punten baraya sadayana.... yeuh... iyeu g ti milist tatanggaan .... 
maaf teu disundakeun.... mugi2 aya mangpaatna ku sadayana... 


hatur nuhun
iman 

----------------------------------------------------------
- One photo out of focus is a mistake, ten photo out of focus are an 
experimentation, one hundred photo out of focus are a style. -Anonymous
http://www.photoblog.com/oeddeen


----- Original Message ----- 
From: Firman ABT 
To: undisclosed-recipients: 
Sent: Wednesday, December 12, 2007 09:51
Subject: [Fwd: Fw: Bocoran...dari milis sebelah [Fenomena kemurtadan]]


Film FTV Natal Kristenisasi

Rabu, 12 Des 07 07:56 WIB

Assalamualaikum

Ustad yang terhormat, saat ini di eramuslim ada berita dengan judul 
"Matikan TV Pada Sabtu, 15 Desember 2007 Sore!", isinya mengajak umat 
Islam untuk tidak melihat film ini.

Untuk masalah ajakannya saya sendiri tidak mempermasalahkan dan 
mendukungnya, tetapi ada sesuatu yang mengganjal karena penulis 
menambahkan kalimat

"Atau bagi yang tetap penasaran menonton, sebaiknya jangan lepas dari 
wudhu selama menonton film ini agar terhindar dari ‘Kuasa Gelap’ dan 
dilindungi oleh Allah SWT",

Kalimat tersebut menyiratkan ada "kekuatan gelap" yang akan menggoyahkan 
hati orang-orang Islam.

Bukankan kita sebagai orang Islam tidak perlu takut, karena Allah SWT 
yang akan melindungi orang-orang yang beriman. Apakah mungkin ritual 
khusus yang dilakukan untuk Film tersebut bisa mempan?

Menurut saya, sekarang mungkin malah banyak orang Islam yang penasaran 
ingin melihat Film tersebut, karena sudah diberitakan di eramuslim 
bahwaada sejenis Film di Indiaseperti yang akan diputar di stasiuntv di 
Indonesia telah berhasil memurtadkan jutaan orang-orang Hindu.

Menurut ustadz sendiri bagaimana sebaiknya?

Terima Kasih.

Faiz
Jawaban

Assalamu 'alaaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Inilah problematika berat yang selalu saja dihadapi umat Islam. Maju 
kena dan mundur pun kena juga. Jadi serba salah. Diperingatkan salah 
tidak diperingatkan juga bisa salah.

Kalau memang benar informasi yang ditulis oleh entah siapa sumbernya dan 
kini beredar banyak di milis dan email termasuk di eramuslim, maka kita 
memang harus tanggap untuk menghindarinya. Tapi kalau kurang cermat 
menanggapinya, dan bahkan terkesan panik, justru 'kepanikan' kita malah 
bisa menjadi iklan murahan sekaligus 'iklan gratisan' buat film 
tersebut. Maka setiap orang justru penasaran untuk melihatnya.

Cobalah renungkan, bukakah selama ini tidak ada sebuah film di TV yang 
belum lagi diputar tapi sudah bikin heboh? Dan khususnya menghebohkan 
jagad dunia maya muslim Indonesia.

Kami sendiri sudah menerima peringatan ini dalam bentuk email, entah 
siapa yang mengirimnya, sejak lama. Saat membuka isi email itu, terus 
terang kami sama sekali tidak tertarik untuk membacanya, apalagi untuk 
melihat filmnya. Kesan yang muncul pertama, email ini memang sebuah 
iklan gratis.

Apalagi kami tidak pernah tertarik untuk menonton acara begituan di 
layar TV. Dan menurut hemat kami, umat Islam yang melek agama, pastilah 
tidak akan menontonnya. Ngapain nonton film begituan?

Efek Psikologis Peringatan

Satu hal yang jadi pertimbangan kita adalah kenyataan bahwa otak kita 
tidak bisa diperintah dengan terbalik, bisanya lurus.

Kita bisa melarang orang untuk tidak memakan suatu makanan. Tapi kita 
tidak bisa melarang orang untuk membayangkan makanan itu. Kita bisa 
bilang jangan minum khamar, tapi kita tidak bisa melarang orang 
membayangkan khamar.

Contoh lain, kalau kita larang seseorang untuk membayangkan gajah di 
dalam benaknya, apalagi dengan bombastis, maka orang itu justru malah 
akan membayangkan gajah di benaknya. Padahal kita sudah teriak-teriak, 
"Jangan bayangkan gajah, jangan bayangkan gajah." Eh, ternyata orang itu 
malah membayangkan gajah di benaknya.

Kalau ada film heboh, lalu kita teriak-teriak, "Jangan tonton, jangan 
tonton."
Maka yang terjadi orang malah antri mau nonton. Itulah aspek psikologis 
karakter penonton kita. Dan kita tidak mau orang malah jadi menonton 
film itu justru karena peringatan dari kita.

Unsur Magis

Terus terang kami 100% tidak percaya kalau dikatakan film itu mengandung 
unsur magis atau sudah dirasuki setan, sehingga yang melihatnya akan 
kemasukan setan dan jadi tersesat.

Dan kalau kita cermati, tanpa harus dilakukan penyusupan setan secara 
ghaib di film itu pun, sebenarnya nyaris semua acara TV di negeri kita 
sudah berisi 'setan' yang sesat dan menyesatkan.

Cobalah bayangkan, bukankah infotainment yang isinya zina, cerai, 
selingkuh, mabuk, ditangkap karena narkoba atau pejabat yang ketahuan 
berzina di hotel merupakan acara yang sesat dan menyesatkan? Tapi kok 
malah tetap ditonton? Ini kan namanya sihir yang nyata.

Bukankah acara film dan sinetron yang isinya remaja SMP dan SMU berzina, 
pacaran, selingkuh merupakan acara yang sesat dan menyesatkan? Tapi yang 
nonton semakin hari semakin banyak. Bukankah ini juga merupakan bentuk 
sihir abad 21?

Bukankah film setan, horor, hantu dan ilmu-ilmu ghaib bukan program yang 
sesat dan menyesatkan? Bukankah semua itu berisi nilai-nilai yang penuh 
madharat serta merusak fikrah dan aqidah? Tapi kenapa orang-orang tetap 
setia menontonnya sampai subuh? Bukankah ini juga bentuk sihir?

Bagaimana tidak sesat kalau pogram sampah seperti itu setiap hari 
diputar, sejak adzan shubuh berkumandang sampai terbit matahari lagi, 
isinya cuma urusan syirik, fitnah dan maksiat?

Sebuah sinetron sebenarnya sudah dianggap merasuki setan dan mengadung 
'sihir', ketika para pemirsanya bisa dibuat tidak mau beranjak dan 
merasakan ketergantungan untuk selalu terus menonton. Padahal isinya 
cuma berputar-putar tidak jelas, apalagi sepanjang sinetron itu tidak 
pernah sepi dari maksiat, pacaran, zina, hamil di luar nikah, fitnah, 
perpecahan keluarga, anak yang memaki ayah dan ibunya dan segudang 
kesesatan parah lainnya.

Jelaslah sinetron seperti itu merupakan sihir abad 21, yang sebenarnya 
jauh lebih parah dan lebih berat dari pada sekedar menonton film misionaris.

Peringatan Tetap Dibutuhkan, Tetapi...

Tapi lepas dari semua itu, kita ucapkan terima kasih atas peringatan 
yang diberikan. Sebenarnya sebagai muslim yang baik, tanpa harus diberi 
peringatan pun pasti kita sudah tidak akan menonton acara yang isinya 
hanya kegiatan dan ajakan misionaris. Apalagi kalau isinya sesat dan 
menyesatkan.

Hanya yang perlu kita cermati adalah efek heboh yang sebenarnya malah 
menjadi kampanye terselubung. Dan agaknya sisi ini tidak salah kalau 
kita pertimbangkan. Mengingat karakteristik para masyarakat pemirsa dan 
konsumen kita suka latah dan penasaran kepingin tahu.

Misalnya, ada berita di suatu kampung ada kucing berkaki tiga. Lalu 
tiba-tiba orang berduyun-duyung datang untuk sekedar menonton. Maka si 
kucing berkaki tiga pun ngetop di seantero jagad raya. Bahkan masuk TV 
segala.

Terus, kemarin Indonesia dihebohkan dengan terbitnya majalah Playboy 
Indonesia. Beragam caci maki dilontarkan kepada penerbitnya. Tapi di 
sisi lain, penjualan majalah ini pun sukses besar karena langsung ludes 
dibeli orang. Padahal sebelumnya sudah banyak majalah yang lebih porno 
dari Playboy beredar di pinggir jalan dan dijual bebas. Tidak ada yang 
beli. Tapi begitu pakai nama Playlboy, langsung balik modal dan untung 
besar.

Jadi yang harus kita waspadai adalah efek domino dari peringatan ini. 
Jangan semakin kita hebohkan, yang nonton malah semakin banyak. 
Akibatnya, peringatan yang kita buat malah menjadi iklan gratis atas 
film ini.

Padahal mimbar agama Islam yang diputar subuh di beberapa TV kita, 
nyaris sepi dan tidak ada yang nonton. Sungguh sangat ironis bukan?

Apakah TV Haram?

Mungkin nanti ada yang bertanya, kenapa tidak kita haramkan saja 
televisi? Kan isinya kemungkaran semua.

Kita masih perlu diskusi lagi untuk masalah ini, dan bukan kita harus 
mengharamkan total dari menonton TV. Hanya saja secara tidak langsung, 
semakin kita banyak menonton TV, kita harus semakin cerdas untuk memilah 
dan memilih.

Sebagai muslim kita harus punya filter ganda untuk bisa dengan sehat 
aqidah dan sehat fikrah menonton televisi. Sebab TV kita ini sudah 
kebanyakan racunnya dari pada gizinya. Ibarat orang makan kepiting 
rebus, kebanyakan tulang, kulit dan durinya dari pada dagingnya. Untuk 
memakannya agak merepotkan.

Dan mengharamkan TV tidak sesederhana itu memang. Sebab semakin 
diharamkan, maka orang akan semakin banyak nonton. Kembali kepada teori 
psikologis konsumen di atas.

Terus Apa?

Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana umat Islam yang konon 
ada 200 juta di negeri ini bisa memproduksi tayangan TV yang bermanfaat, 
bebas syirik dan maksiat.

Kalau untuk memiliki stasiun TVsendiri masih ilusi, setidaknya kita 
harus bisa membuat program tayangan TV sekaligus pemasang iklannya. Atau 
setidaknya ada dana wakaf umat untuk kita bisa membeli slot di jaringan 
TV swasta dan pemerintah. Jadi bisa tampil tanpa iklan.

Tapi biasanya, kalau diskusi sudah sampai di sini, maka para tokoh 
muslim akan terdiam, suasana akan hening. Karena dari dulu tidak pernah 
ada yang terealisasi dari program yang masih berupa mimpi itu.

Terus terang saja, kita selama ini lebih suka bikin ormas atau bikin 
partai dari pada memikirkan sudut yang satu ini. Padahal kita semua 
sudah ber-ijma' bahwa media massa adalah wilayah yang mutlak harus 
dimiliki demi tegaknya dakwah Islam. Tapi sekian ormas dan partai Islam 
yang anggotanya menjejali gedung wakil rakyat, tidak satu pun yang sudah 
merealisasikan program ini.

Kalau ditanya mengapa, jawabannya klasik sekali, coba kita bertanya pada 
rumput yang bergoyang. Capek deh!

Hikmah

Hikmah yang bisa kita petik dari rencana kalangan misionaris memutar 
film itu di TV adalah ini merupakan sebuah cambuk buat kita umat Islam. 
Pertanyaannya sederhana, apa yang sudah kita kerjakan di dunia pers, 
khususnya televisi?

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc


Kirim email ke