tah penjelasan ti pak ustad ieu mah jentre pisan. Nuhun pisan atuh

--- On Wed, 9/3/08, H Surtiwa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: H Surtiwa <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [Urang Sunda] BEBASKAN RUMAH MUSLIM DARI ASAP ROKOK!
To: urangsunda@yahoogroups.com
Date: Wednesday, September 3, 2008, 11:42 PM







Ha ha ha eta nyandak babauan ka masigit....eta leres pisan...sapagodos cutatan 
yen kangjeng nabi  urang teh telaten dina soal ieu..nepi ka nagnjurkeun urang 
eh kedah seungit supados ulah nganganggu batur..hade pisan jungjungan urang 
teh...Tapi ari abdi di bumi sok rada seuseungitan. .eta si Ambu sok 
neteg.."aduh..rek kamana ieu...aya naon.." Supados lengkap abdi nyutatakeun 
bacaasn asnu rada moderate ti "eramuslim"...
 

Assalamua'laikum warohmatullahi wabarokatuh.
Buat Ustadz, saya ucapkan terima kasih kerana sudi menerima pertanyaan saya ini.
Mohon sekali agar ustadz menjelaskan hukum dan kedudukan rokok dalam pandangan 
syariah. Sebab saya bingung sekali. Seorang teman dengan tegas sekali 
menyebutkan bahwa rokok itu haram. Namun banyak sekali ustadz dan kiayi yang 
saya lihat mata kepala sendiri, mereka asyik menyedot rokok, bahkan di dalam 
pengajian.
Maka wajar dong kalau saya bingung, mana yang benar nih? Yang satu bilang 
haram, tapi yang lain asyik merokok. Barangkali ustadz bisa menjelaskan duduk 
masalahnya.
Jazakallahu khairan kathiira. Wassalamua'laikum warohmatullah.
Mujahid_fillah85
mujahid_fillah85
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Masalah hukum keharaman rokok adalah masalah ikhitlaf, di mana para ulama tidak 
secara menyeluruh mengharamkannya, juga tidak secara menyeluruh menghalalkannya.
Halal dan haramnya rokok yang menjadi titik perbedaan ulama terjadi karena 
banyak faktor. Misalnya masalah benda yang disebut rokok itu sendiri. Ternyata 
rokok yang diperdebatkan hukumnya, terdiri dari banyak jenis. Setiap ganti 
generasi, rokok pun ikut berganti.
Di masa lalu, rokok adalah tembakau yang dibakar dan asapnya dihisap. Efek yang 
langsung dirasakan di masa lalu adalah sekedar bau mulut. Saat itu belum ada 
penelitian lebih dalam tentang efek negatif rokok buat kesehatan. Tidak seperti 
sekarang, para ahli telah menemukan bahwa dalam sebatang rokok ternyata 
terkandung tidak kurang dari 200 jenis racun yang amat berbahaya.
Di masa lalu, orang-orang belum tahu bahwa ada ancaman kesehatan yang sangat 
serius dalam sebatang rokok. Sehingga umumya tidak ada yang menulis bahwa rokok 
haram hukumnya. Maka pemandangan yang sering kita lihat sangat signifikan, di 
banyak wilayah, para ustadz, kiyai, pimpinan pondok pesantren, bahkan tokoh 
agama, banyak yang masih asyik mengepulkan asap rokok, bahkan termasuk ketika 
acara pengajian dan keagamaan.
Rupanya, dalam kitab fiqih mereka, rokok tidak sampai diharamkan, melainkan 
hanya sampai makruh.
Lho kok bisa? Bukankah rokok itu berbahaya dan mematikan? Mengapa hanya 
dihukumi makruh saja? Mengapa tidak sampai haram? Apakah para ustadz dan tokoh 
agama itu tidak punya otak?
Mungkin kita dengan cepat akan segera berpikir demikian. Tetapi sabar dulu, 
jangan terburu nafsu untuk memvonis mereka sebagai orang yang kurang perhatian 
terhadap masalah halal dan haram.
Ada baiknya kita melakukan riset kecil-kecilan. Begini, coba perhatikan jenis 
atau bentuk rokok di masa lalu. Ternyata benda yang disebut rokok di masa lalu 
sedikit berbeda dengan rokok di masa sekarang. Perhatikan rokok yang asyik 
disedot oleh simbah-simbah kita di desa, mereka ternyata meracik sendiri dan 
melinting sendiri. Terkadang, tembakau mereka bungkus dengan daun bambu (kaung) 
untuk dijadikan rokok.
Menurut sebagian dokter, ternyata yang sangat berbahaya dari sebatang rokok itu 
justru kertas pembungkus rokok. Karena kertas itu terbuat dari unsur-unsur 
kimiawi, salah satunya adalah tar. Tar inilah yang sangat berbahaya, bahkan 
jauh lebih berbahaya dari tembakaunya sendiri yang mengandung nikotin..
Tembakau, menurut sebagian ahli, meski mengandung nikotin, namun bila dihisap 
dengan kadar tertentu, tidak terlalu berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, 
para penghisap cerutu, umumnya lebih aman dari resiko bahaya kesehatan, 
ketimbang para penghisap rokok. Bahkan pada beberapa segi, daun tembakau 
berguna untuk kesehatan dan kekuatan gigi. Ingat, nenek-nenek di desa dan 
kebiasaan mereka makan sirih dan tembakau.
Dengan kenyataan jenis rokok di masa lalu yang tidak mengandung tar dan 
cenderung berbeda dengan rokok di zaman sekarang yang mengandung 200 jenis 
racun berbahaya pada kertasnya, maka wajar sekali bila fatwa rokok di masa lalu 
berbeda dengan fatwa rokok di masa sekarang.
Umumya para kiayi dan ustadz yang hobi merokok masih terpaku dengan fatwa 
makruh tentang rokok di masa lalu, yang memang resiko bahaya kesehatannya jauh 
di bawah resiko kesehatan pada rokok zaman sekarang. Sayangnya, yang mereka 
hisap saat ini adalah rokok dengan kandungan racun yang sudah sangat berbahaya. 
Seharusya, kalau mereka ingin mengatakan bahwa hukum rokok itu sekedar makruh, 
karena membuat mulut berbau, yang mereka hisap adalah rokok lintingan khas masa 
lalu. Tanpa 200 jenis racun yang berbahaya. Bukan rokok zaman sekarang yang 
jelas-jelas beresiko terhadap kesehatan, seperti paru-paru, jantung dan lainnya.
Maka fatwa tentang rokok ini harus dilengkapi dengan jenis rokok dan bahayanya, 
agar kita bisa mendudukkan perkaranya secara lebih tepat. Mengingat tidak ada 
satu pun dalil yang sharih (eksplisit) dan shahih (valid) dari perkataan, 
perbuatan atau taqrir Rasulullah SAW tentang najisnya rokok. Rokok jelas bukan 
benda najis. Kalau lah rokok itu diharamkan, semata-mata bukan karena sifat 
najisnya, tetapi karena kandungan racunnya yang sangat berbahaya.
Namun kalau ada benda yang dinamakan sebagai rokok, tetapi tidak mengandung 
racun yang berbahaya, maka tidak ada illat untuk mengharamkannya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Ahmad Sarwat, Lc

 
On 9/3/08, Kumincir Wikidisastra <[EMAIL PROTECTED] .or.id> wrote: 






Eh, sanes ka Abah maksad abdi mah... Anu dimaksud 'nu kitu wae teu ngarti' teh 
eta jinisna anu resep babauanana dibawa ka masigit.


On Wed, Sep 3, 2008 at 2:35 PM, H Surtiwa wrote:






Muhun abdi mah sagala teu ngarti ..komo eta nguping emam bawang atah sareng 
emam jengkol oge sanes makruh..malah cenah difatwakeun haram..teras wae abdi 
komentar kana bau kelek....



On 9/3/08, Kumincir Wikidisastra wrote: 






Masalah bau kelek mah saleresna etika, anu dina Islam oge dipikawanoh. Hese 
geuning nya diajak nyonto ka Kanjeng Nabi teh... Anjeunna mah tong boro nepi ka 
bau kelek, ceuk cenah mah malah resep pisan kana seuseungitan. .. Bade dibahas 
ku MUI/kumaha aliranana? Beu asa kabina2, nu kitu wae teu ngarti....
 

 














      

Kirim email ke