Quote: ".. Kalau sampai orang dihukum masuk penjara karena menjaga keutuhan NKRI (seperti dialami Eurico Gueteres) oleh negaranya sendiri, hukum ditegakkan untuk penjahat kelas maling ayam sementara bisa dinegosiasikan bagi konglomerat, jelas ada yang salah dengan bangsa Indonesia. Apakah ini juga masuk dalam materi kalimat "Itu pun saya pikirkan?" .."
Ya ya ya.. Khusus Eyang Harto, dimaafkan juga.. "Itupun saya pikirkan?" :-) Wassalam, Irwan.K ---------- Forwarded message ---------- From: Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]> Date: Jun 2, 2006 10:34 AM Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Itu Pun Saya Pikirkan Oleh Riswandha Imawan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0606/02/opini/2693166.htm --------------------------------------- Bayangkan paniknya warga Yogyakarta pada Sabtu 27 Mei 2006 pukul 05:50. Pada saat yang sama, di utara, gunung Merapi mengeluarkan awan panas atau wedhus gembel, di selatan gempa tektonik. Tidak ada tokoh panutan atau aparat pemerintah yang memberi informasi. Masyarakat saling mencari dan memberi informasi, seolah saat itu negara sudah tidak ada lagi. Gempa hanya berlangsung 57 detik. Namun, kerusakan fisik dan psikis yang dialami warga Yogyakarta berkepanjangan. Warga khawatir akan adanya gempa susulan, koordinasi penanganan korban yang kacau-balau, dan makna tanda-tanda alam sebagai ayat Allah SWT. Terkait gempa susulan, secara fisik tidak lagi meruntuhkan bangunan yang ada. Namun, secara psikis, sampai saat ini banyak warga terkejut selagi tidur mendengar deru kendaraan bermotor. Suara gemuruh mengingatkan mereka pada gempa. Tetapi kondisi ini bisa disebut ringan bila dibanding rasa khawatir warga akan masa depan mereka. Untuk apa? Pascagempa, ada satu presiden, tujuh menteri, dan satu gubernur berkantor di Yogyakarta, tetapi koordinasi penanganan bencana berantakan. Upaya pertolongan tidak berdasarkan program yang sistematis. Kehadiran banyak pejabat negara seolah hanya rombongan manusia yang memberi hiburan, bukan solusi terhadap penderitaan warga. Rumus dasar rescue baru recovery seolah tidak dipahami. Listrik mati, komunikasi tidak jalan. Maka tindakan awal (selain menolong korban) adalah mencari sumber listrik alternatif (seperti genset) dan mengerahkan seluruh alat komunikasi (CB radio) yang ada. Demikian pula dengan alat transportasi. Mengapa tidak memerintahkan mobilisasi seluruh mobil dinas pemerintahan yang ada di Yogyakarta? Tindakan itu sah dilakukan, sebab pemerintah memiliki kapabilitas regulatif untuk kebaikan publik. Jadi keluhan mengenai bahan pangan atau pakaian, bisa diatasi dengan memerintahkan seluruh toko dan gudang yang ada, yang tiba-tiba tutup—padahal bangunannya utuh—untuk membongkar isinya dan digunakan untuk menolong rakyat. Tampaknya otoriter, tetapi itulah seni memimpin. Pemimpin sejati paham betul kapan dan sampai tingkat apa dialog diberikan toleransi, lalu mengambil keputusan untuk bertindak bila dia yakin akan ketepatan waktunya. Santunan Apa yang kita saksikan? Warga Yogyakarta justru disuguhi politik "Tebar Pesona" dengan janji-janji ala kampanye. Angka bantuan berlimpah di layar TV, entah kapan dapat segera digunakan oleh korban gempa. Wapres muncul dengan keputusan pemerintah menyediakan jatah hidup 60 kg beras dan uang tunai Rp 1 juta per bulan untuk tiap kepala keluarga korban bencana. Selain itu ada bantuan dana rehabilitasi bangunan Rp 10 juta (rusak ringan) dan Rp 30 juta (rusak berat). Mudah-mudahan Wapres sudah berkonsultasi dengan Presiden sebelum memutuskannya. Sebab implikasi keputusan itu amat dahsyat. Menurut data terakhir, kebijakan ini mengharuskan adanya dana segar Rp 4,5 triliun hingga Rp 5 triliun . Ini jumlah yang amat besar dan akan diambil dari APBN. Apakah hal ini tidak berakibat guncangnya struktur anggaran? Kalau jawabnya "ya," maka ada alasan untuk menghitung ulang APBN dan itu berarti ada alasan untuk menunda lagi program riil mengangkat kehidupan rakyat. Dalam kondisi seperti ini, warga tidak membutuhkan sederet rencana. Yang diperlukan rakyat adalah tindakan nyata dari pemerintah. Misalnya, warga bertanya, mengapa tidak dikerahkan alat-alat berat yang dimiliki TNI untuk mengevakuasi korban dan membersihkan runtuhan bangunan? Bukankah Yogyakarta dikelilingi markas batalyon TNI di Kartasura, Klaten, Purworejo, Magelang, bahkan di Yogyakarta sendiri? Mengapa Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI, tidak segera memerintahkan mobilisasi (alat berat) TNI? Ini bukan masalah dwifungsi. Itu kuno. Di negeri lain, bila ada keadaan darurat seperti bencana alam, tentara yang pertama kali digerakkan untuk menolong. Ini soal kemampuan riil, bukan teori atau wacana. Orang pun bertanya, apa relevansi Presiden berkantor di Yogyakarta? Apakah mengurus bencana Yogyakarta merupakan satu-satunya tugas Presiden? Bukankah Presiden menurunkan derajatnya sendiri dengan mengambil alih fungsi Gubernur DIY? Boleh saja berkantor di Yogyakarta, bila bencana ini sangat urgen. Misalnya menjadi bencana nasional. Tetapi gempa Yogyakarta tidak ditetapkan sebagai bencana nasional. Presiden bersikukuh, yang penting bukan soal status gempa dahsyat di DIY dan Jateng itu bencana nasional atau bukan, tetapi kualitas penanganannya. Agaknya presiden lupa, justru penanganan itu yang dikeluhkan orang. Lagi pula, kalau bukan bencana nasional, mengapa Presiden berkantor di Yogyakarta? Sementara di Aceh yang menjadi bencana nasional tidak berkantor di sana? Saya pikirkan Jawaban terhadap pertanyaan itu terkait dengan mistisisme konsep kekuasaan Jawa. Berdasar ajaran Islam, orang Jawa percaya bahwa alam semesta dan segala pergerakannya itu adalah ayat Allah SWT bagi para ulul albab, orang yang berhati dan berpikir. Bagi orang Jawa, laut selatan dan gunung Merapi adalah wujud konkret ayat Allah. Hingga ketika bencana terjadi secara bersamaan, mereka pun bertanya "Allah sedang memberi pesan apa?" Mengapa gempa di laut selatan serempak dengan letusan Merapi di utara? Mengapa episentrum tepat di garis lurus dengan Keraton dan Merapi? Mengapa gedung di lingkungan keraton yang menyimbolkan keadilan dan kearifan runtuh, sementara gedung lain di dekatnya tetap berdiri? Allah SWT seakan mengingatkan, ada yang salah dengan tindakan kita sebagai hambanya. Gempa di Nabire (timur Indonesia) disusul tsunami di Aceh, gempa di Nias (barat Indonesia), lalu gempa di Yogyakarta (tengah Indonesia). Disambung lagi gempa di Wamena (timur) dan di Padang (barat). Ini peringatan serius yang tidak bisa dijawab dengan gaya teatrikal. Mengobral janji sebagai wacana sambil berucap "Itu pun saya pikirkan" saja tidak akan menyelesaikan masalah. Demikian pula dengan berbaur dengan korban sambil berdendang. Tindakan semacam ini hanya mengingatkan rakyat pada legenda Kaisar Nero yang memainkan biola sambil melihat Roma dibakar. Hanya menegaskan tipisnya sense of crises dan sense of humanity para elite. Kalau sampai orang dihukum masuk penjara karena menjaga keutuhan NKRI (seperti dialami Eurico Gueteres) oleh negaranya sendiri, hukum ditegakkan untuk penjahat kelas maling ayam sementara bisa dinegosiasikan bagi konglomerat, jelas ada yang salah dengan bangsa Indonesia. Apakah ini juga masuk dalam materi kalimat "Itu pun saya pikirkan?" Entahlah. Namun konseptualisasi mistis bahwa poros laut selatan dan gunung Merapi merupakan basis kekuasaan, membuat pemerintahan untuk sementara pindah ke Yogyakarta. Manfaatnya pun dipertanyakan orang. Kecuali menjaga citra popularitas pribadi juga untuk kepentingan menjaga kekuasaan politik. Ungkapan "Itu pun saya pikirkan" terbukti hanya sebatas retorika. Pantas, sebab ungkapan itu diucapkan dengan gerakan tangan menjauh dari tubuh. Bukankah pikiran kita ada di dalam tubuh (kepala)? Hingga ketika gerakan tangan menjauh, itu pun saya pikirkan. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get to your groups with one click. Know instantly when new email arrives http://us.click.yahoo.com/.7bhrC/MGxNAA/yQLSAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Galang Dana Untuk Korban Gempa Yogja melalui Wanita-Muslimah dan Planet Muslim. Silakan kirim ke rekening Bank Central Asia 421-236-5541 atas nama RETNO WULANDARI. Mari berlomba-lomba dalam kebajikan, seberapapun yang kita bisa. ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/