Catatan Dari Meja Nusa Dua Dan Café Bandar [25]
 
 
KE KATINGAN!   
KATINGAN : PANGGILAN PULANG DARI SEORANG  IBU KEPADA  ANAKNYA.  
 
7.
 
orang zaman ini, o, mama-amang, dayak zaman ini
bisakah masih mereka memekikkan lahap membuat segala terkesiap
mampukah masih mereka manakir menumiti bumi, menjadi anak dayak
ataukah hidup sudah menjadi penjara membunuh segala hakekat?
 
***
 
Tangsi Batalion yang disebut sebagai "penjamin keamanan" Palangka Raya sudah 
jauh di belakang taksiku. Tapi ancaman militerisme masih seperti kayau 
berkeliaran dengan mandau-mandau bermata putih mengkilap  dan siap menyergap di 
setiap tikungan menunggu kelengahan.  Pernah di hadapan kesewenang-wenangan dan 
kepongahan militerisme yang kusaksikan di Kalteng, karena sudah tak tahan,  aku 
mengambil resiko menulis di koran-koran utama Palangka Raya agar Brimob dan 
tentara enyah dari Kalteng! Sejarah Kalteng menunjukkan bahwa orang Dayak 
sanggup menjaga keamanan mereka sendiri tanpa brimob dan tentara.  Pendekatan 
"keamanan dan stabilitas nasional" hanya menimbulkan petaka untuk Kalteng.  
Kalau mau tetap di Kalteng, jadilah tentara dan Brimob yang republiken dan 
Indonesia. Jangan jadi "kayau" berseragam. Dayak dan sistemnya jauh lebih tua 
usianya dari Republik Indonesia yang ditafsirkan sebagai NKRI sentralistik dan 
dalam praktek sering jadi garong dan pembunuh "legal". Republik dan
 Indonesia sebagai serangkaian nilai masih harus ditegakkan. 
 
Barangkali aku tidak sempat melihat terujudnya Republik dan Indonesia ini, tapi 
aku harapkan , Meldiwa, kau anakku, bisa jadi perempuan "mamut menteng pintar 
harati" turut andil mewujudkan rangkaian nilai yang kukira masih tanggap dan 
aspiratif.  Dalam tradisi Dayak, perempuan pun turut berperang karena itu di 
pegunungan Schwaner-Müller [nama kolonial yang patut dihapus!] dikenal adanya 
"Bawi Kayau" [Perempuan Kayau]. Perempuan, Nak, sering lebih gagah dari lelaki 
dan lelaki sering konyol. Aku tidak ingin, Nak,  kau jadi budak lelaki, apalagi 
lelaki konyol.
 
Sejak itu, dari sumber tertentu yang layak dipercayai kuketahui bahwa saban ada 
unjuk rasa dan kegiatan pembangkangan di Palangka Raya, namaku serta-merta 
disangkut-pautkan.  Kabar angin juga mengatakan bahwa ada niat melenyapkan aku 
secara fisik. Dan memang telah terjadi ketika membawa jip Jimmy di sebuah jalan 
protokol, dari belakang ada usaha menabrakku . Mujur, aku bisa mengendalikan 
kendaraanku yang tidak pernah kularikan terlalu kencang, karena dari kaca spion 
aku sudah melihat gejala tidak senonoh dari mobil Kijang yang meluncur laju di 
belakangku. 
 
Ketika kepada saudara-saudara kandungku hal ini kuceritakan, mereka pada ngakak:
 
"Mana mungkin mereka membunuh Kakak dari belakang. Almarhum ayah mengatakan 
kepada kami, orang akan sia-sia membunuh Kusni dari belakang".
 
Aku diam tidak berkomentar sepatah pun untuk menghormati kepercayaan mereka. 
Sedangkan ketika aku diinterogasi tiga hari  berturut-turut oleh Polda, 
orang-orang Katingan, sungai asalku, sudah berpikir untuk menyerbu Polda. 
Mendengar rencana ini, dengan keras  kukatakan pada mereka:
 
"Jangan bertindak goblok! Aku bisa menghadapi mereka sendiri. Aku tidak, paling 
tidak belum, memerlukan kekerasan untuk membela diriku. Terimakasih atas 
kasihsayang kalian yang tulus. Tapi untuk menghidupi dunia sekarang ini bukan 
hanya memerlukan keberanian, tapi juga keniscayaan cerdik dan pintar. Kalau 
tidak kita akan melakukan bunuh diri secara tidak sadar. Yang diwariskan oleh 
leluhur kita bukan hanya "mamut-menteng" tapi "mamut-menteng pintar harati" 
bukan "mamut menteng mameh ureh" [gagah berani dan  urakan]. Tunjukkan kepada 
dunia, apa-siapa Dayak itu sesungguhnya! Apa-siapa Dayak kekinian itu!" 
 
Orang-orang Katingan yang mencintaiku itu mendengar ucapanku itu dengan tertawa 
geli.
 
"Dari kecil dulu sampai sekarang ia tidak berobah", kudengar mereka cekikan. 
Mereka kulirik dan  mereka makin cekikikan lalu beberapa mereka kulempar dengan 
kerikil kecil yang membuat mereka ngakak. 
 
"Jauh-jauh merantaui benua orang, Katinganmu masih juga tidak hilang dari 
dirinya", ujar salah seorang mereka. "Bentuknya saja yang berbeda".
 
Pandangan di atas pun kuucapkan di depan pasukan-pasukan khusus [pasus] Dayak 
yang baru keluar dari "medan perang" konflik etnik tahun 2000 .  Aku tidak 
peduli mereka marah, dan aku siap menghadapi kemarahan mereka. Tapi ternyata 
yang menyambut kata-kataku itu adalah tepuk tangan dan lahap. Ketika turun dari 
mimbar, saat mendatangi guna menghormati Ignas Kleden yang juga hadir pada 
waktu itu. Ignas berkata menyambut tanganku:
 
"Aku sudah dengar pidato Anda". 
 
Aku tak tahu apa yang Ignas maksudkan dengan kata-katanya dan aku tidak mau 
tahu akan apa yang ia maksudkan karena urusan Tanah Dayak yang sedang terbakar, 
pertama-tama adalah urusan penduduk daerah ini. Ignas hanya peninjau beberapa 
hari. Tidak banyak yang bisa diharapkan dari seorang peninjau betapa pun besar 
simpatinya bahkan empatinya.  Peninjau berada di luar gejolak.
 
Dari sumber tertentu pula kuketahui bahwa ada pihak berpengaruh kuat di 
Palangka Raya ketika  mengetahui adanya ancaman fisik  demikian padaku 
memperingati pihak-pihak yang tak senang:
 
"Langkahi dulu bangkaiku sebelum  menjamah JJ". 
 
Seumur hidup aku tidak akan melupakan pembelaan dan perlindungan tokoh ini dan 
saban ke Kalteng aku selalu menelponnya isyarat bahwa ia ada di hatiku selalu. 
Ketika tahu aku harus meninggalkan Kalteng, ia memanggilku. Pada kesempatan ini 
kukatakan:
 
"Aku kalah di pertempuran sekarang, tapi perang belum selesai. Kekalahan di 
satu pertempuran bukanlah berarti kekalahan di perang!". 
 
Tokoh penting ini hanya menatap lurus ke mataku. Tajam! Dan menggengam tanganku 
erat-erat. Jika kupikir-pikir, barangkali diam tak banyak bicara dan lebih 
banyak bicara dengan bahasa tubuh, adalah salah satu ciri manusia Dayak. Aku 
pun meninggalkannya tanpa sepatah kata dan tidak mau berpaling ketika langkah 
sudah kuayun.
 
 
Semangat ini pulalah yang ada pada kata "isen mulang" dan "lawung bahandang" 
[ikat kepala merah] jika dikenakan oleh orang Dayak yang berangkat "perang".  
Merah adalah warna darah dan darah sangat sakral bagi manusia Dayak. "Lawung 
bahandang" adalah ketetapan merampungkan misi yang hanya menyisakan dua 
pilihan: hidup atau mati. 
 
Di lingkungan begini masa kanak kulalui dan diasuh. Terutama oleh masa perang 
gerilya melawan dan mengenyahkan Belanda. Hutan, sungai, gunung, laut, ombak 
dan perang gerilya melatarbelakangi masa bocahku. Wajah dan tatapan Atak dan 
Tahak, gerilyawan yang tertanggkap dan diikat di tiang lalu ditendang sesuka 
hati oleh serdadu KNIL masih membekas di ingatanku. Mereka tidak bergeming, 
tahu makna resiko suatu pilihan. 
 
Tatapan mereka sama dalam  membekasnya dengan pandangan Meldiwa, anakku, ketika 
melepaskan aku di bandara untuk pergi  jauh. Tatapan Atak-Tahak dan Meldiwa 
adalah tatapan berapi dan menagih janji. Tak sepatah kata diucapkan kecuali 
pandangan mata mencari hatiku. Bahasa tubuh seperti ini kurasakan jauh lebih 
kuat daripada kata yang sering tidak bisa kita bela.  
 
Tatapan mencari hati kurasakan sebagai puisi sangat puitis.Sederhana tapi sarat 
makna, tanpa menggubris kaidah-kaidah puisi yang diteoritisasikan oleh para 
pakar atau yang gagah-gagahan menyebut diri  penyair tapi kata-kata dan 
pernyataannya compang-camping bagai pakaian tua yang lusuh. Sedikit saja 
dipegang sanggahan dan beberapa data sebenarnya, ia sudah koyak. Puisi dan esai 
yang lepas dari kehidupan -- jika ada! -- tidak lain dari pakaian tua yang 
lusuh. Anehnya sementara pemred masih saja ada yang kurang cermat dengan data 
para wartawannya, menduga apa yang ditulis para wartawannya sudah akurat.
 
Oleh cahaya bulan warna tembaga di atas dedaunan yang menyuluhi jalanku 
bagaikan "sahaewan tajahan", "obor para dewata", aku tahu sekarang kendaraanku 
sedang berada di daerah  pariwasata Danau Tahai, kecamatan Tangkiling, masih 
dalam wilayah Kotapraja Palangka Raya.  
 
Sejenak aku mengukur berapa sudah jarakku secara geografis riil dari Nusa Dua 
dan Café Bandar . Saat itu kulihat ada bayangan wajah warna bulan datang 
menyapa menatapku. Hanya menatap dan tersenyum! Sebuah suara amat kuhapal 
kudengar mengiang: "Senyumlah selalu untukku!"
 
"Mari ke Katingan!" jawabku di antara deru perjalanan malamku ke Kasongan. Ya, 
esok dan hari-hari lusa atau pun tubin kusongsong dengan senyum sebagai 
keniscayaan pesan. Lebih dari itu kuyakini sudah!  *** 
 
Paris, Oktober 2005.
----------------------------
JJ.Kusni.
 


Send instant messages to your online friends http://asia.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke