Mas Ary, Iya ya? :) Mungkin juga pernah ditutup seperti informasi mba Lina yang cerita Kramat Tunggak di Jakarta ditutup, saya tidak tahu persis karena belum pernah ke wilayah Saritem dan kalau ada beritanya mungkin pas saya tidak baca.
Yang jelas acara di ANTV itu baru beberapa hari yang lalu, ada juga gambar para WTS, mereka dengan baju yang serba terbuka dan mini sambil merokok, duduk berjejer dibalik kaca besar bening, sedih ya lihatnya, mereka kok seperti ikan di balik kaca di supermarket. Saya nontonnya dengan ibu yang komentar begini, " coba kalau ditangkap itu bukan WTSnya saja, tangkap dan hukum juga pelanggannya, masukin TV seperti para koruptor itu, jadi mereka malu, dan kapok". Jadi kalau hanya ditutup lokalisasinya dan laki-laki hidung belang itu dibiarkan bebas merdeka, ntar mereka kasak-kusuk nyari WTS itu lagi, tetep aja pelacuran marak. salam Aisha ------- >From : Ary Setijadi Mbak Aisha, CMIIW, sebelumnya bukannya sudah pernah dicoba dengan cara "tegas" dengan menutup komplek Saritem itu? Lalu bagaimana ceritanya kok bisa lokalisasi muncul lagi? Saya tidak merasa aneh lokalisasinya muncul lagi selama solusinya tidak menyeluruh. Yang saya ingin tahu, solusinya itu rencananya seperti apa? Salam Ary --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Aisha" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Mas Dwi, > Di acara tv di siang hari itu lebih banyak bentuknya narasi dengan gambar-gambar rumah-rumah biasa tempat pelacur dan germonya bertempat tinggal, ada gambar-gambar para pelacur di mesjid itu yang menunduk atau menutup wajahnya, ada gambar anak-anak pelacur/germonya yang ceria berlari-lari di jalan atau di mesjid itu. > > Ada juga wawancara dengan ajengan (kiai) dan ustadznya yang menjelaskan bahwa ada pelacur yang tidak melacur lagi setelah pengajian, tapi kata mereka "jumlahnya tidak significant". Dijelaskan pula bahwa dalam bisnis pelacuran itu terkait nasib banyak orang lainnya, misalnya pedagang makanan yang berdagang di wilayah itu seperti nasi goreng, mie goreng, mie ayam, mie bakso, tukang gorengan (pisang goreng, bala-bala, tahu goreng), dll yang memakai gerobak dorong. Ada juga gambar ibu-ibu tua yang jualan jamu, lotek/ pecel, dll. Selain preman juga ada calo-calo yang mencari pelanggan pelacur, sopir taxi yang mengantar para pelanggan pelacur, dll. Jadi jika lokalisasi itu ditutup, akan banyak orang yang tidak bisa hidup karena menggantungkan sebagian besar nafkahnya di kegiatan bisnis esek-esek itu. Mungkin seperti kasus rokok ya, kalau pembuatan rokok dilarang karena alasan kesehatan maka akan banyak penganggur (buruh pabrik rokok, para supplier, sopir truk yang mendistribusikan rokok itu, dll) selain berkurangnya pajak rokok untuk pemerintah. > > Dan tentu saja ustadz-ustadz disana yang beberapa orang tidak akan kuat melawan orang-orang termasuk preman disana untuk menutup atau mengobrak-abrik kawasan itu. Kalaupun ditutup, lalu apakah ada jaminan para pelacur itu tidak beroperasi lagi di kawasan lainnya atau malah di rumah-rumah biasa karena memang bisnis ini ada akibat ada permintaan dari laki-laki yang mengumbar syahwatnya. > > Menyerbu dan menggrebek umara dan ulama yang tidak mampu memberi jalan keluar bagi para pelacur itu? Ustadz itu juga mungkin hidupnya pas-pasan, selain kegiatan keagamaannya mungkin mereka sibuk mencari uang untuk hidupnya, apa mereka berani melawan pemerintah dan ulama? > > salam > Aisha [Non-text portions of this message have been removed]