berujung
kematian tiga anggota Polri dan satu TNI, pembakaran kamp milik
PT Newmont di NTB, dan disusul sekarang dengan aksi-aksi
menentang Exxon di Blok Cepu, memperburuk wajah kita. Indonesia
tidak lagi bangsa yang gaduh, tetapi anarkistis. Bangsa yang
tidak menghargai perjanjian dan komitmen.

Para elite bangsa sekarang tenggelam dalam keyakinan superkuat
seakan-akan Indonesia begitu hebatnya sehingga tidak memerlukan
lagi orang-orang di bagian dunia yang lain. Setiap hari kita
memaki, mengecam, mengusir, dan merusak.

Padahal, sesungguhnya Indonesia sangat miskin dan lemah. Kita
membutuhkan modal, keahlian, dan teknologi. Semua ini hanya bisa
diperoleh apabila kita menampilkan wajah yang menawan dan
bersahabat. Tidak wajah garang yang selalu mengepal tinju dan
menghunus pedang.

Kalau ditanya, apa tujuan utama kita sebagai bangsa pada saat
ini? Jawabnya berbeda-beda. Pemerintah mengatakan memerangi
kemiskinan dengan mengundang investasi asing maupun domestik
sebanyak-banyaknya. Petinggi partai, mungkin jawabnya adalah
perang terhadap korupsi. Rakyat mungkin menjawab harga kebutuhan
pokok yang murah.

Indonesia incorporated yang sering didengungkan belum terwujud
dan tidak pernah mau diwujudkan secara sadar oleh bangsa ini.
Elite-elite bangsa yang pernah belajar demokrasi di negara lain,
ketika kembali ke Indonesia mengadvokasi anarkisme atas nama
demokrasi. Mulut berbicara tentang persahabatan global, tetapi
tangan memukul dan kaki menendang. Mulut mengundang, tangan dan
kaki mengusir.

Secara teoretis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dipilih
oleh mayoritas warga bangsa melalui pemilu langsung, memiliki
modal cukup untuk menetapkan semangat bersama sebagai bangsa. Di
level elite partai-partai yang ada, sebagian besar merupakan
anggota koalisi. Seharusnya ada perpaduan irama tentang semangat
bangsa antara pemerintah dan elite politik di partai-partai.

Tidak bisa kita mencoreng wajah dengan tiap hari berteriak
tentang pengusiran Freeport, Newmont, dan sekarang Exxon. Para
elite jangan membakar semangat bunuh diri rakyat yang tidak
berdosa.




Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke