Om Chodjim,
  Menurut ana, itu juga informasi Om, tinggal levelnya detail atau nggak, gitu 
aja. Contohnya ya seperti :
   
  "Debat itu berlangsung di Universitas Islam Negeri Ciputat (15/1/04) selama 3 
jam, antara aktivis Majelis Mujahidin (MM) yakni Drs. Mohammad Thalib dan 
Halawi Makmun, Lc. melawan dua orang wakil tim penulis, yaitu Dr. Zainun Kamal 
dan Zuhairi Misrwai, Lc. Sayang sekali, Prof. Nurcholish Madjid tidak bisa 
hadir dengan alasan dia merasa tidak perlu karena bisa diwakili yang lain; 
sebuah alasan yang sangat arogan dan mencerminkan ketidaksiapan ilmiah 
menghadapi para penggugat buku tersebut."
   
  Ini juga informasi kalau menurut istilah yang diambil Om Chodjim. 
Informasinya ada debat di UIN Ciputat (15/1/04) selama 3 jam dst.....
  Kalau menurut Si Om itu bukan debat tapi ungkapan kekesalan itu yang monggo, 
tapi ingat Om, disini dilarang menjudge orang lain. OK?:))))
   
  Memang sangat disayangkan ada orang yang mengatasnamakan Islam tapi 
kata-katanya kasar. Nah itu yang perlu pencerahan.
  Sebagai sesama muslim, ana mengingatkan Si Om, jangan terpukau dengan 
seseorang karena lulusan ini - lulusan itu, tapi perhatikan omongan dan 
kelakuannya. OK?



Achmad Chodjim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Informasi tentang Cak Nur K.O?
Setelah saya membaca e-mail dari Religiusta yang diposting Abah di WM ini, saya 
malah tidak menemukan informasi tentang tantangan terhadap Cak Nur di 
dalamnya.Yang saya temukan justru kekesalan pihak-pihak yang tidak menyukai Cak 
Nur. Sama sekali bukan informasi yang disampaikan.

Apa itu informasi? Informasi merupakan serapan kata dari "information" dalam 
bahasa Inggris. Marilah kita cek makna kata "information" dari McMillan English 
Dictionary. Information: "knowledge or facts about someone or something".

Dus, kalau dalam pemberitaan Religiusta itu mengandung informasi, maka di 
dalamnya harus diberitahukan secara terbuka dan resmi ajakan berdebat, misalnya 
tgl, jam dan tempat, dan harus dikonfirmasikan dengan tegas pihak-pihak yang 
berdebat. Jadi, bukan seperti yang disampaikan Wahyudho: 

"Debat itu berlangsung di Universitas Islam Negeri Ciputat (15/1/04) selama 3 
jam, antara aktivis Majelis Mujahidin (MM) yakni Drs. Mohammad Thalib dan 
Halawi Makmun, Lc. melawan dua orang wakil tim penulis, yaitu Dr. Zainun Kamal 
dan Zuhairi Misrwai, Lc. Sayang sekali, Prof. Nurcholish Madjid tidak bisa 
hadir dengan alasan dia merasa tidak perlu karena bisa diwakili yang lain; 
sebuah alasan yang sangat arogan dan mencerminkan ketidaksiapan ilmiah 
menghadapi para penggugat buku tersebut."

Ungkapan di atas jelas bukan informasi tapi kekesalan yang telah melibatkan 
subjektivitas dari pihak penentang Cak Nur. Ini sih bukan kejujuran ilmiah... 

Sebagai pemberitahuan saja, berdasarkan pengalaman saya sendiri ketika mendapat 
undangan untuk hadir debat publik antara orang MMI dengan pihak lain di hotel 
Mandarin, Jakarta. Ternyata, pihak MMI tidak mengerti apa yang disebut debat 
publik itu. Para pengikut MMI yang hadir blas tidak mengerti debat publik. 
Ketika pihak lain menjelaskan pandangannya, dan yang disampaikan itu tidak 
berkenan di pihak MMI, maka mereka beramai-ramai teriak "Allahu akbar, bunuh si 
pembicara... dan sejenisnya" sambil memukulkan tongkat pada kursi. Sehingga, 
akhirnya pihak keamanan hotel menghentikan debat itu, karena tidak sehat dan 
kemungkinan besar bisa timbul kekacauan.

Saya cuma mengurut dada ...., mengurut dada..., sedih..., ternyata ada badui 
Arab masuk hotel dan berperilaku seperti badui Arab di zaman Rasulullah..., 
yang tidak bisa menghargai Rasul dan sahabatnya. Bukankah ini yang dinyatakan 
dalam QS 49:14?

Coba perhatikan kalimat Religiusta di bawah: 
"Zainun Kamal? Wah, ini orang mana. Gak tahu saya. Mungkin dari antah
berantah. No comment ah."

Bagaimana mungkin tidak tahu siapa Dr. (sekarang Prof) Zainun Kamal, tapi 
memberi komentar negatif pada pihak lain? 

Juga perhatikan kalimat berikut: "Memahami agama setengah-setengah seperti Cak 
Nur, akibatnya seperti itu. Gila tidak, waraspun tidak."

Reli ternyata juga tidak tahu bahwa Cak Nur itu lulusan Ponpes Modern Gontor, 
sebelum masuk IAIN Syahid, dan akhirnya ambil doktor di Chicago.

Wassalam,
chodjim

----- Original Message ----- 
From: H. M. Nur Abdurrahman 
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
Sent: Monday, February 05, 2007 8:10 PM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Seminar Pembaruan Islam Dibanjiri Peserta

Wikan Danar Sunindyo mencibir:
wah, beraninya kok sama yang sudah meninggal ...kalau berani, mending
melontarkan ide pergerakan sendiri kalau di pasar, sesama pedagang dilarang
saling menjelekkan kalau meninggikan mutu sendiri boleh, tapi menjelekkan
barang orang itu gak fair
====================================
HMNA yang menyeimbangkan informasi:
Gayung bersambut, kata berjawab !
Ach ente saja yang kurang mendapatkan informasi. Pernah sekali ditantang
Daud Rasyid, terjadi debat terbuka Nurcholis vs Daudu Rasyid di TIM, namun
tantangan dari MMI Nurcholis sudah merasa kecut, cuma mengirim wakilnya.
Ini saya posting:

******************************************************************

----- Original Message ----- 
From: ~Cahaya BINTANG~ <[EMAIL PROTECTED]>
To: sabili <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, January 22, 2004 07:47
Subject: Re: [Sabili] Re: Debat Paramadina dan MMI

CAK NUR K.O?

Memang patut dikasihani orang-orang seperti Nurkholis Madjid itu. Sudah
digembar-gembor sebagai Pembawa Gerbong Pembaharuan Islam di Indonesia, tapi
malah keok di tengah jalan oleh Ustaz Daud Rasyid, MA yang saat itu belum
bergelar Doktor. Debat terbuka di TIM itu bukan hanya memalukan dirinya
sebagai "pendekar pembaruan" tapi juga ternyata berdampak buruk bagi
kepercayaan beberapa kalangan yang menyebutkan bahwa ilmunya masih di "level
bawah" Daud Rasyid. Duh kaciaannnnn........

Tapi bila kita mendengarkan ceramahnya, tentu tidak sehebat
tulisan-tulisannya. Ketika saya mendengarkan dia ceramah langsung, nampak
tak ada yang istimewa. Tak ada hal yang baru. Barangkali karena ceramah
menuntut hapalan lebih banyak ketimbang menulis buku yang bisa mengambil
referensi sebanyak mungkin dari berbagai sumber. Perhatikan saja kalau Cak
Nur menjawab masalah keagamaan, biasa-biasa saja. Tapi bandingkan dengan
Daud Rasyid, kita akan temukan dalil-dalil Al-Quran dan Hadis serta statemen
ulama fiqih yang ia hapal betul. Barangkali karena Daud Rasyid berada di
jalur Syariah ketika belajar di Cairo University. Sedangkan Nurkholis di
bidang Filsafat. Gaya bicaranyapun lepas dan tegas, berbeda dengan Cak Nur
yang plintat-plintut.

Saya kira tak perlu ada dikotomi Timur-Barat, karena ilmu bisa didapat
darimana saja.
Tapi yang saya heran, mengapa kedua bidang itu didudukkan seproporsional
mungkin. Biarlah Cak Nur bicara saja Filsafat, tak usah membawa-bawa agama.
Dan Pak DR Daud Rasyid biarlah bicara hukum agama, tak perlu berfilsafat.
Memahami agama setengah-setengah seperti Cak Nur, akibatnya seperti itu.
Gila tidak, waraspun tidak. Dia bicara masalah pluralisme atau mengklaim
semua agama sama di mata Tuhan, sementara menghadapi anak perempuannya
sendiri yang kawin dengan Yahudi, dia menangis meraung-raung.

Saya kira tak perlu diperpanjang masalah keoknya Nurkholis Madjid menghadapi
Majelis Mujahidin. Pengalaman pahit berdebat dengan Daud Rasyid dengan
kekalahan telak, membuatnya trauma menghadapi dialog keagamaan seperti itu.
Bagaimana Cak Nur bisa menghadapi MMI, sementara ketika ditanya apa arti
jilbab saja dia tidak bisa menjawab?

Jadi penolakan Cak Nur menghadapi debat publik itu bukan karena "tidak
perlu", melainkan "tidak siap", "tidak mampu" atau "takut menanggung malu".

Tapi sudah ada penggantinya yaitu Zuhairi Misrawi. Mungkin semua orang sudah
pada tahu kalau dia seorang keluaran S1. Tapi bagi saya, seandainya Zuhairi
Misrawi tidak sholat bukan berarti dia tidak mampu berbuat benar. Karena
ternyata banyak yang berbuat jahat padahal di waktu bersamaan dia juga
melakukan sholat. Seandainya Zuhairi tidak sholat dan tidak juga berbuat
benar, alangkah malangnya. Tugas kita adalah mendoakannya agar kembali ke
jalan yang benar, agar semua karyanya bukan hanya mengajak orang untuk
berbuat benar, tapi juga benar-benar sudah ia lakukan dengan benar.

Setuju? Benar apa benar?

Zainun Kamal? Wah, ini orang mana. Gak tahu saya. Mungkin dari antah
berantah. No comment ah.

Kalau pihak Paramadina menjawab debat dengan plintat-plintut dan tidak
berdasarkan substansi, ya memang itu manuver mereka.

[Religiusta]
=======

----- Original Message -----
From: "Wahyudho SP" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "Eramuslim (E-mail)" <[EMAIL PROTECTED]>; "Sabili (E-mail)"
<[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, January 20, 2004 9:45 AM
Subject: [Sabili] Re: Debat Paramadina dan MMI

"Ini adalah hasil debat MMI dan pihak Paramadina yang ditulis versi MMI ada
yang punya catatan dari pihak Paramadina???"
________--------------_____________

Debat publik menyoal buku "Fikih Lintas Agama" susunan tim penulis
Paramadina yang diterbitkan bersama the Asia Foundation (2004) benar-benar
terjadi. Debat itu berlangsung di Universitas Islam Negeri Ciputat (15/1/04)
selama 3 jam, antara aktivis Majelis Mujahidin (MM) yakni Drs. Mohammad
Thalib dan Halawi Makmun, Lc. melawan dua orang wakil tim penulis, yaitu Dr.
Zainun Kamal dan Zuhairi Misrwai, Lc. Sayang sekali, Prof. Nurcholish Madjid
tidak bisa hadir dengan alasan dia merasa tidak perlu karena bisa diwakili
yang lain; sebuah alasan yang sangat arogan dan mencerminkan ketidaksiapan
ilmiah menghadapi para penggugat buku tersebut.<?xml:namespace prefix = o ns
= "urn:schemas-microsoft-com:office:office" /><o:p></o:p>

Ada empat alasan mengapa MM mengajak debat publik dengan Paramadina.
Pertama, pada akhir kata pengantarnya, editor buku mengajak masyarakat luas
untuk menguji berbagai gagasan dalam buku ini. Kedua, gagasan dalam buku
dimaksud ternyata mengandung distorsi pemikiran yang sangat berbahaya serta
pelecehan terhadap akidah Islam. Para penulisnya telah melakukan manipulasi
data, misalnya dengan mengutip pendapat Imam As-Syatibi dalam kitab
Muwafaqat mengenai maqasidus-syari'ah namun tujuan yang dimaksudkan tim
penulis berlawanan dengan penjelasan di dalam buku aslinya. Ketiga,
pluralisme yang dikembangkan dalam buku ini merupakan kerangka berpikir
talbisul-iblis, yaitu memoles kebatilan dengan menggunakan dalil-dalil agama
untuk tujuan kesesatan, seperti perilaku para pendeta Yahudi dan Nasrani.
Keempat, buku ini mengandung salah paham tentang syariat Islam seperti yang
umum dilakukan oleh para orientalis dan kaki-tangannya.<?xml:namespace
prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com
:office:office" /><o:p></o:p>

Selain itu, tim penulis menuduh orang-orang yang berbeda pendapat dengan
gagasan sesatnya itu sebagai "orang yang ingin menjadikan fikih bukan
sebagai alat atau cara memahami doktrin agama, melainkan sebagai dogma yang
kaku, rigid, yang ujung-ujungnya adalah formalisasi syariat Islam". (p.4).
Sedangkan, formalisasi syariat Islam dipandang sebagai kecenderungan orang
yang kurang wawasan dan tidak berfikir dalam kerangka kemanusiaan. Mereka
curiga "fikih, secara implisit ataupun eksplisit telah menebarkan kebencian
dan kecurigaan terhadap agama lain. Ada beberapa istilah yang selalu
dianggap musuh dalam fikih klasik, yaitu 'musyrik', 'murtad', dan 'kafir'.
Apakah Islam memang benar-benar sebagai agama yang menebarkan permusuhan dan
kekerasan...? (p.2)Sayang sekali, debat nampaknya 'tidak begitu nyambung'
karena banyak pertanyaan mendasar dari MM tidak memperoleh jawaban pasti.
Wakil MM menyampaikan beberapa pertanyaan, diantaranya soal definisi lintas
agama, apakah semua agama punya fikih, apa saja unsur dasar agama, apakah
Al-Qur'an itu fikih, apakah formalisasi syariat Islam diskriminatif dan
mengundang konflik, apakah formalisasi hukum positif tidak mengundang
konflik, apa tujuan sentral agama pluralisme, siapa tuhan mereka, bagaimana
cara beribadahnya, apa buktinya Imam Syafi'i sebagai penyebab tidak
berkembangnya pemikiran-pemikiran fikih selama kurang lebih 12 abad (p.5),
apa maksud semua agama baik dan benar, apa makna syir'ah dan minhaj yang
berbeda-beda antar setiap umat, dan sebagainya. Tim penulis sering
berputar-putar dalam menjawab pertanyaan tersebut, bahkan mereka sering
melakukan retorika yang keluar dari konteks, lalu kalau tidak bisa menjawab
mereka segera membuat slogan: 'antum rijal wa nahnu rijal' (anda berpendapat
dan kami pun berpendapat) untuk mengakhiri perdebatan. Sehingga kesannya
asal beda saja. Padahal maksud dilakukannya debat ini adalah untuk
'mendatangkan dalil-dalil yang sahih, jika gagasan mereka benar' (QS. Al-Ba
qarah:111). Kemudian bila argumentasinya kalah kuat, maka hendaknya
mengikuti dalil yang lebih kuat (QS. Yunus:35). Sayang, itu semua tidak
terjadi.<o:p></o:p>

Pada intinya Tim Paramadina menawarkan --dengan mengabaikan berbagai
pertanyaan MM tadi-- bahwa untuk meredam konflik antarumat beragama,
hendaknya umat Islam tidak memahami fikih secara eksklusif. Karena pemahaman
fikih yang eksklusif akan melahirkan kebencian terhadap umat agama lain,
seperti sebutan kafir, musyrik, dan murtad. Tawaran ini mengabaikan banyak
sekali firman Allah swt, misalnya kaum musyrik itu membenci Islam
(QS.At-Taubah:28), orang kafir tidak bisa diajak kepada kebenaran
(QS.Al-Baqarah:6), dan orang mukmin dilarang murtad (QS. Al-Maidah:54).
Kalau ketiga istilah itu dianggap hasil pemahaman fikih yang eksklusif, maka
mereka telah menurunkan derajat Al-Qur'an sebagai produk pemikiran manusia,
bukan wahyu dari langit. Karena, ketiga istilah itu berasal dari firman
Allah swt, bukan pendapat para Imam madzhab, karena ayatnya sudah jelas
(qath'i) sehingga tidak perlu tafsiran dari siapa pun.<o:p></o:p>

Kemudian Paramadina menawarkan teologi inklusif, bahwa semua agama mempunyai
tuhan yang sama walau namanya berbeda. Nama tuhan bukanlah masalah asasi,
yang penting pengertiannya. Misalnya, orang memanggil tuhannya dengan nama
Allah swt atau Allah atau the God atau siapa saja, yang penting dengan
panggilan yang baik. Mereka menyandarkan pendapatnya ini dengan ayat
Al-Qur'an: "Katakan (Muhammad), serulah Dia itu Allah atau al-Rahman,
manapun yang kamu seru, bagi-Nyalah nama-nama yang baik..." (QS.
Al-Isra:110). Padahal maksud ayat ini adalah nama-nama Allah swt dalam
asmaul-husna, bukan nama Allah seperti disebutkan oleh penganut agama selain
Islam. Maka, trinitas --menurut Paramadina-- itu hakikatnya tauhid atau
menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Anggapan ini jelas bertentangan dengan
firman-Nya: "Mereka menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka,
serta Isa putera Maryam sebagai tuhan-tuhan selain Allah, padahal mereka
tidaklah diperintah melainkan agar hanya menyembah Allah swt; tidak ada
tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS.
At-Taubah:31).<o:p></o:p>

Akhirnya, Paramadina juga menawarkan agama pluralisme sebagai derivasi
teologi inklusif, bahwa semua agama pada hakikatnya adalah sama, yaitu jalan
menuju keselamatan. Perbedaan ritual masing-masing agama hanyalah merupakan
syir'ah (jalan) yang berbeda namun tujuannya sama, yakni sorga yang berada
di sisi tuhannya. Tawaran ini juga bertentangan dengan banyak firman Allah
swt, misalnya: "Sesungguhnya agama yang diridoi Allah swt hanyalah Islam..."
QS. Ali Imran:19) dan "Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak
akan diterima dan di akhirat akan merugi" (QS. Ali Imran:85). Pihak
Paramadina mengartikan Islam bukan agama yang diturunkan kepada Rasulullah
saw sebagai penutup para Nabi dan Rasul, melainkan dalam pengertian yang
generik (umum) yaitu ajaran kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, semua agama yang tunduk kepada Tuhan berarti al-islam, walaupun
mereka menolak kerasulan Muhammad saw. Dengan perbedaan mendasar ini, dari
akar sampai buahnya, maka sudah tak mungkin lagi ada pertemuan pendapat
antara MM dan Paramadina. Sayang sekali, debat itu tidak ditutup dengan
mubahalah, misalnya minta kepada Allah swt agar yang dusta disambar petir
dalam waktu tiga hari sehingga lebih jelas siapa yang benar. Yang jelas,
menurut SMS yang masuk ke HP saya mengatakan: "Debat ini hanya akan
menaikkan gaji (dan popularitas) mereka...". Wallahu a'lam.<o:p></o:p>

**************************************************************

----- Original Message ----- 
From: "Wikan Danar Sunindyo" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, February 05, 2007 20:18
Subject: Re: [wanita-muslimah] Seminar Pembaruan Islam Dibanjiri Peserta

> wah, beraninya kok sama yang sudah meninggal ...
> kalau berani, mending melontarkan ide pergerakan sendiri
> kalau di pasar, sesama pedagang dilarang saling menjelekkan
> kalau meninggikan mutu sendiri boleh, tapi menjelekkan barang orang itu
gak fair
>
> ayo mas Arcon, mbok hidayatullah dan DDII diajari blue ocean :)
>
> wassalam,
> --
> wikan
> http://wikan.multiply.com
>
> On 2/5/07, Ari Condrowahono <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > dear wikan,
> >
> > ini kan upaya suara hidayatullah dan DDII untuk mengangkat tokoh
> > tokohnya biar jadi orang terpandang. kalo udah punya reputasi, nulis
> > dan ngobrol appun di mana mana tanggungl aku keras. namanya juga
> > marketing. hargailah usaha orang lain. :D susah lho, carinama itu.
> > kalau perlu fitnah orang lain sana sini. yg penting terkenal. habis
> > perkara.

__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam 
http://id.mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



         

                
---------------------------------
Sekarang dengan penyimpanan 1GB
 http://id.mail.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke