100% setuju... :) Dalam diskusi saya memang tidak ingin terjebak pada "keontetikan" kitab suci. Kalau ini yang didiskusikan, malah tidak produktif dan bukan hanya mbulet.
Tantangan kita sebagai umat Islam dewasa ini ialah bagaimana memberdayakan ujaran dan ajaran yang ada di dalam kitab suci itu sebagai paradigma kita berbuat dan bertindak sehingga kita bisa turut serta membangun bangsa yang jaya. Kita tidak boleh "a priori" seprti Sdr. Noteo, sebab biasanya --sekali lagi, biasanya-- orang yang bisanya a priori itu tidak pernah bisa berbuat apa-apa untuk kesejahteraan umat manusia, selain hanya bisa .... masturi, hahaha.... Salam, chodjim ----- Original Message ----- From: ariel To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, February 07, 2007 9:23 AM Subject: [wanita-muslimah] Re: Yusuf Qardhawi Puji Islam di Indonesia - Racism --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Achmad Chodjim" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mas Dana, > > Anda ternyata salah sasaran dengan mengedepankan "uji materi" terhadap Kitab Alquran. Bukankah di dalam kitab tersebut ada tantangan, yaitu apabila Anda ragu terhadap apa yang diturunkan oleh Allah kepada Kanjeng Nabi saw, maka Anda diperintah untuk membuat satu surat tandingan. > > Jadi, finalisasi Alquran itu bukan rekayasa manusia. Bukankah di QS 13:38-39 disebutkan bahwa seorang Rasul pun tak berhak membuat satu ayat pun. > > Bukan hanya yang final itu Alquran, bahkan setiap pemeluk agama menganggap kitab sucinya telah final. Mana ada sih di Barat orang Kristen yang tidak memfinalkan Bibel? Bukankah Konsili Necea yang diselenggarakan pada 325 M juga merupakan finalisasi Alkitab (Bibel)? > > Konflik interpretasi itu sehat, asal argumentatif. Bukankah adanya Da Vinci Code juga merupakan konflik interpretasi? Penulisan Hadis tak ada hubungannya dengan finalisasi Alquran. Penulisan Hadis merupakan perkembangan sejarah masyarakat Islam. > > Kemandekan suatu umat tak bisa diukur dengan finalisasi kitab sucinya. Lihatlah Jepang yang Buddhanya berpedoman pada Tipitakanya. Sebaliknya, Birma yang mayoritas Buddis tak maju-maju! Negara Eropa Barat maju meski Bibel sudah final, namun negara-negara Afrika Kristen tak maju-maju, meski kitabnya sama. > > Dana: "Tapi karena akhir2 ini hasilnya malah awut2an maka tentu saya > bertanya: dimana missing linknya?" > > Perlu diketahui bahwa semua negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam memang saat ini dalam jajaran negara-negara terbelakang. Hal ini bukan disebabkan cara pembacaan Kitab Alquran awut-awutan. Cobalah simak kembali QS 25:30, bukankah disebutkan bahwa Kaum Nabi Muhammad telah meninggalkan Alquran? Lalu, dari mana sampeyan bisa mengklaim bahwa ratusan juta/milyaran muslim telah membaca Alquran? > > Jadi, ketertinggalan kita itu karena kita telah meninggalkan Alquran, bukan karena telah membaca Alquran. Perintah "Iqra" pada ayat yang pertama kali diturunkan itu tidak dipenuhi oleh Umat Islam. > > Wassalam, > chodjim > > Pak Chodjim, mungkin bukan sekedar membaca secara baik dan benar (seperti pelajaran bahasa ya :P)namun juga menafsirkan dengan baik dan benar . Starting pointnya teks adalah suci !. Dan yang didiskusikan adalah tafsir yang dibangun bukan keontentikan teks (kalau berbicara disekitar ini, sudah dipastikan diskusi akan mbulet :P) . Beberapa waktu yang lalu mbak Mia pernah memberikan usul metodologi penafsiran atas teks, menurut saya usul mbak Mia sebangun dengan Arkoun "Quran is subject to historicity (cmiiw). Sayang diskusi ini tidak berlanjut (mungkin dulu sudah pernah dibahas secara panjang lebar di WM ?) Kalau diperhatikan inti dari sebagian besar diskusi di WM ini selalu terkait dengan penafsiran atas teks. Dan ini sudah menjadi masalah klasik bukan hanya terjadi sekarang. Pada abad pertengahan Ibn Rushd, Ibn Khaldun memberikan pandangan lain terhadap tafsir yang dibangun oleh para teolog & fuqaha. Walahuallam. Salam, -ariel- [Non-text portions of this message have been removed]