assalaamu'alaikum wr. wb. 

Pertanyaan "Mengapa?" selalu bergayut dalam akal manusia sepanjang 
hidupnya.  Mengapa manusia diciptakan?  Mengapa manusia harus diuji 
dengan kesenangan dan kesusahan?  Mengapa manusia harus mengabdi pada 
Tuhan Yang Maha Tidak Butuh?  Mengapa manusia harus dibatasi dengan 
berbagai aturan?  Mengapa harus begini dan tidak boleh begitu?  
Mengapa yang ini benar dan yang itu salah?

Jika Anda ditanya, "Mengapa harus makan?", maka jawaban yang 
(barangkali) cukup bijak adalah "Agar tubuh kita mendapat nutrisi 
yang cukup."  Kalau sang penanya `tergoda' untuk bertanya lebih jauh, 
maka ia akan bertanya, "Mengapa tubuh harus dapat nutrisi yang 
cukup?"  Setiap pertanyaan bisa ditimpali dengan pertanyaan lainnya 
dan akhirnya menuju pada satu muara.  Bagi orang-orang sekularis-
materialis, yang dianggapnya muara adalah kalimat jawaban, "Untuk 
kepentingan diri sendiri."  Akan tetapi, bagi seorang Muslim, jawaban 
yang paling mantap adalah "Karena Allah!", karena manusia memang 
diciptakan hanya untuk mengabdi pada-Nya saja.

Karena Perintah Allah

Agar dinilai sebagai ibadah (yaitu bentuk penghambaan kepada Allah), 
baik saja tidak cukup.  Perbuatan itu harus diniatkan sebagai bagian 
dari melaksanakan perintah Allah, karena Allah memerintahkan hamba-
hamba-Nya untuk berbuat baik, apa pun bentuknya.  

Salah besar jika Anda menganggap perintah Allah hanya sebatas shalat, 
shaum, zakat, haji, umrah, wudhu, jihad, dan semacamnya.  Memungut 
sampah di jalan dan memasukkannya ke tempat sampah adalah bagian dari 
perintah Allah.  Membantu nenek-nenek menyeberang jalan bukanlah 
ajaran Pramuka, melainkan perintah Allah.  Mendahulukan orang lain 
bukan ajaran moral bikinan manusia, melainkan murni perintah Allah.  
Menghindari korupsi bukan karena takut pada KPK, namun karena Allah 
sudah mencela perbuatan tersebut sejak jauh-jauh hari.  Setiap 
perbuatan yang baik-baik adalah bagian dari perintah Allah (Q.S. 
[2] : 195).

Allah adalah sumber motivasi terbesar bagi umat Islam.  Allah-lah 
yang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dikerjakan.  
Akal manusia saja kadang tidak mampu membedakan, karena dirongrong 
oleh hawa nafsu dan godaan syaitan.  Suatu suku di Afrika ada yang 
membiarkan anak-anak perempuannya dilecut punggungnya hingga luka 
menganga dan memperlihatkan dagingnya, hanya karena alasan adat yang 
sangat konyol : saudara lelakinya baru saja beranjak dewasa.  Apakah 
mereka adalah manusia yang tidak mampu menggunakan akalnya?  Tentu 
tidak.  Mereka memiliki otak yang sama dengan kita, namun gagal 
membedakan mana yang wajar dan mana yang tidak.

Andaikan manusia mampu selalu membedakan mana yang benar dan yang 
salah, maka tentu manusia-manusia yang sekolahnya lebih tinggi pasti 
akan hidup lebih tentram, dan masyarakat di negara-negara maju akan 
hidup lebih tenang.  Kenyataan menunjukkan bahwa variabel yang 
menentukan bukanlah kekayaan finansial, kesejahteraan sosial, 
pendapatan per kapita, atau indeks harga saham gabungan di 
negerinya.  Maha Benar Allah yang telah menjelaskan melalui Rasul-Nya 
bahwa di dunia ini hanya ada satu ukuran yang membedakan keadaan 
manusia, yaitu ketaqwaannya.

Manusia senantiasa berada dalam kebingungan jika bukan karena Allah 
yang telah memberikan garis pembatas yang jelas.  Tanpa agama, maka 
segalanya akan nampak `relatif', dan perdebatan mengenai relatifitas 
ini tidak akan pernah berhenti karena selalu dikompromikan dengan 
selera pribadi.  Kenyataannya, manusia seringkali gagal menentukan 
mana yang baik bagi dirinya dan mana yang tidak (Q.S. [2] : 216).

Dengan mengucap Basmalah, maka kita secara terang-terangan telah 
menyatakan bahwa pekerjaan yang akan dilakukan itu adalah bagian dari 
perintah Allah SWT.  Tentu kita tidak bisa seenaknya menisbatkan 
semua pekerjaan kepada Allah.  Sebagai contoh, berjudi tidak wajar 
untuk diawali dengan Basmalah, karena ia adalah perbuatan dosa.

Dari sini muncullah sebuah konsep yang sering diabaikan orang, yaitu 
bahwa setiap perbuatan harus ditimbang dahulu baik-buruknya sebelum 
mulai dikerjakan.  Diwajibkannya pembacaan Basmalah mengimplikasikan 
kewajiban untuk menimbang baik-buruknya suatu perbuatan sebelum 
dimulai.  Setelah yakin bahwa perbuatan itu bernilai baik, barulah 
kita mengucap Basmalah dengan hati tenang dan mulai mengerahkan 
segenap kemampuan demi kesuksesan pekerjaan tersebut.

Implikasi dari bacaan Basmalah adalah pertimbangan yang matang dan 
keyakinan yang sangat mendalam terhadap apa yang sedang / akan 
dikerjakan.  Dengan demikian, jelaslah bahwa Allah tidak menghendaki 
hamba-hamba-Nya untuk bekerja setengah-setengah.  Mengerjakan 
perintah Allah kok tanggung-tanggung?

wassalaamu'alaikum wr. wb.

[bersambung]

Kirim email ke