*IBRAHIM ISA dari BIJLMER*

*---------------------------------*

*31 Oktober 2005.*


*"1965-The Forgotten Holocaust of Indonesia"-*

*<Seminar Sehari, 28 Okt'05 di Gedung IISG, >*

*< 2 >*

*Masih sekitar penggunaan nama “HOLOKOS”, atau . . .*


Dalam diskusi di IISG pada tanggal 28 Oktober itu: Paling tidak ada 
*tiga masalah* yang menjadi perhatian peserta seminar:


Pertama: Apa sebabnya sampai saat ini mantan Presiden SUHARTO MASIH 
BELUM DIAJUKAN KE PENGADILAN?


Kedua: Ternyata ada keterlibatan sementara psikolog Belanda dalam 
Tragedi 1965, yaitu mengadakan kerjasama dengan KOPKAMTIB.


Ketiga, bagaimana selanjutnya dengan masalah "1965, HOLOKOS INDONESIA 
yang DILUPAKAN. Apa yang harus dikerjakan? Masalah-masalah ini akan 
dibicarakan kemudian.


* * *

Pagi ini, penulis membaca tanggapan dari Djoko Sri Moeljono, <-- seorang 
korban peristiwa 1965. Ia ditangkap sejak 1965, lalu dibuang ke pulau 
Buru sampai tahun 1978. Djoko Sri Moeljono adalah insinjur tamatan 
Institut Baja dan Alloy, Moskow --->, terhadap diskusi yang terjadi pada 
Seminar Sehari di IISG pada tanggal 28 Oktober y.l. Yang diperdebatkan 
adalah mengenai kata apa yang paling sesuai dipakai, untuk menggambarkan 
pembantaian masal, pelanggaran HAM tebesar di Indonesia dalam 
tahun-tahun 1965-66-67.


Tanggapan Djoko Sri Moeljono, penting, karena muncul dari seorang 
eks-tapol, seorang eks tahanan Pulau Buru. Penuturkan dari pengalaman 
sendiri yang langsung, selama bertahuntahun, punya kesan yang lain. Juga 
penting untuk mendengar kritik eks-tapol terhadap pemerintah dewasa ini, 
yang masih saja bungkam mengenai HOLOKOS 1965 di Indonesia.


Berikut ini uraian yang diberikan oleh Djoko Sri Moeljono, sbb:


*DJOKO SRI MOELJONO: *

*-------------------*

*PEMBANTAIAN 1965*

Bagiku tidak penting,apakah akan disebut "holokos"- "masaker" atau 
"genosida" – intinya sama, penghilangan nyawa orang secara 
besar-besaran. Bagi kami yang jadi korban G-30-S tentunya mengharapkan 
pada suatu saat ada pengakuan dari pemerintah bahwa telah terjadi 
pelanggaran HAM dalam skala raksasa, sangat berat dan sedikitpun belum 
tampak adanya niat pemerintah maupun pihak luar untuk menelusuri hal 
ini, kecuali dari pihak yang bersimpati dan mungkin tidak punya kekuatan 
untuk menekan. Seorang PM Rafik Hariri dibunuh dengan ledakan bom 
seluruh dunia terhenyak dan dibentuklah Komisi Penyelidik PBB.Dan seka 
rang Suriah jadi korban tuduhan sepihak demi kepuasan seorang Bush. Pada 
tahun 1965 terjadi pembantaian bukan satu orang PM, tetapi ratusan ribu 
orang dari tingkat menteri sampai rakyat jelata, saat itu tidak 
seorangpun dari negeri "jagonya HAM dan demokrasi" Amerika Serikat 
tersentuh hatinya untuk menyuarakan penyelidikan? Mungkin mereka disono 
sedikit banyak menyesal,mengapa harus begitu banyak korban jatuh? Aku 
yakin,pada tahu=tahun itu di Amerika sono ada juga seorang "Bush lain" 
yang menginginkan lenyapnya Soekarno plus PKI, sepertti Saddam Hussein 
di Irak sekarang.

Diciptakanlah "jurnalisme ala Soeharto" yang sangat efektif,dengan 
ceritera Gerwani menyilet wajah dan memotong kemaluan jendral-jendral 
diiri tarian Harum Bunga dengan lagu genjer-genjer.

Walaupun hanya sehari,dan semua koran lain dibrangus (kecuali Harian 
Rakjat, yang terbit dengan isi disesuaikan dengan keinginan Soeharto 
cs?) namun efeknya masih terasa sampai kini. Berita yang ditulis dalam 
satu hari dan diikuti film dan propaganda non-stop selama 32 tahun, 
terbukti sangat efektif dan jejaknya masih terasa sampai sekarang.Kalau 
di bulan September 2005, atau setelah lewat 45 tahun,ada seorang 
mahasiswa UI bertanya dalam acara Diskusi Sejarah : apakah benar Gerwani 
menyilet wajah dan memotong kemaluan? - bisa dibayangkan bahwa 
propaganda tsb sukses besar,seperti dokumen Gilchrist yang mengecoh para 
petinggi pemerintah dan partai di tahun 1965!

Dan sedihnya,seorang Wapres (yang bergelar Doktor, atau gelarnya beli?) 
berkomentar : "apa boleh buat Komisi Konstitusi terlanjur memutuskan, 
yang penting mereka tidak mengulangi perbuatannya!" (perbuatan apa pak 
kiai?) Komentar ini terlontar sesudah Komisi Konstitusi memutuskan bahwa 
mantan tapol G-30-S (tanpa embel-embel PKI) boleh dipilih dalam 
pemilihan umum. Kalau Soeharto melakukan propaganda selama 32 tahun dan 
sebagian pejabat negara sampai sekarang masih "membutakan dan menulikan 
diri" terhadap sejarah,mungkin diperlukan 32 tahun lagi untuk bangsa 
Indonesia menemukan jati dirinya. Total akan diperlukan : 1998 (Soeharto 
jatuh) + 32 tahun = 2030 atau dari 1965 berarti 65 tahun!


Bangsa Jerman bisa berdamai dengan masa lalu para pendahulunya, yang 
membantai warga Yahudi dalam jumlah jutaan lebih 60 tahu lalu. Apakah 
karena kita bangsa Imdonesia kurang memakai rasio dan hanya menggunakan 
perasaan? Bekas-bekas kamp konsentrasi masih bisa dilihat sampai 
sekarang tapi disi lain bangsa Jerman bisa menerima seorang Angela 
Merkel menjadi kanselier, padahal kalau di Indonesia - orang semacam 
Angela Merkel tidak bakal lolos "litsus" a la rezim Soeharto.


Seorang wartawan senior majalah mingguan Tempo, sdr.Amarzan Ismail Hamid 
Lubis belum ini berkunjung ke pulau Buru (mendekam bersama aku di unit 
yang sama selama 7 tahun) dan menceriterakan bahwa semua bekas banguna 
Mako (Markas Komando) tempat para petugas militer berkantor,sudah lenyap
rata dengan tanah. Penghilangan jejak?

Tugas generasi tua untuk meneruskan kepada yang muda tentang apa yang 
terjadi sebelum,saat 30 September dan sesudahnya,agar mereka tidak 
kehilangan jejak.Dari 50 orang yang bersama diriku tinggal dalam satu 
barak bambu di Unit XVI Indrakarya Buru,tidak kurang 12 orang telah 
meninggal karena usia. Kami sendiri yang masih bertahan hidup saat 
inipun merangkak menuju pada titik akhir kehidupan. Ekses G-30-S yang 
berupa pembantaian jelas tidak boleh dilupakan.

Kalau keinginan menyaksikan Soeharto tumbang sudah kami saksikan, masih 
adakah kesempatan bagi kami untuk menyaksikan "rehabilitasi" para korban 
G-30-S?


Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi belum juga terbentuk,sedangkan bila 
toh akhirnya terbentuk : bisakah mereka diharapkan? Dalam daftar nama 
calon anggota sebanyak 42 orang, terdapat nama-nama mantan pejabat 
militer.Apa yang bisa diharapkan dari mereka?



Djoko Sri Moeljono juga menuliskan pendapatnya dalam bahasa Inggris, sbb:

*KILLING FIELD*

Reading the email from Ibrahim Isa yesterday, I would like to write a 
comment on the subject. Let us not argue with terminology, wether we 
will use holocaust, massacre or genocide? The fact was that hundred of 
thousands people were slaughtered in the end of 1965 and beginning of 
1966 in Java and Bali. And I am very glad that there is activity in 
Holland to remind all of us about this tragedy,which by the government 
of our beloved republic was so far neglected.

It is just ridiculous if you hear a student in September 2005 or 45years 
after the September affair,asked a question like : was it true that the 
Gerwani women totured and mutilated the organ of the generals?

Imagine,this question was asked by a student 45 years after the tragedy? 
How effective was the "Soeharto one day journalism" - when all 
newspapers were banned and only the army' "Angkatan Bersenjata" (Armed 
Forces) and "Berita Yudha" were published on the first day of October 
1965 and followed by endless propaganda in 32 years.It was,yes,it was 
very very effective in brain washing the whole people,from the man on 
the street to the ministers around Soeharto. Do we need another 32 years 
to convince people that the history written by Soeharto was a genuine 
"his story"?Anyway,I am glad to hear that you all in Holland organized a 
seminar or whatsoever,to remind us,to remind the world,that in our 
country a killing field was taken place 45 years ago.

<Victim of G-30-S arrested since 1965 and detained to Buru 
Island,released in 1978.Arrested and jailed in 1965,released from Buru 
in 1978 -- graduate engineer from Moscow Steel & Alloy Institute 1964

---------------------

Betul, tanggapan Djoko Sri Moeljono, bukan diajukan pada Seminar Sehari 
di IISG tsb.

Namun, ia mengajukan tanggapannya terhadap apa yang didiskusikan pada 
Seminar Sehari tsb.

Oleh karena itu, penulis menganggap ada gunanya tanggapan Djoko Sri 
Moeljono itu, diketahui dan dipertimbangkan oleh pembaca.

Dalam tulisan selanjutnya, (bagian 3), akan diteruskan pembicaraan dan 
tukar fikiran mengenai SEMINAR SEHARI di IISG pada tanggal 28 Oktober 
y.l., yang bertemakan “1965 THE FORGOTTEN HOLOCAUST OF INDONESIA”.

(Bersambung) ***



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke