1. Masalah warisan kalo ikuti aturan agama, anak perempuan dapat 1/2 dari anak 
laki2.
Hanya saja dengan semangat kebersamaan, kerukunan, jumlah itu kemudian bisa 
diatur kembali.
Tetangga saya dulu waktu di Tebet, anak laki2 justru menghibahkan satu bagian 
warisan untuk sodara 
perempuannya yg janda kemudian satu bagiannya lagi ia bikin sebagai dana 
yayasan keluarga.

2. Antara siapa yg membiayai/menyantuni beda dengan masalah tanggungjawab.
Dalam rumahtangga yg layak yg bertanggungjawab adalah suami/ayah/laki2
Jika ayah/suami meninggal maka tanggungjawab itu larinya ke isteri/ibu
Jika pasangan itu bercerai hidup maka tetap kewajiban mantan suamilah yg 
seharusnya di tuntut untuk 
membiayai anak2nya dan isterinya.

3. Kemandirian tidak berarti menafikan masalah 'tanggungjawab'.
Dalam satu keluarga meskipun tak ada lagi penopang, maka seorang ibu yg wajib
mengatur/bertanggungjawab. Kemandirian bukan berarti lantas tidak bisa berbagi.
Tradisi saling membantu, mencukupi yg kekurangan, menyokong yg punya kemampuan 
tapi tak punya 
kemampuan secara ekonomi sebaiknya dipelihara.
Saya mengerti yg dimaksud Flora adalah masalah 'menyantuni' - berbagi kasih.
Siapa2 yg mendapat prioritas, urutan yg harus dikasihi secara ekonomi menurut 
agama.

4. Saya teringat kisah yg banyak diceritakan di milis beberapa waktu lalu. 
Seorang laki bersama isteri seorang anak dan ibunya berperahu. Kemudian perahu 
itu oleng karena terlalu sarat.
Satu2nya jalan harus mengurangi beban. Siapakah yg dikorbankan? Siapakah yg 
harus berkorban?
Suami? Bukankah ia nakhoda. Isteri? Kan si suami bisa kawin lagi. Ibu? apakah 
tega? Anaknya?
Di kehidupan nyata yg harus berkorban/bertanggungjawab adalah laki2/suami/ayah.
Lihat saja kisah film Titanic, nakhodanya yg harus berusaha mnyelamatkan 
penumpangnya.
Sebaliknya KM Senopati yg karam baru2 ini, nakhodanya justru cari selamat 
sendiri, dan akhirnya ia malahan jadi gila, 
karena telah melalaikan tugasnya, mencari selamat sendiri.

salam 
l.meilany


  ----- Original Message ----- 
  From: Mia 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, February 16, 2007 7:18 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: "Men are the protectors and maintainers ...." 
vs " Pelacuran dan....."


  "Jika tidak ada laki2 dalam garis keluarga wanita ini, maka 
  seharusnya wanita ini dijamin kebutuhan hidupnya oleh pengelola 
  negara."

  Ini yang duluuuu (belasan tahun lalu) dikatakan kakak saya yang 
  sekarang pejabat PKS, kepada saya. Di keluarga kami, perempuan 
  mendapat 1/2 dari warisan bapak. Padahal sejak kecil, setiap kami 
  baik laki2 maupun perempuan harus bisa cari rejeki dan sama2 
  menopang ekonomi keluarga.

  Sekarang kakak saya sadar bahwa realitas hidup memang nggak sesempit 
  pandangannya dulu itu. Adik saya yang perempuan mengeluarkan 
  deklarasi bahwa anak2 perempuannya akan mendapat warisan sama rata 
  dengan yang laki2.

  Sejak anak2 balita saya sudah jadi single parent, sampai mereka 
  sekolah di luar negeri sekarang, nyaris tanpa dukungan apa2 dari 
  bapak mereka. Karena sudah dibiasakan mandiri sejak kecil, mustahil 
  saya minta bantuan dari saudara yang laki2. Dulu pernah saya sering 
  nggak punya susu untuk kasih makan anak2, dan terpaksa pinjam dari 
  pengajian. Ketika saya sudah dapat pekerjaan, pengajian menolak 
  pinjaman itu dikembalikan. Saya terus menerus bekerja, 
  menyelesaikan sekolah sambil ngurus anak (dan pengajian), dan 
  alhamdulillah jalan terus terbuka dengan lika-liku dan aral-
  lintangnya.

  So don't tell me my brothers are sinned because they cannot feed me 
  and my kids.

  Salam
  Mia

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Flora Pamungkas" 
  <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > "Men are the protectors and maintainers of women." QS4:34 
  > 
  > 
  > IMHO ...
  > Dilakukannya pekerjaan melacurkan diri oleh saudari-saudari kita, 
  tentu
  > tidak akan terjadi seandainya kaum pria melaksanakan tugas yang 
  diberikan
  > oleh Allah kepada kaum pria untuk melindungi dan menghidupi wanita
  > sebagaimana dimaksud di QS 4:34. Dalam lembaga terkecil dari 
  masyarakat,
  > seorang pria harus menghidupi ibunya, isterinya, anak2nya, wanita 
  sendirian
  > yang adalah saudara perempuannya, neneknya, bibinya, sepupu 
  perempuannya. 
  > Beban ini sangat berat, tapi Allah sudah mengukur kemampuan pria 
  untuk
  > melaksanakan tugas mulia ini. Maka Allah memberikan wewenang 
  kepada pria
  > sebagai pemimpin atas keluarganya, dengan memberi fasilitas yang 
  lebih,
  > misalnya dalam pembagian waris, dsb...dsb. Harap diingat bahwa 
  pemimpin yg
  > dimaksud Al Qur'an adalah BUKAN berprinsip DIKTATOR.
  > 
  > Jadi seandainya ada wanita yang sampai terlantar hingga terpaksa 
  melacur
  > untuk menyambung hidup, berarti laki2 dalam garis keluarganya tidak
  > mengurusnya, laki2 itu berdosa karena tidak melaksanakan 
  kewajibannya ini. 
  > Jika tidak ada laki2 dalam garis keluarga wanita ini, maka 
  seharusnya wanita
  > ini dijamin kebutuhan hidupnya oleh pengelola negara.
  > cmiiw...
  > 
  > 
  > Wassalam,
  > Flora 
  > ----------------------



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke