Catatan laluta:
   
  Beberapa waktu yang lalu saya menemukan sebuah buku dokumen "penerbitan 
khusus dari KEMENTRIAN PENERANGAN R.I.." (Pertjetakan Negara - Djakarta - 
558/B-'59), berjudul  PENEMUAN KEMBALI REVOLUSI KITA (THE REDISCOVERY OF OUR 
REVOLUTION). Buku dokumen ini setebal 53 halaman, yang berisi teks "Pidato 
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1959". Isi teks pidato 
Presiden pertama ini ternyata juga saya temukan dalam buku berjudul "Dibawah 
Bendera Revolusi" jilid kedua oleh Ir. Sukarno, setebal 598 halaman. 
   
  Perlu dicatat bahwa buku "Dibawah Bendera Revolusi" di cetak resmi tahun 1964 
dan beredar secara meluas untuk supaya bisa dibaca oleh khalayak masyarakat 
luas di Indonesia. Namun sejak periode paska peristiwa GESTOK '65 buku 
tersebut, yang terdiri dari dua jilid itu turut lenyap dari permukaan Bumi 
Indonesia.  
   
  Mengingat perkembangan kondisi politik-ekonomi-kebudayaan Bangsa, Rakyat dan 
Negara R.I. yang semakin terpuruk, betapa pentingnya kita mengenal, menyimak 
dan merefleksi kembali karya-karya tulisan Bung Karno. Untuk itu saya lampirkan 
salah satu karya tulisannya berjudul "PENEMUAN KEMBALI REVOLUSI KITA (THE 
REDISCOVERY OF OUR REVOLUTION)", sesuai dengan isi teks aslinya dalam buku 
"Dibawah Bendera Revolusi" - jilid kedua - halaman 351 s/d 390. Karya tulisan 
ini kemudian terkenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia dan menjadi 
Haluan Negara.
   
  Salam,
  MiRa
   
   
  ***
   
  Dibawah Bendera Revolusi oleh Ir. Sukarno - djilid kedua - 
  Panitya Penerbit DIBAWAH BENDERA REVOLUSI 1964
   
  "PENEMUAN KEMBALI REVOLUSI KITA (THE REDISCOVERY OF OUR REVOLUTION)" - Hal. . 
351 - 357
   
  AMANAT PRESIDEN SUKARNO PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 
AGUSTUS 1959 DI DJAKARTA
   
  Saudara-Saudara sekalian!
   
  Hari ini adalah "Hari 17 Agustus"
  17 Agustus 1959.
  17 Agustus, - tepat empatbelas tahun sesudah kita mengadakan  Proklamasi.
   
  Saja berdiri dihadapan saudara-saudara, dan berbitjara kepada saudara-saudara 
diseluruh tanah-air, bahkan djuga kepada saudara-saudara bangsa Indonesia jang 
berada diluar tanah-air, untuk bersama-sama dengan saudara-saudara 
memperingati, merajakan, mengagungkan, mengtjamkan Proklamasi kita jang keramat 
itu.
   
  Dengan tegas saja katakan "mengtjamkan". Sebab, hari ulang-tahun 
ke-empatbelas daripada Proklamasi kita itu harus benar-benar membuka halaman 
baru dalam sedjarah Revolusi kita, halaman baru dalam sedjarah Perdjoangan 
Nasional kita.
   
  1959 menduduki tempat jang istimewa dalam sedjarah Revolusi kita itu. Tempat 
jang unik! Ada tahun jang saya namakan "tahun ketentuan", - a year of decision. 
Ada tahun jang saja sebut "tahun tantangan", - a year of challenge. Istimewa 
tahun jang lalu saja namakan "tahun tantangan. Tetapi buat tahun 1959 saja akan 
beri sebutan lain. Tahun 1959 adalah tahun dalam mana kita, - sesudah 
pengalaman pahit hampir sepuluh tahun- , kembali kepada Undang-Undang-Dasar 
1945, - Undang-Undang-Dasar Revolusi. Tahun 1959 adalah tahun dalam mana kita 
kembali kepada djiwa Revolusi. Tahun 1959 adalah tahun penemuan kembali 
Revolusi. Tahun 1959 adalah tahun  "Rediscovery of our Revolution".
   
  Oleh karena itulah maka tahun 1959 menduduki tempat jang istimewa dalam 
sedjarah Perdjoangan Nasional kita, satu tempat jang unik!
   
  Seringkali telah saja djelaskan tentang tingkatan-tingkatan Revolusi kita ini.
   
  1945 - 1950. Tingkatan physical Revolution. Dalam tingkatan ini kita merebut 
dan mempertahankan apa jang kita rebut itu, jaitu kekuasaan, dari tangannja 
fihak imperialis, kedalam tangan kita sendiri. Kita merebut dan mempertahankan 
kekuasaan itu dengan segenap tenaga rochaniah dan djasmaniah jang ada pada 
kita, - dengan apinja kitapunja djiwa dan dengan apinja kitapunya bedil dan 
meriam. Angkasa Indonesia pada waktu itu adalah laksana angkasa kobong, bumi 
Indonesia laksana bumi tersiram api. Oleh karena itu maka pada periode 1945 - 
1950 adalah periode Revolusi phisik. Periode ini, periode merebut dan 
mempertahankan kekuasaan, adalah periode Revolusi politik.
   
  1950 - 1955. Tingkatan ini saja namakan tingkatan "survival". Survival 
artinja tetap hidup, tidak mati. Lima tahun physical revolution tidak membuat 
kita rebah, lima tahun bertempur, menderita, berkorban-badaniah, lapar, 
kedjar-kedjaran dengan maut, tidak membuat kita binasa. Badan penuh dengan 
luka-luka, tetapi kita tetap berdiri. Dan antara 1950 - 1955 kita sembuhkanlah 
luka-luka itu, kita sulami mana jang bolong, kita tutup mana jang djebol. Dan 
dalam tahun 1955 kita dapat berkata, bahwa tertebuslah segala penderitaan jang 
kita alami dalam periode Revolusi phisik.
   
  1956. Mulai dengan tahun ini kita ingin memasuki satu periode baru. Kita 
ingin memasuki periodenja Revolusi sosial-ekonomis, untuk mentjapai tudjuan 
terachir daripada Revolusi kita, jaitu satu masjarakat adil dan makmur, 
"tata-tentrem-kerta-rahardja". 
  Tidakkah demikian saudara-saudara?  Kita berevolusi, kita berdjoang, kita 
berkorban, kita berdansa dengan maut, toh bukan hanja untuk menaikkan bendera 
Sang Merah Putih, bukan hanja untuk melepaskan Sang Garuda Indonesia terbang 
diangkasa? "Kita bergerak", demikian saja tuliskan dalam risalah "Mentjapai 
Indonesia Merdeka" hampir tigapuluh tahun jang lalu - : "Kita bergerak karena 
kesengsaraan kita, kita bergerak karena kita ingin hidup lebih lajak dan 
sempurna. Kita bergerak tidak karena "ideaal" sadja, kita bergerak karena ingin 
tjukup makanan, ingin tjukup pakaian, ingin tjukup tanah, ingin tjukup 
perumahan, ingin tjukup pendidikan, ingin tjukup minimum seni dan cultuur, - 
pendek kata kita bergerak kerena ingin perbaikan nasib didalam segala 
bagian-bagiannja dan tjabang-tjabangnja. Perbaikan nasib ini hanjalah bisa 
datang seratus procent, bilamana masjarakat sudah tidak ada kapitalisme dan 
imperialisme. Sebab stelsel inilah jang sebagai kemladean tumbuh diatas tubuh
 kita, hidup dan subur daripada tenaga kita, rezeki kita, zat-zatnja masjarakat 
kita. - Oleh karena itu, maka pergerakan kita itu haruslah suatu pergerakan 
jang ketjil-ketjilan. - Pergerakan kita itu haruslah suatu pergerakan jang 
ingin merobah samasekali sifatnya masjarakat"....
   
  Pendek-kata, dari dulu-mula tudjuan kita ialah satu masjarakat jang adil dan 
makmur.
   
  Masjarakat jang demikian itu tidak djatuh begitu-sadja dari langit, laksana 
embun diwaktu malam. Masjarakat jang demikian itu harus kita perdjoangkan, 
masjarakat jang demikian itu harus kita bangun. Sedjak tahun 1956 kita ingin 
memasuki alam pembangunan. Alam pembangunan Semesta. Dan saudara-saudara telah 
sering mendengar dari mulut saja, bahwa untuk pembangunan Semesta itu kita 
harus mengadakan perbekalan-perbekalan dan peralatan-peralatan lebih dahulu, - 
dalam bahasa asingnya: mengadakan "invesment-invesment" lebih dahulu. Sedjak 
tahun 1956 mulailah periode invesment. Dan sesudah periode invesment itu 
selesai, mulailah periode pembangunan besar-besaran. Dan sesudah pembangunan 
besar-besaran itu, mengalamilah kita Inja-Allah subhanahu wa ta ála alamnja 
masjarakat adil dan makmur, alamnja masjarakat "murah sandang murah pangan", 
"subur kang sarwa tinadur, murah kang sarwa tinuku".
   
  Saudara-Saudara!  Djika kita menengok kebelakang, maka tampaklah dengan 
djelas, bahwa dalam tingkatan Revolusi Phisik, segala perbuatan kita dan segala 
tekad kita mempunjai dasar dan tudjuan jang tegas-djelas buat kita semua: 
melenjapkan kekuasaan Belanda dari bumi Indonesia, mengenjahkan bendera tiga 
warna dari bumi Indonesia. Pada satu detik, djam sepuluh pagi, tanggal 17 
Agustus, tahun 1945, Proklamasi diutjapkan, - tetapi lima tahun lamanja Djiwa 
Proklamasi itu tetap berkobar-kobar, tetap berapi-api, tetap murni mendjiwai 
segenap fikiran dan rasa kita, tetap murni menghikmati segenap tindak-tanduk 
kita, tetap murni mewahjui segenap keichlasan dan kerelaan kita untuk menderita 
dan berkorban. Undang-Undang-Dasar 1945, - Undang-Undang-Dasar Proklamasi - , 
benar-benar ternjata Undang-Undang-Dasar Perdjoangan, benar-benar ternjata satu 
pelopor daripada alat-Perdjoangan! Dengan Djiwa Proklamasi dan dengan 
Undang-Undang-Dasar Proklamasi itu, perdjoangan berdjalan pesat,
 malah perdjoangan berdjalan laksana lawine jang makin lama makin gemuruh dan 
tá tertahan, menjapu bersih segala penghalang! 
   
  Padahal lihat! alat-alat jang berupa perbendaan (materiil) pada waktu itu 
serba kurang, serba sederhana, serba dibawah minimum! Keuangan tambal-sulam, 
Angkatan Perang tjompang-tjamping, kekuasaan politik djatuh-bangun, daerah de 
facto Republik Indonesia kadang-kadang hanja seperti selebar pajung. Tetapi 
Djiwa Proklamasi dan Undang-Undang-Dasar Proklamasi mengikat dan membakar 
semangat seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Marauke! Itulah sebabnja 
kita pada waktu itu achirnja menang. Itulah sebabnja kita pada waktu itu 
achirnja berhasil pengakuan kedaulatan, - bukan souvereiniteits-overdracht 
tetapi souvereiniteits-erkenning - , pada tanggal 27 Desember 1949.
   
  Demikianlah gilang-gemilangnja periode Revolusi phisik.
   
  Dalam periode jang kemudian, jaitu dalam periode survival, sedjak tahun 1950, 
maka modal perdjoangan dalam arti perbendaan (materiil) agak lebih besar 
daripada sebelumnja. Keuangan kita lebih longgar, Angkatan Perang kita tidak 
tjompang-tjamping lagi; kekuasaan politik kita diakui oleh sebagian besar dunia 
Internasional; kekuasaan de facto kita melebar sampai daerah dimuka pintu 
gerbang Irian Barat. Tetapi dalam arti modal-mental, maka modal-perdjoangan 
kita itu mengalami satu kemunduran. Apa sebab? 
   
  Pertama oleh karena djiwa, sesudah berachirnja sesuatu perdjoangan phisik, 
selalu mengalami satu kekendoran; kedua oleh karena pengakuan kedaulatan itu 
kita beli dengan berbagai matjam kompromis. 
   
  Kompromis, tidak hanja dalam arti penebusan dengan kekajaan materiil, tetapi 
lebih djahat daripada itu: kompromis dalam arti mengorbankan Djiwa Revolusi, 
dengan segala akibat daripada itu: 
   
  Dengan Belanda, melalui K.M.B., kita mesti mentjairkan Djiwa-revolusi kita; 
di Indonesia sendiri, kita harus berkompromis dengan golongan-golongan jang 
non-revolusioner: golongan-golongan blandis, golongan-golongan reformis, 
golongan-golongan konservatif, golongan-golongan kontra-revolusioner, 
golongan-golongan bunglon dan tjetjunguk-tjetjunguk. Sampai-sampai kita, dalam 
mengorbankan djiwa revolusi ini, meninggalkan Undang-Undang-Dasar 1945 sebagai 
alat perdjoangan.
   
  Saja tidak mentjela K.M.B., sebagai taktik perdjoangan.  Saja sendiri dulu 
mengguratkan apa jang saja "tracée baru" untuk memperoleh pengakuan kedaulatan. 
Tetapi saja tidak menjetudjui orang jang tidak menjadari adanja bahaja-bahaja 
penghalang Revolusi jang timbul sebagai akibat daripada kompromis K.M.B. itu. 
Apalagi orang jang tidak menjadari bahwa K.M.B. adalah satu kompromis! 
Orang-orang jang demikian itu adalah orang-orang jang pernah saja namakan 
orang-orang possibilis, orang-orang jang pada hakekatnya tidak 
dinamis-revolusioner, bahkan maungkin kontra-revolusioner. Orang-orang jang 
demikian itu sedikitnja adalah orang-orang jang beku, orang-orang jang tidak 
mengerti maknanja "taktik", orang-orang jang mentjampur-bawurkan taktik dan 
tudjuan, orang-orang jang djiwanja "mandek". 
   
  Orang-orang jang demikian itulah, disamping sebab-sebab lain, meratjuni djiwa 
bangsa Indonesia sedjak tahun 1950 dengan ratjunnja reformisme. Merekalah jang 
mendjadi salah satu sebab kemunduran modal mental daripada Revolusi kita sedjak 
1950, meskipun dilapangan peralatan materiil kita mengalami sedikit kemadjuan. 
Kalau tergantung daripada mereka, kita sekarang masih hidup dalam alam K.M.B.! 
Masih hidup dalam alam Uni Indonesia-Belanda! masih hidup dalam alam suprimasi 
modal belanda!
   
  Mereka berkata, bahwa kita harus selalu tunduk kepada perdjandjian 
internasional, sampai lebur-kiamat kita tidak boleh menjimpang daripadanja! 
Mereka berkata, bahwa kita tidak boleh merobah negara federal ála van Mook, 
tidak boleh menghapuskan Uni, oleh karena kita telah menandatangani 
perdjandjian K.M.B. "Setia kepada aksara, setia kepada aksara!, demikianlah 
wijsheid jang mereka keramatkan. Njatalah mereka sama sekali tdak mengerti apa 
jang dinamakan Revolusi. Njatalah mereka tidak mengerti bahwa Revolusi djustru 
mengingkari aksara! Dan, njatalah mereka tidak mengerti , - oleh karena mereka 
memang tidak ahli revolusi -, bahwa modal pokok bagi tiap-tiap revolusi 
nasional menentang imperialisme-kolonialisme ialah Kosentrasi Kekuatan 
Nasional, dan bukan perpetjahan kekuatan nasional. Meskipun kita menjetudjui 
pemberian autonomi-daerah seluas-luasnja sesuai dengan motto kita Bhineka 
Tunggal Ika, maka federasi á la van Mook harus kita tidak setiai, harus kita 
kikis-habis
 selekas-lekasnja, oleh karena federalisme á la van Mook itu adalah pada 
hakekatnja alat pemetjah-belah kekuatan nasional. Djahatnja politik 
pemetjah-belahan ini ternjata sekali sedjak tahun 1950 itu, dan mentjapai 
klimaksnja dalam pemberontakan P.R.R.I.-Permesta dua tahun jang lalu, dan oleh 
karenanja harus kita gempur-hantjur habis-habisan, sampai hilang lenjap 
P.R.R.I.-Permesta itu sama sekali! 
   
  Ja, sekali lagi: Persetudjuan internasional tidak berarti satu barang jang 
langgeng dan abadi. Ia harus memberi kemungkinan untuk setiap waktu menghadapi 
revisi. Apalagi, djika persetudjuan itu mengandung unsur-unsur jang 
bertentangan dengan keadilan manusia, - dilapangan politikkah, dilapangan 
ekonomikah, dilapangan militerkah -, maka wadjib persetudjuan tersebut direvisi 
pada waktu perimbangan kekuatan berobah. Misalnja pendjadjahan terhadap bangsa 
lain, meski tadinja ia disetudjui dalam sesuatu perdjandjian internasional 
sekalipun, ta' dapat diterima sebagai suatu hukum jang mutlak dan abadi, jang 
harus dibenarkan terus menerus sampai keachir zaman.Tidak!, ia harus ditjela 
setadjam-tadjamnja, ditentang mati-matian, ditiadakan selekas mungkin. Tidak 
boleh kita membiarkan langgeng dan abadi sesuatu hukum jang berdasarkan 
penguasaan silemah oleh sikuat.
   
  Saudara-saudara, saja masih dalam membitjarakan periode survival. Selama kita 
masih dalam periode survival ini, maka segala kompromis dan reformisme jang 
saja sebutkan tadi tidak begitu disedari akan akibatnja. Ja, mungkin terasa 
kadang-kadang, bahwa djalannja pertumbuhan agak serat, tetapi keseratan ini 
makin lama makin diartikan sebagai satu kekurangan atau tjatjat jang memang 
melekat pada bangsa Indonesia sendiri, satu kekurangan atau tjatjat jang memang 
"inhaerent" kepada bangsa Indonesia sendiri, - bukan sebagai akibat daripda 
sesuatu kompromis, atau akibat sesuatu reformisme, atau akibat sesuatu 
possibilisme, pendek kata bukan sebagai akibat  pengorbanan djiwa Revolusi. 
Segala kematjetan dan keseratan di "verklaar" dengan kata "memang kita ini 
belum tjukup matang, memang kita ini masih sedikit Inlander", Sinisme lantas 
timbul! Kepertjajaan kepada kemampuan bangsa sendiri gojang. Djiwa Inlander 
jang memandang rendah kepada bangsa sendiri  dan memandang agung kepada
 bangsa asing muntjul disana-sini terutama sekali dikalangan kaum intelektuil. 
Padahal semuanja sebenarnja adalah abibat daripada kompromis!
   
  Masuk kita kedalam periode invesment. Didalam periode inilah, - periode 
voorbeidingnja revolusi sosial-ekonomi - , makin tampaklah akibat-akibat djelek 
daripada kompromis 1949 itu. Terasalah oleh seluruh masjarakat - ketjuali 
masjarakatnja orang-orang pemakan nangka tanpa terkena getahnja nangka, 
masjarakatnja  orang-orang jang "arrivés" , masjarakatnja sipemimpin mobil 
sedan dan sipemimpin penggaruk lisensi -, terasalah oleh seluruh rakjat bahwa 
djiwa, dasar, dan tudjuan Revolusi jang kita mulai dalam tahun 1945 itu kini 
dihinggapi oleh penjakit -penjakit dan dualisme-dualisme jang berbahaja sekali.
   
  Dimana djiwa Revolusi itu sekarang? Djiwa Revolusi sudah mendjadi hampir 
padam, sudah mendjadi dingin ta'ada apinja. Dimana Dasar Revolusi itu sekarang? 
Dasar Revolusi itu sekarang tidak karuan mana letaknja, oleh karena 
masing-masing partai menaruhkan dasarnja sendiri, sehingga dasar Pantja Sila 
pun sudah ada jang meninggalkannja. Diaman tdjuan revolusi itu sekarang? 
Tudjuan Revolusi, - jaitu masyarakat jang adil dan makmur -, kini oleh 
orang-orang jang bukan putra-revolusi diganti dengan politik liberal dan 
ekonomi liberal. Diganti dengan politik liberal, dimana suara rakjat banyak 
dieksploitir, ditjatut, dikorup oleh berbagai golongan. Diganti dengan ekonomi 
liberal, dimana berbagai golongan menggaruk kekajaan hantam-kromo, dengan 
mengorbankan kepentingan rakjat.
   
  Segala penjakit dan dualisme itu tampak menondjol terang djelas dalam periode 
invesment itu! Terutama sekali penjakit dan dualisme empat rupa jang sudah saja 
sinjalir beberapa kali: dualisme antara pemerintah dan pimpinan Revolusi; 
dualisme dalam outlook kemasjarakatan: masjarakat adil dan makmurkah, atau 
masjarakat kapitaliskah? dualisme "Revolusi sudah selesaikah" atau "Revolusi 
belum selesaikah"? dualisme dalam demokrasi, - demokrasi untuk rakjatkah, atau 
Rakjat untuk demokrasikah? 
   
  Dan sebagai saja katakan, segala kegagalan-kegagalan, segala 
keseratan-keseratan, segala kematjetan-kematjetan dalam usaha-usaha kita jang 
kita alami dalam periode survival dan invesment itu, tidak semata-mata 
desebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau ketololan-ketololan jang inhaerent 
melekat kepada bangsa Indonesia sendiri, tidak disebabkan oleh karena bangsa 
Indonesia memang bangsa jang tolol, atau bangsa jang bodoh, atau bangsa jang 
tidak mampu apa-apa, - tidak! - , segala kegagalan, keseratan, kematjetan itu 
pada pokoknja adalah disebabkan oleh karena kita, sengadja atau tidak sengadja, 
sedar atau tidak sedar, telah menjeléwéng dari Djiwa, dari Dasar, dan dari 
Tudjuan Revolusi! 
   
  Kita telah mendjalankan kompromis, dan kompromis itu telah menggerogoti 
kitapunja Djiwa sendiri!
   
  Insjafilah hal ini, sebab, itulah langkah pertama untuk menjehatkan 
perdjoangan kita ini. 
   
  Dan kalau kita sudah insjaf, marilah kita, sebagai sudah saja andjurkan, 
memikirkan mentjari djalan-keluar, memikirkan mentjari way-out, - think and 
re-think, make and re-make, , shape and re-shape. Buanglah apa jang salah, 
bentuklah apa jang harus dibentuk! Beranilah membongkar segala alat-alat jang 
tá tepat, - alat-alat maretiil dan alat-alat mental -. beranilah membangun 
alat-alat jang baru untuk meneruskan perdjoangan diatas rel Revolusi. Beranilah 
mengadakan "retooling for the future". Pendek kata, beranilah meninggalkan alam 
perdjoangan setjara sekarang, dan beranilah kembali samasekali kepada Djiwa 
Revolusi 1945.
   
  Bersambung...
   
   
   
   


Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 






 
---------------------------------
Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and 
always stay connected to friends.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke