Mei : Jika ada yg tidak sesuai dengan yg dicontohkan Islam yg harus dituding bukan agamanya
================================== Jano - ko : Nah, ini baru yang namanya pendapat yang mencerahkan. Kalau ada orang yang melabeli Islam dengan label-label miring itu namanya insan yang memper........ dirinya, lha wong namanya saja "blasphemy", kalau di Amerika sono kalau menghina agama pasti dech udah "diciduk". Malem aja dech. ---ooo0ooo--- "L.Meilany" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sebenernya waktu itu saya kurang nulisnya :-) Begini perlakuan 'diskriminatif' terhadap perempuan itu juga dilakukan oleh kaum perempuan juga terhadap perempuan lain yg dianggap berbeda. Di pengajian yg banyak terdiri dari perempuan bersuami akan bisik2 ngegosipin perempuan yg tidak/belum menikah. Dikumpulan perempuan lajang juga akan ngegosipin perempuan bersuami yg hidupnya menjadi 'budak' suaminya. Masalah 'patriarkis' bukan cuma milik Islam, tapi di semua sektor kehidupan memang demikian. Dengan suatu alasan yg klise dan kuno bahwa ; laki2 lebih kuat, laki bekerja di luar, perempuan hanya urusan domestik. Itulah yg kemudian jika tidak sesuai pakemnya, akhirnya menjadi runyam. Semuanya berawal dari kehidupan yg kecil, di keluarga. Di kehidupan keluarga yg terbiasa egaliter dan demokratis, tidak menafikan/tidak mendidik keras anak2nya. Ada penghormatan satu sama lain. Anak laki2 boleh main boneka, boleh masuk dapur. Saling tolong menolong, yg kuat membantu yg lemah meskipun yg lemah itu laki2. Anak laki2 nggak dimarahin kalo menangis. Seorang suami juga bisa masuk dapur, perempuan juga bisa bikin betul peralatan listrik atau merakit lemari :-) Ketika ia dewasa, ia membentuk keluarga sikap inilah yg akan dilakukan terhadap pasangannya. Agama menurut saya adalah keyakinan untuk menjadi manusia yg baik. Islam penuh kasih dan sayang rahmatan lil alamin. Bukan hanya terhadap manusia [baca:perempuan] tapi kan juga terhadap seisi alam, hewan, tumbuhan, lingkungan. Jika ada yg tidak sesuai dengan yg dicontohkan Islam yg harus dituding bukan agamanya tapi 'oknum' yg salah memaknai ajaranNya. Dan inilah yg sedang terjadi saat ini salam l.meilany ----- Original Message ----- From: Chae To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 07, 2007 10:49 AM Subject: [wanita-muslimah] Re: Beramai-ramai Mempersoalkan Poligami Mba Mei, Ini semua karena perempuan masih di anggap makhluk kedua yang mempunyai fungsi hanya sebagai pelengkap bagi laki-laki. Seakan-akan keberadaan perempuan hanya untuk kepentingan laki-laki. Persepsi pemikiran ini tumbuh subur dikalangan masyarakat yang masih memegang idealisme patriakis dimana kepentingan laki-laki masih mendominasi dan di anggap sebagai prioritas utama. Idealisme patriakis tumbuh subur tidak terlepas dari pemahaman masyarakat dalam beragama, khususnya dalam agama Islam banyak sekali pemahaman yang masih berwarna patriakis. Semisal nilai kesholehan seorang perempuan masih di tentukan sebesar fungsi perempuan itu sebagai pelengkap laki-laki. Juga adanya pemahaman agama yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang otoritas terhadap perempuan setelah Tuhan. Dimana laki-laki di daulat sebagai penanggung jawab terhadap perempuan. Dan kemudian adanya kepercayaan atau anggapan bahwa laki-laki mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan perempuan dimana sebenarnya mitos tsb sudah tidak relevan lagi pada saat ini, kalau boleh saya tanya kepada para member disini yang masih mempercayai mitos tsb...coba sebutkan secara rinci apa kelebihan laki-laki terhadap perempuan yang sering kali menjadi alasan mendudukan perempuan sebagai object yang berada dalam kekuasaan laki-laki. Dengan adanya pemahaman2 yang salah dalam beragama khususnya agama Islam maka perempuan menjadi korban pembodohan, kemiskinan, dan juga korban kekerasan. Sudah seharusnya kita menyadari bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, salam dalam hal hak dan tanggung jawab. Perempuan harus di nilai dari dirinya sendiri, dan potensi dan prestasi yang dimilikinya sehingga perempuan bisa terlepas dari pembodohan, kemiskinan dan juga kekerasan. --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "L.Meilany" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Pak Chodjim, > Tapi justru ada jamaah tertentu yg menganjurkan poligami-poligini > Dengan alasan bagi isteri tua adalah untuk bisa berbagi tugas melayani suami. > Perempuan2 di jamaah itu masih memposisikan sebagai 'budak nafsu' suaminya. > > Banyak perempuan yg telat menikah pada akhirnya memilih jadi suami yg > sudah beristri dengan alasan menaikan rasa percaya diri [ lebih baik jadi janda atau jadi istri > ke dua dan seterusnya] daripada tidak menikah sama sekali. > perempuan yg sudah masanya menikah dan tidak/belum menikah sering di lecehkan dalam > pergaulan dalam karir. > Selain itu juga di masyarakat masih banyak 'diskriminasi' pada perempuan yg tidak menikah. > Bagaimana menyalurkan keinginan syahwatnya serta dianggap perempuan penggoda. > > salam > l.meilany > > > ----- Original Message ----- > From: Achmad Chodjim > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com > Sent: Saturday, March 03, 2007 8:59 AM > Subject: Re: [wanita-muslimah] Beramai-ramai Mempersoalkan Poligami > > > Negara Islam atau yang penduduknya mayoritas Islam seperti Tunisia dan Turki telah melarang praktik poligami, lantaran poligami bukan "ajaran Islam". Kanjeng Nabi Muhammad saw diutus untuk memrioritaskan akhlak yang mulia. Di antaranya untuk mengatur poligami yang liar itu dengan tujuan akhir "monogami". Tujuan akhirnya ya di QS 4:129, bahwa tak ada orang yang bisa berlaku adil dalam poligami sehingga yang wajib dan sekaligus sunah itu ya "monogami". > > Di majalah Paras februari lalu saya mengisi artikel tentang poligami, sebagai berikut. > > ========================================================== > Benarkah Poligami Dibenarkan > > dalam Islam? > > Oleh: Achmad Chodjim > > Poligami bukanlah hal yang aneh dalam masyarakat patriarki. Di belahan bumi mana pun masyarakat ini berada, di sana pasti ada praktik poligami yang berupa poligini, yaitu seorang suami yang memiliki beberapa istri. Agama Islam hadir di dunia ketika dominasi patriarkat menguasai dunia, dan perempuan di Jazirah Arabia waktu itu dianggap sebagai barang hak milik laki-laki. Jadi, poligini bukanlah sesuatu yang khas milik masyarakat Islam. > > Lho, kalau begitu, mengapa yang menjadi sorotan tentang poligini itu agama Islam? Mengapa masalah poligini itu tidak menjadi perhatian khusus pada agama-agama selain Islam yang ada di dunia dewasa ini? > > Islam hadir di Jazirah Arabia ketika praktik poligini menjadi tren masyarakat Arab Jahiliah di abad ke-7 M. Seorang laki-laki yang memiliki kekuasaan ekonomi, hidup dengan banyak istri, bahkan sahabat Nabi ada yang tercatat memiliki 8 atau 10 istri. Namun, di zaman jahiliah itu, NabiMuhammad tetap memilih seorang istri yang bernama Khadijah. Beliau hidup secara monogami, atau dengan seorang istri saja selama 25 tahun hingga Ibu Khadijah wafat. Logikanya, bagaimana mungkin Nabi memberikan contoh poligami? Contoh konkret dari Nabi saw, ya monogami selama 25 tahun ketika Nabi dengan istrinya, Khadijah, hidup di Mekah! > > Lalu, bagaimana dengan praktik beliau di Madinah? Mengapa beliau melakukan praktik poligini dengan banyak istri selama kurun waktu di Madinah? Nah, di sinilah kita harus mempelajari praktik hidup Rasul secara menyeluruh. Kita hendaknya tidak mengambil sepotong teladan dari apa yang dipraktikkan oleh beliau. Kita harus meneladani beliau dengan pikiran yang jernih dan dengan hati yang bersih! > > Menjelang hijrah ke Madinah Rasulullah mengalami tahun-tahun yang penuh kesedihan. Pada tahun kesepuluh kenabiannya pamannya, Abu Thalib, wafat. Padahal, selama itu perjuangan Rasulullah mendapatkan dukungan moril dan material dari Abu Thalib. Lalu, tak berapa lama kemudian, disusul oleh wafatnya satu-satunya istri tercintanya, Khadijah. Lho, apa nggak sedih banget? > > Sebulan setelah ditinggal Ibu Khadijah, beberapa sahabat menyarankan Rasulullah untuk menikahi Ibu Saudah binti Zam'ah. Saudah adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya yang tak lain adalah sepupu Rasulullah sendiri. Setahun setelah menikahi Saudah, Abu Bakar meminta Nabi untuk menikahi putrinya, Aisyah. Mengapa setelah ditinggal Khadijah, Nabi memilih poligini dan tidak monogami lagi? > > Tentu ada alasan yang fundamental mengapa Rasulullah yang bisa monogami selama 25 tahun, tapi setelah ditinggal wafat istri satu-satunya justru memraktikkan poligini, yaitu dinikahinya Saudah dan Aisyah. Marilah kita perhatikan pandangan seorang penulis sirah nabawiyah Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury. Menurut Syaikh ini, di antara tradisi atau adat istiadat Bangsa Arab adalah menghormati hubungan perbesanan. Menjalin hubungan perbesanan merupakan suatu pintu untuk mendekatkan hubungan antar berbagai suku. Dengan memraktikkan poligininya Rasulullah bertujuan mengikis permusuhan berbagai kabilah terhadap umat Islam. Dengan poligininya itu Rasulullah memadamkan api kemarahan mereka terhadap umat Islam. Marilah kita perhatikan pernikahan rasulullah setelah di Madinah. > > Setelah Perang Badar (2 H), Hafshah binti Umar bin Khatthab ditinggal mati suaminya. Oleh Umar, Hafshah dinikahkan dengan Nabi pada 3 H. Dengan demikian, terbentuklah ikatan kekeluargaan yang kuat antara Rasululllah dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Dalam Perang Uhud gugurlah seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Jahsy, sehingga meninggalkan seorang janda yang bernama Zainab binti Khuzaimah. Nah, Zainab yang janda dari seorang sahabat ini dinikahi Rasulullah pada 4 H. Namun, beberapa bulan kemudian ibu para orang miskin ini wafat. Pada tahun yang sama janda dari Abu Salamah yang wafat, yaitu Ummu Salamah, dinikahi oleh Rasulullah. Dengan menikahi Ummu Salamah orang-orang yang sekampung dengan Abu Jahal dan Khalid bin Walid tidak berlaku kasar kepada kaum Muslim. Bahkan tak lama setelah Perang Uhud, Khalid bin Walid malah masuk Islam. > > Pada bulan Zul Qa'idah 5 H Zainab binti Jahsy dinikahi oleh Rasulullah setelah diceraikan oleh Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi). Inilah perkawinan yang menghebohkan, karena Nabi saw menikahi mantan istri anak angkat Nabi. Padahal, pernikahan ini untuk mematahkan tradisi penyamaan anak angkat dengan anak kandung sendiri. Pada Sya'ban 6 H Juwairiyah anak seorang pemimpin Bani Mushthaliq yang menjadi tawanan dibebaskan oleh Rasulullah dan dinikahinya. Hasilnya, Bani Mushthaliq tidak memusuhi umat Islam. Lima bulan kemudian, Muharram 7 H, Ummu Habibah binti Abu Sufyan yang telah ditinggal mati suaminya dinikahi oleh Rasulullah. Dengan menjadikan Ummu Habibah sebagai istrinya, maka perlawanan Abu Sufyan terhadap Rasulullah melunak. Bahkan akhirnya Abu Sufyan tidak melakukan perlawanan sama sekali ketika terjadi penaklukan Kota Mekah. > > Pada awal tahun 7 H terjadi penyerangan Khaibar. Dalam Perang Khaibar ini Bani Nadhir jatuh ke umat Islam dan putri pemimpinnya, yaitu Shafiyyah binti Hujay, menjadi tawanan tentara Islam. Untuk menjaga martabat putri seorang pemimpin suku, dan yang suaminya terbunuh dalam peperangan itu, Rasulullah membebaskan Shafiyyah dan lalu menikahinya. Dengan cara ini permusuhan dari Bani Nadhir menjadi padam. Pernikahan terakhir Rasulullah adalah dengan Maimunah binti al-Harits, yang dilangsungkan pada Zul a'idah 7 H. > > Nah, setelah menyimak tuturan di atas, adakah poligini yang dipraktikkan Nabi itu sama dengan yang dilakukan oleh umatnya dewasa ini? Atau, poligini yang dipraktikkan oleh sebagian dari orang Islam sekarang ini disebabkan oleh upaya untuk meneladani kanjeng Nabi Muhammad saw? Jawabnya: "Jauh dari keteladanan Rasulullah!" > > Gugurlah pandangan tentang praktik poligini yang mengatasnamakan "meniru" Rasulullah. Apalagi yang mengatakan bahwa poligini itu Sunah Rasul, itu jelas tidak berdasar! Satu-satunya ayat yang diusung oleh para pelaku poligini adalah QS 4:3. Dan, ayat yang diambil sebagai poligini itu pun tidak utuh alias sepenggal ayat. Secara lengkap sebenarnya "hal poligini" itu ada di QS 2 - 3. Bunyi ayatnya sebagai berikut: > > "Dan, berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) itu harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan janganlah kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya, tindakan-tindakan tersebut adalah dosa besar." > > "Dan, jika kamu takut tidak dapat berlaku adil (tuqsith) terhadap anak-anak yatim, maka nikahilah ibu-ibu mereka yang menyenangi kamu, dua, tiga, atau empat. Maka, jika kamu takut tidak dapat berbuat adil (ta'dil), nikahi seorang saja atau menikahi budak yang kamu miliki. Hal ini agar kamu lebih dekat untuk tidak menyimpang." > > Coba, kalau ayat di atas dibaca secara lengkap dan tidak dipotong hanya sekadar untuk melegalkan praktik poligini, tentu punya makna yang indah untuk kemaslahatan umat manusia. Pertama, ayat tersebut turun setelah terjadinya Perang Uhud, dan banyak pejuang Islam yang gugur yang meninggalkan istri dan anak-anaknya yang masih yatim! Oleh karena sistem pengasuhan anak yatim yang berupa "lembaga" belum ada, maka solusi cepatnya adalah menikahi ibu-ibu anak yatim yang suaminya gugur. Jadi, ini tidak sekadar menikahi janda yang punya anak. Kedua, yang dinikahi itu adalah janda beranak yatim yang menyenangi untuk dimadu. Perhatikan kalimat mâ thâba lakum minan nisâ'! Kalimat tersebut bila diterjemah akan menjadi apa-apa yang menyenangkan (baik) bagimu yang berasal dari perempuan dewasa (yang dalam konteks ini adalah janda yang beranak yatim). Ketiga, menikahi janda beranak yatim itu merupakan solusi keadilan terhadap harta warisan bagi si yatim. Dengan menikahi ibunya, maka ia berhak mengutip biaya pengasuhan dari harta anak yatim tersebut. Dan, si ibu akan mendapatkan nafkah dari lelaki yang menikahinya. Keempat, bila ternyata si lelaki takut tidak bisa berbuat adil dalam kasih sayang (lâ ta'dil), maka ia wajib beristri satu saja! Atau, menikahi budak yang ada di dalam kekuasaannya. Inilah cara yang lurus, yang tidak menyimpang, sebagaimana dinyatakan pada ujung ayat! > > Yang harus digarisbawahi adalah wajib beristri satu atau menikahi budak. Misi ayat QS Annisa [4]:2-3 adalah untuk melindungi nasib anak yatim yang ayahnya gugur dalam peperangan dan membebaskan perbudakan. Jika kita simak QS 4:129, jelas seorang lelaki dinyatakan tidak dapat berlaku adil terhadap beberapa istrinya. Jadi, prinsip pernikahan dalam Islam adalah monogami! Dan, monogamilah yang benar-benar memenuhi hukum Allah. Perhatikan ujung ayat yang menyatakan "ini agar kamu lebih dekat untuk tidak menyimpang." Menyimpang dari apa? Jawabnya: "Menyimpang dari hukum Allah". Jadi, poligini itu lebih dekat kepada penyimpangan hukum Allah atau perbuatan aniaya! Lho, orang yang menolak poligini koq malah disebut menolak hukum Allah, apa tidak terbalik? Ayat yang membolehkan poligini statusnya sama dengan ayat yang membolehkan perbudakan. Misinya adalah menghapuskan perbudakan secara perlahan. Begitu pula makna QS 4:2-3 adalah menghapuskan poligini/poligami secara perlahan. Umatlah yang seterusnya berjuang untuk menegakkan monogami. > > Oleh karena itu, marilah saudara-saudaraku kaum muslimin untuk memahami kaidah fikih dar'ul mafâsid muqaddam 'alâ jalb almashâlih, mencegah/menolak hal-hal yang mendatangkan kerusakan harus diutamakan daripada upaya meraih kemaslahatan. Ciptakanlah kemaslahatan dengan monogami, dan jauhi upaya mendapatkan kemaslahatan dari poligini. Semoga Allah merahmati monogami kita sehingga kita tidak terjerumus ke dalam kehidupan poligini yang lebih banyak mendatangkan mudarat daripada maslahatnya. > > ----- Original Message ----- > From: Sunny > To: Undisclosed-Recipient:; > Sent: Friday, March 02, 2007 9:25 AM > Subject: [wanita-muslimah] Beramai-ramai Mempersoalkan Poligami > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > [Non-text portions of this message have been removed] Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]