Surat Sutera Putih:
KALIMAT-KALIMAT GANJIL YANG DITULIS - Pernyayataan Duka dan Bangga Untuk Pelukis Wen Peor Tak ada yang ingin kutulis secara istimewa mengenai Wen Peor. Tapi berita yang disiarkan oleh milis [EMAIL PROTECTED] yang kubaca hari sangat mengagetkan dan menjawab segala dugaku selama sekian dasawarsa terhitung dari penghujung tahun 1965, tahun-tahun awal Tragedi Nasional yang oleh sementara orang mau diabaikan begitu saja walau pun paling tidak 1 di antara 10 penduduk negeri berjumlah 220 juta terkena biasnya. Sikap menyepelekan bahkan menyukuri, serta ketidak acuhan terhadap jumlah korban sebegini besar, entah dengan dalih dan alasan apa pun seperti hukum "karma" dan lain-lain... mencerminkan taraf kesadaran kemanusiaan di negeri yang bernama Indonesia. Aku sulit mendapatkan kata-kata tepat, untuk merumuskan pengbabaian terhadap holokus September ini , apalagi sulitnya orang memahami bahwa masakre ini adalah suatu tragedi berdampak sampai hari. Aku juga belum mampu menjabarkankannya dalam kata-kata sikap yang mencadangkan hak menjadi Indonesia. Yang bisa kudapatkan hanya satu kata: "gila" dan "gila" dan "gila", "gila". Wen Peor, sebagai pelukis anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat [Lekra, lihat: Lampiran], adalah salah seorang korban dari Tragedi Nasional September 65 ini dan sampai akhir khayatnya tak sempat kembali tinggal di tanahairnya bernama Indonesia seperti halnya dengan nasib yang dialami oleh sekian banyak seniman eksil. Menjadi seniman Lekra, seakan suatu kutukan tak terampuni [dan mereka tak meminta ampun untuk komitmen ini, aku pasti sebagaimana sikap Liu Hu-lan , gadis usia 17 tahun berkata "lebih baik mati berdiri daripada mati bertekuk lutut" ketika melawan pendudukan fasisme Jepang, seperti halnya juga sikap Cak Durasim, pemain ludruk dari Jawa Timur ketika menghadapi militerisme Jepang] dari suatu komitmen mencintai rakyat. Mencintai tanahair, menjunjung martabat diri dan bangsa serta kemanusiaan sebagai satu kesatuan. Berada di Yogya, sebuah kota pedalaman Jawa, aku sendiri tidak berkesempatan mengenal Wen Peor secara pribadi. Melalui media cetak, aku mengenal dan menggagumi karya-karya cukilan kayunya yang kurasakan sebagai ungkapan diriku sendiri. Garis-garis hitam putihnya, tajam dan kuat menyuarakan nuraninya sebagai anak manusia dan seniman yang peka, peduli lingkungan. Sebagai anak negeri yang menyatu dan merupakan bagian dari rakyat negerinya. Apakah perasaan republiken, berkindonesiaan dan manusiawi begini merupakan suatu suatu kesalahan, tindak pidana dan keaiban sehingga Wen Peor sebagaimana tak sedikit seniman Lekra lainnya harus menyingkir dari tanahair sampai akhir khayat? Wen, di mata remaja Yogyakku, kulihat sebagai salah satu puncak seni cukilan Indonesia yang dirintis oleh pelukis Suromo, juga anggota Lekra dan pengajar di Akademi Seni Rupa Indonesia [ASRI]. Karena itu setelah terjadinya Tragedi Nasional September '65, aku senantiasa bertanya-tanya dimana dan bagaimana nasib Wen. Aku hanya menduga-duga ia lari ke HonG Konh seperti halnya bintang radio Evelyne Tjiauw, dan mungkin juga penyanyi sopran lulusan konsevatori Roma,;, Evy Tjoa --yang tadinya mengungsi ke Negeri Belanda. Berita yang kudapatkan hari ini akhirnya, membenarkan segala dugaanku selama ini tentang di mana Wen. Walau pun berita ini memberiku kesedihan. Indonesia kehilangan salah seorang pelukis baiknya tanpa negeri tanahairnya sendiri memberikan penghargaan. Jangankan penghargaan , barangkali namanya pun dilupakan sebagai sabut hanyut di sungai sejarah. Orba dan penyelenggara negara pasca Orba, tidak memberikan sebelah mata apa pun kepada tenaga-tenaga berharga yang dimilikinya pada zaman pemerintahan Soekarno dan disiapkan oleh Soekarno untuk Indonesia dan republik. Barangkali, kehilangan dan mencampakkan tenaga-tenaga begini merupakan kerugian besar bagi republik dan Indonesia, apalagi jika kita ingat bahwa membentuk tenaga-tenaga begini dilakukan dengan biaya rendah dan waktu yang singkat. Tanda dari kebodohan politisi cupet dan yang memandang esok sejauh ujung jari belaka. Arief Budiman, Ariel Heriyanto, ahli-ahli kangker tingkat dunia kita, ahli ruang angkasa, ahli atom, ahli kapal, dan entah berapa insinyur berbagai kejuruan dan nama lagi, akhirnya digunakan oleh negeri-negeri lain.... Wen sudah meninggal di negeri orang, meninggalkan tanya dan cinta manusiawi seorang seniman yang tak pernah pudar. Apakah pada saat meninggalnya Wen di negeri orang, penyelenggara kekuasaan negeri bernama Indonesia sempat merenungi politilk masa silam dan kekinian untuk kembali menjunjung republik dan Indonesia sebagai rangkaian nilai ? Ataukah republik dan Indonesia hanyalah predikat tanpa makna perangkai kalimat-kalimat ganjil yang sulit dipahami dan terbelakang dilihat dari perkembangan bahasa dunia? Wen Peor sudah menulis kalimat-kalimat jelas berbentuk garis-garis dan warna lukisannya. Hadirnya Wen Peor di dunia seni luki Indonesia kupahami sebagai semunya batas etnik dan bangsa serta betapa keragaman merupakan suatu kekayaan suatu bangsa yang menyatukan diri di ketunggalan kemanusiaan -- wilayah kerja dan ladang garapan seniman. Kutulis baris-baris sederhana ini untuk mengungkapkan duka dan bangga padamu Wen. Kita hembuskan nafas penghabisan, seperti gajah meninggalkan gading, harimau meninggalkan belang, seniman meninggalkan karya dan mimpinya. Kau meninggalkan lukisan. Lukisan-lukisan dan cukilan sebagai anggota Lekra yang barangkali senantiasa menatap dan menanyai esok republik dan Indonesia: Apakah republik dan Indonesia suatu predikat bermakna ataukah hampa? Duka dan banggaku pada setia mimpimu, Wen!*** Paris, Maret 2007 ------------------------ JJ. Kusni Lampiran: << BERITA DUKA >> Wen Peor, pelukis Tionghoa termasyur kelahiran Padang telah meninggal-dunia pada tanggal 18 Maret 2007 Di Hong Kong Wen Peor yang lahir di Padang 28 Desember 1920, di tahun 1941 ke Jakarta, mulai karier seni-lukis dari pekerjaan membuat pospter, dan dimasa Jepang tahun 1943 sempat dipenjarakan karena karyanya itu. Sejak tahun 1945 Wen Peor bersama-sama Afandi, Hendra, Sudarso tergabung dalam Pelukis Rakyat. Tahun 1950 1955, Wen kembali mengajar di sekolah menengah Tionghua Bukit Tinggi, pada jaman itu, dengan kebesaran hati Wen, penghasilan dari pameran lukisan digunakan untuk membeli lahan sekolah itu, dengan demikian menyelamatkan usaha sekolah tersebut. Di Jakarta tahun 1955, Wen Peor bergabung Lie Man-fong cs membentuk Lembaga Seniman YIN HUA , Pada saat menyelenggarakan Pameran tahun 1957, salah satu lukisan Wen dengan tema: Bulan Menerangi Kampung-halaman dipilih menjadi salah satu koleksi-lukisan Bung Karno. Sejak tahun 1959 Wen menggabungkan diri dan bersama LEKRA, terjun aktif mendorong maju kesenian rakyat. Mendidik seni-lukis generasi muda, mendukung usaha grup seni-lukis pemuda Indonesia Jogya dan tidak sedikit memberikan bantuan mengatasi kehidupan pemuda-pemudi setempat yang sangat miskin. Jiwa me-Rakyat diri Wen sangat menonjol dari karya lukisan yang banyak bertemakan kehidupan kaum tani, nelayan miskin di Indonesia dan jiwa sosial yang ringan tangan memberikan bantuan pada pemuda-pemudi mengatasi kehidupan miskin ini dipertahankan terus sampai tahun 1966. Perubahan politik yang terjadi mengakibatkan Wen tidak bisa bertahan lebih lama lagi di Indonesia dan terpaksa menyingkir kenegeri leluhur, Tiongkok. Di Tiongkok, yang ketika itu sedang berkobar Revolusi Kebudayaan Proletar, Wen dipekerjakan di Pertanian Hua Kiao. Kemudian di tahun 1973 atas bantuan pelukis-wanita Xiao Shu-fang, Wen berhasil diangkat menjadi Pelukis Akademi Seni-lukis Guangdong . Dan terlibat dalam penyelenggaraan pameran lukisan beberapa kali. Sejak tahun 1980, Wen melewatkan hari-tua nya di Hong Kong , dan berkesempatan menjalin kembali hubungan dengan Indonesia. Wen dihari tuanya tidak tinggal diam, disamping tetap aktif berkarya dengan lukisan-lukisan yang ditekuni, aktif dibeberapa pameran dan menjadi Pelukis special over sea dari Guangdong Academy of Printing. Wen pernah menghadiri Pameran Lukisan Koleksi yang diselenggarakan oleh BCA di Jakarta tahun 1987. Dan setelah perjalanan tahun 1988 di Indonesia, Wen beberapa kali ikut mengeluarkan karya lukisannya dalam pameran lukisan di Jakarta, dan beberapa karyanya mendapatkan sambutan sangat baik dan terjual dengan harga sangat tinggi. Jiwa sosial yang sejak muda ada pada diri Wen tidak mengendur karena usia-lanjut, bahkan lebih gigih. Wen tidak segan-segan menjumbangkan sebagian besar dari hasil penjualan lukisannya untuk mendukung Bencana Banjir, mendirikan Sekolahan Harapan, dan memberi beasiswa pada mahasiswa miskin, dengan bakti-sosial demikian ini, Wen di tahun 2006 mendapatkan surat Penghargaan dari lembaga pemerintah Tiongkok. Bahkan pesan terakhir Wen, sebelum menghembuskan nafas terakhir mengharapkan: separuh dari warisan yang ada bisa digunakan untuk mendirikan yayasan kebudayaan dan social, Wen meninggalkan kita untuk selama-lamanya pada tanggal 18 Maret yl. Selamat jalan kami ucapkan dengan penuh rasa kesedihan, dengan harapan bapak Wen Peor mendapatkan ketenangan abadi sedang keluarga yang ditinggalkan tetap tabah, tegar menghadapi duka yang tiada taranya ini. SELAMAT JALAN BAPAK WEN PEOR! Hormat kami,SELAMAT JALAN BAPAK WEN PEOR! Hormat kami, Segenap Pengurus HKSIS . [Non-text portions of this message have been removed] ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/