Gus Dur sudah terang-terangan menyebut nama SBY di belakang kisruh PKB, tapi
SBY tidak bergeming. Sementara pada saat yang berceloteh orang sekelas
Zainal Ma'arif (Mantan Wakil Ketua DPR dari PBR), SBY langsung mendatangi
Polda Metro Jaya untuk menuntut balik.

Sekarang ada kasus lagi, hanya kirim sms ke 9949 saja langsung didatangi
Densus 88.
Kenapa sama mereka2 SBY berteriak, sementara terhadap Gus Dur seakan tak
berkutik?

Kinantaka
----

Pesan Singkat Berujung Perkara

[image: Felix Setyawan Hidayat (Dok. GATRA)]Ivona Hartini Leonardi,
perempuan yang sudah lama pensiun mengajar itu, terpaksa tampil lagi di
depan kelas. Di usianya yang senja, 70 tahun, ia berceloteh di hadapan 40
murid Taman Kanak-kanak (TK) Karitas Dharma di Gang Rambutan, Jalan Yos
Sudarso, Pontianak, Kalimantan Barat. Tapi perempuan itu terlihat murung dan
agak canggung.

Maklum, para siswa sebentar-sebentar menanyakan Felix Setyawan Hidayat.
"Mana Pak Felix? Kok, tidak pernah ada? Kapan Pak Felix pulang?" begitu para
bocah itu bertanya-tanya. Ivona pun kerap terdiam. "Soalnya, saya juga tidak
tahu kapan anak saya, Felix, pulang," ucapnya, sedih.

Felix, anak nomor tiga pasangan Leo Wardi Hidayat dan Ivona, adalah guru
tetap di TK tersebut. Sejak 16 Maret lalu, lelaki 37 tahun yang disayang
muridnya itu menginap di tahanan Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat.
Tuduhannya, seperti ramai diberitakan media, adalah gara-gara mengirim pesan
singkat (SMS) yang dinilai menghina presiden.

Pesan singkat yang dikirim ke 9949 --nomor layanan SMS pengaduan ke Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-- itu menyebut SBY sebagai tempe. Tak lama
berselang, tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Polda Kalimantan Barat
menggerebek kediaman Felix dan menciduknya.

Ketua tim advokasi Felix, Bruder Stephanus Paiman, menyesalkan penangkapan
itu. Ia yakin, Felix tak bermaksud menghina presiden. "Apa yang dilakukannya
hanyalah ungkapan emosional anak manusia yang setelah sekian lama berusaha
mendapat keadilan, tapi tak kunjung berhasil," kata Penanggung Jawab Forum
Relawan Kemanusiaan Pontianak itu.

Memang SMS bernada gusar itu tak lepas dari kedongkolan Felix. Alkisah,
beberapa tahun silam, Felix ingin membangun tempat bermain bagi
murid-muridnya. Ia membeli sebidang tanah di samping rumahnya yang merangkap
sebagai TK warisan itu. Kedua orangtuanya adalah pendiri dan pengajar di TK
tersebut.

Ketika tanah itu akan dia pagar, tetangga Felix keberatan karena menganggap
sebagian tanah tersebut miliknya. Tak mau ribut, Felix meminta petugas Badan
Pertanahan Nasional (BPN) setempat mengukur ulang tanah. Ternyata tanah itu
memang milik Felix.

Felix kembali memagar tanah itu, yang berujung lima lelaki memukulinya.
Kasus ini sampai ke kepolisian. Tapi orang yang memukul tak ditahan. Felix
jeri sekaligus geram. Ia lantas mengadukan terhalangnya pembangunan pagar TK
itu ke jajaran kepolisian dan Pemerintah Kota Pontianak.

Merasa tak juga ada penyelesaian, Felix akhirnya mengirim SMS pengaduan ke
9949 pada 8 Februari 2007 pukul 09.42 WIB. Intinya, Felix menuding Wali Kota
Pontianak serta Reskrim Polda Kalimantan Barat dan jajarannya ikut berulah,
sehingga upaya pemagaran itu terhambat.

Pesan singkat itu mendapat balasan standar: "Terima kasih atas partisipasi
Anda, pesan Anda telah kami terima." Tak puas, Felix mengirimkan SMS yang
sama ke layanan SMS Ani Yudhoyono, istri SBY. Jawaban yang didapat, menurut
Paiman, menyarankan agar mengadu ke pemda setempat saja, tak perlu sampai ke
ibu negara.

Suatu malam, beberapa waktu silam, Felix menonton televisi. Di layar kaca,
Presiden SBY menanggapi langsung masalah pengusaha tempe yang kekurangan
bahan baku. Spontan Felix mengirim SMS via 9949. Bunyinya, seingat Paiman: "
*Bgmana Pres, jgn hanya ngurusi tahu tempe, ini masalah serius, ini masalah
pendidikan. Kalau bp spt ini berarti bp tempe*."

Nah, menurut Paiman, Felix pun didatangi tim Densus 88, terdiri dari 9-10
orang. Tengah malam itu, Felix diinterogasi. Suara gaduh membuat Ivona
terjaga. Ivona mengaku melihat dan mendengar anaknya dicecar dengan berbagai
pertanyaan seputar SMS ke SBY itu.

Dini hari, Felix dibawa ke markas Densus 88, di samping markas POM, Jalan
Urip Sumoharjo, Pontianak. Tiga telepon seluler, satu *laptop*, buku nomor
telepon, dan *printer* dibawa serta. Paginya, anggota Densus 88 mengantar
surat penahanan bernomor NP.Pol: SP.Kap/45/III/2008/Ditreskrim ke Ivona.

Felix dibawa ke tahanan Polda Kalimantan Barat. Ia ditahan selama 20 hari,
dari 16 Maret hingga 4 April 2008, dan diperpanjang lagi 40 hari. Ketika
berada di tahanan Polda Kalimantan Barat, kasus Felix bergeser. Tidak lagi
soal SMS ke presiden, meski masih menyangkut pasal pencemaran nama baik,
dengan pelapor bibinya sendiri tertanggal 2 September 2007.

Dalam uraian singkat perkara pada surat perpanjangan penahanan itu
disebutkan bahwa tersangka pada 24 Juni 2007 sekitar pukul 12.00 WIB
melakukan tindak pidana pencemaran nama baik. Felix dianggap mencemarkan
nama baik Ana Leowardi, bibi Felix.

Ini merupakan buntut perseteruan lama antara Felix dan keluarga bibinya,
terkait kasus pencabulan. Adik Felix, Fransiskus, mencabuli anak bibinya
itu. Fransiskus dihukum enam bulan penjara. Tak puas, Ana yang bersuami
orang Singapura bernama Ong Tian You ini mengajukan banding dan menggugat
Fransiskus Rp 1 milyar.

Felix lantas berusaha memecah konsentrasi keluarga Ana dengan mengirim surat
elektronik ke kepolisian Singapura. Intinya menyatakan bahwa Jeppy Leowardi,
anak Ana, adalah orang berbahaya dan memiliki senjata. Ia juga mengirim SMS
serupa ke kepolisian setempat bahwa ada seorang yang mirip anggota Jamaah
Islamiyah (JI) bersenjata di Jalan Beringin.

Wartawan lokal dikiriminya pula SMS bahwa rumah di Gang Beringin IX E/6
digerebek polisi karena ada orang mirip anggota JI. Rumah ini tak lain
kediaman keluarga Ana. Penuturan Kadiv Humas Polda Kalimantan Barat, AKBP
Suhadi S.W., polisi segera mengirim anggota Densus 88 ke Jalan Beringin.

Karena tak menemukan hal seperti dilaporkan dalam SMS itu, polisi kemudian
melacak nomor telepon pengirim. Ulah Felix pun ketahuan. Menurut Suhadi,
keluarga Ana tak terima dan melaporkan Felix ke polisi pada 2 September
2007. "Jadi, kasus ini tidak ada hubungannya dengan masalah SMS ke
presiden," kata Suhadi.

Juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, mengaku tidak tahu-menahu ihwal
kasus yang menimpa Felix itu. Ia mengingatkan, kasus pencemaran nama baik
itu harus melalui delik pengaduan. "Dan selama ini, sama sekali tidak ada
pengaduan dari pihak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan SMS
tersebut," kata Andi.

Boleh jadi, SBY memang tak sembarang buang waktu merespons SMS gusar tadi
secara hukum. Pasalnya, terhadap SMS yang lebih keras saja, misalnya dari
broker pelabuhan bernama Wita, SBY tak meladeninya. Pada waktu itu, Wita
mengirim SMS ke layanan Polda Metro Jaya di nomor 1717, menuding keluarga
SBY pencuri (*Gatra*, 18 April 2007).

Toh, Paiman tetap yakin, penahanan Felix terkait dengan SMS kepada SBY itu.
Ia menduga, boleh jadi itu inisiatif Polda Kalimantan Barat yang ingin cari
muka. Karena terbentur soal delik aduan, kata Felix, dicarilah alasan lain,
termasuk pengaduan keluarga Ana. "Pengaduan (Ana) itu kan sudah lama, kenapa
baru sekarang ditanggapi?" Paiman mencibir.

Akil Mochtar, anggota Komisi III DPR yang terpilih sebagai hakim Mahkamah
Konstitusi, menilai tindakan polisi itu merupakan bentuk penyimpangan hukum.
"Itu tidak boleh terjadi," katanya. Akil menyarankan Felix membuat pengaduan
resmi ke Propam Polda Kalimantan Barat, Kapolri, Komnas HAM, dan DPR.

Menurut Paiman, ia telah melapor ke Propam Polda Kalimantan Barat. Ia pun
berancang-ancang melapor ke Kapolri dan semua instansi terkait, termasuk
lembaga bantuan hukum di Jakarta. "Saya siap habis-habisan," Paiman
menegaskan. Wah, bakal rame nih.

*Taufik Alwie, Bernadetta Febriana, dan Muhlis Suhaeri (Pontianak)*
[*Hukum*, *Gatra* Nomor 23 Beredar Kamis, 17 April 2008]

http://www.gatra.com/artikel.php?id=114024


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke