"Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian 
itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti."
(QS. Al-Hasyr 59:14)


--- On Tue, 8/19/08, O-V-I-C <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: O-V-I-C <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [wanita-muslimah] M. Thalib: Abu Bakar Ba'asyir Siyah, Ahmadiyah, 
Komunis
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Tuesday, August 19, 2008, 10:40 AM

yah begitulah....dulu ABB nuduh2 bahwa Syiah dan Ahmadi sesat...sekarang dia di
tuduh sesat...berlaku lah hukum Tuhan buat diri nya

--- On Tue, 8/12/08, MGR <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: MGR <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [wanita-muslimah] M. Thalib: Abu Bakar Ba'asyir Siyah, Ahmadiyah,
Komunis
To: [EMAIL PROTECTED]
Date: Tuesday, August 12, 2008, 4:51 AM

Ada puisi Imam Syafi'i:
  
 Ahbib habibaka hawnan ma, asa ayyakuna baghidlaka yawman ma
 wabghidl baghidla hawnan ma, asa ayyakuna habibaka yawman ma
  
 cintailah kekasihmu sekadarnya, barangkali ia jadi musuhmu di lain waktu
 bencilah musuhmu sekadarnya, barangkali ia jadi kekasihmu di lain waktu
  
 guntur 
  
 GATRA,  39 / XIV 13 Agu 2008
  
 NASIONALMAJELIS MUJAHIDIN
 Ustad Berpisah Jamaah Terbelah

 Kongres III Majelis Mujahidin digelar di Yogyakarta. Ustad Abu Bakar
Ba'asyir mundur dan mendirikan jamaah baru. Kedua institusi yang mengusung
syariat Islam itu akan diuji oleh waktu.; Syiah, Ahmadiyah, dan Komunis; Ini
Pembunuhan Karakter

 Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, Yogyakarta, Sabtu dan Ahad pekan ini,
kembali jadi saksi sejarah. Sebuah hajatan nasional digelar, dengan tema
''Indonesia Bersyariah Solusi Tepat Salah Urus Negara''. Di
tempat ini, pada 5-7 Agustus 2000, Kongres I Mujahidin digelar.

 Ketika itu, Ustad Abu Bakar Ba'asyir (ABB) hadir dan menyampaikan makalah
''Sistem Kaderisasi Mujahidin dalam Mewujudkan Masyarakat
Islam''. Dalam Kongres III Mujahidin kali ini, sebulan sebelum
dilaksanakan, ABB mundur dari Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), di tengah
semangatnya yang menggebu-gebu untuk mewujudkan masyarakat dan organisasi secara
Islami.

 Menurut ABB, Majelis Mujahidin, meskipun tujuan perjuangannya sudah Islami,
yakni dakwah dan jihad, sebagai institusi perjuangan Islam masih menerapkan
sistem kepemimpinan yang tidak dikenal dalam ajaran Islam. ''Sejak awal,
saya melihat kekeliruan ini, dan saya sejak awal menolak diangkat menjadi Amir
Mujahidin,'' katanya kepada Gatra.

 Tapi, karena desakan dan demi kemaslahatan umat, akhirnya dia bersedia.
''Itu untuk sementara, sambil mengajak pengurus untuk kembali pada
sistem ajaran Islam, al-jamaah wal imamah,'' ia menandaskan. Tapi
rupanya apa yang dicita-citakan ABB mendapat penolakan dari dalam, baik dari
kalangan ahlul halli wal aqdi maupun dari kalangan tanfidziyah.

 Dalam struktur MMI, ada ahlul halli wal aqdi (AHWA), yang bertindak semacam
majelis syuro, dan tanfidziyah yang menjalankan roda organisasi sehari-hari.
Tanfidziyah bekerja dengan kontrol penuh dari AHWA. ''Tapi rupanya
tanfidziyah berjalan sendiri tanpa mau mendengar nasihat dan saran-saran dari
Ustad Abu,'' kata Fauzan Al-Anshari, Ketua Departemen Data dan Informasi
MMI, yang pada Juni 2007 dipecat dari jabatannya.

 Pemecatan Fauzan itu, menurut Irfan Suryahadi Awwas, karena yang bersangkutan
melanggar kebijakan institusi. ''Dia mengusung ABB for president,
padahal kami tidak pernah membicarakan masalah tersebut,'' tutur Irfan.

 Tahun lalu, Fauzan memang melemparkan wacana ABB for president. ABB sendiri,
meski tidak bersedia, tak sampai memberikan sanksi kepada pengusungnya. Ketika
skorsing dan pemecatan dijatuhkan kepada Fauzan, ABB pun tidak setuju. Tapi
pihak tanfidziyah, yang didukung Ustad Muhammad Thalib, wakil AHWA, bersikukuh
pada pendiriannya. Fauzan tetap dipecat per 30 Juni 2007.

 Dalam perkembangannya, agenda perselisihan terus bertambah. Persoalan pokoknya
adalah ketika ABB mengusung ide al-jamaah wal imamah, sebuah konsep jamaah
dengan kepemimpinan berada pada satu komando, amir. Jika ide ABB ini diwujudkan,
maka tanfidziyah hanya menjadi pelaksana. Amir adalah komando tertinggi dan
wajib ditaati. ''Sekarang yang terjadi terbalik, tanfidziyah menjadi
lembaga superbody,'' kata Fauzan.

 Keluarnya ABB dari MMI diikuti sejumlah pengurus daerah. Kepengurusan Majelis
Mujahidin Lajnah Perwakilan Jakarta, yang dipimpin Haris Amir Falah, membubarkan
diri. Haris secara resmi mundur tapi malah dipecat oleh pihak tanfidziyah. Ketua
Lajnah Jawa Timur, Akhwan, lebih dulu dinonaktifkan. Di beberapa daerah,
kondisinya mulai menghangat. Mereka yang keluar atau dipecat kini berimam kepada
ABB. Oleh ABB, mereka ditampung dalam wadah bertitel Jamaah Ansharu-Tauhid, yang
segera dideklarasikan.

 Bagi sebagian orang, MMI tanpa ABB tidak ada apa-apanya. MMI ya ABB, ABB ya
MMI. ''Perjuangan institusi dalam menegakkan syariah tanpa figur Ustad
Abu hanyalah slogan tanpa makna,'' Haris Amir Falah menegaskan. Tapi
Irfan Suryahadi Awwas menepisnya. ''Dalam tradisi mujahidin, tidak ada
kultus individu,'' kata Irfan kepada Arif Koes Hernawan dari Gatra.
''Kami punya keyakinan bahwa pemimpin boleh datang dan pergi, tapi
perjuangan terus berlanjut dan tidak bisa digantungkan pada individu
tertentu,'' ujarnya. ''Kita ini punya Allah, kok bergantung pada
figur? Ini konyol,'' ia menambahkan.

 Rupanya dua kubu itu tak lagi bisa disatukan. ABB resmi memisahkan diri dari
MMI. Jamaah pun terbelah. MMI mengandalkan sistem, sedangkan Jamaah
Ansharu-Tauhid mengusung figur. Eksistensi keduanya akan diuji oleh waktu.

 Herry Mohammad

 Muhammad Thalib:
 Syiah, Ahmadiyah, dan Komunis

 Muhammad Thalib sehari-hari adalah ustad dan penulis buku-buku keislaman. Di
MMI, Thalib adalah wakil AHWA, yang tidak lain adalah wakil Ustad Abu Bakar
Ba'asyir. Perawakannya sedang, tapi kalau bicara meledak-ledak.
Hampir-hampir tak pernah menggunakan bahasa sindiran, selalu berterus terang.
Kepada Arif Koes Hernawan dari Gatra, yang menemui Thalib di rumahnya di
Yogyakarta, Senin pagi lalu, Thalib memperjelas tuduhannya itu. Petikannya:

 Ustad Abu Bakar Ba'asyir (ABB) mundur dari MMI, Anda sebagai penyebab?

 Saya ingin menyampaikan dua pokok persoalan. Persoalan ideologi dia dan
keanggotaan dia di MMI. Kalau persoalan keanggotaan, pada 13 Juli dia menyatakan
mundur.

 Pada 22 Juni 2008, ketika diadakan sidang pleno ahlu hali wal ahdi (AHWA) di
Jakarta yang saya tidak bisa hadir, saya berikan surat yang mewakili kehadiran
saya. Dalam surat itu saya sebutkan, ideologi yang dibawa ABB adalah ideologi
Syiah dan Ahmadiyah. Karena itu, ideologi itu bertentangan dengan ideologi
ahlus-sunah waljamaah, dengan Quran dan hadis. Sidang pleno menawarkan dua macam
penyelesaian. Pertama, ABB mundur dengan baik-baik atau (kedua) dia dipecat. Itu
usulan saya dalam surat.

 Ternyata, apa yang saya tulis dalam surat itu tidak didalami untuk menjadi
pertimbangan dalam rapat. Justru dibelokkan dengan adanya isu bahwa ada
pertentangan kepentingan antara M. Thalib dan ABB. Ini pengkhianatan secara
konspiratif.

 Siapa yang membelokkan?

 ABB dengan kelompoknya. Karena dia menyanggah bahwa dia tidak Syiah, tidak
Ahmadiyah. Karena itu, pada 22 Juni itu ditolak tanfidziyah. Bahwa keputusan
pokok itu tidak dapat diterima oleh majelis, maka diselenggarakanlah rapat pleno
pada 13 Juli. Dibuka kembali hal yang tidak jelas itu.

 Akhirnya ABB tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan anggota AHWA, Kamalludin
Iskandar, dan Ketua Tanfidziyah Irfan S. Awwas, seperti surat saya. Pada 22 Juni
dan 13 Juli, saya sengaja enggak mau hadir karena menghindari kesan rekayasa.
Seolah membentuk opini mendiskreditkan ABB.

 Fakta-faktanya apa saja?

 Doktrin yang sesat itu, pertama, bahwa imam itu berlaku seumur hidup dan tidak
boleh ada penggantian selama sanggup memimpin umat. Kedua, imam tidak
bertanggung jawab kepada rakyat. Jadi, kalau persoalan imam menggunakan harta
kekayaan, rakyat tidak punya hak bertanya. Kekayaan organisasi yang dipakai imam
itu hak imam, dan rakyat tidak bisa minta pertanggungjawaban. Ini doktrin Mirza
Ghulam, Ahmadiyah.

 Selain itu?

 Lalu ulama-ulama kelompok mereka, Jamaah Islamiyah, adalah ulama yang mendapat
nur dari Allah sehingga tidak bisa salah. Ini keyakinan Syiah. Musyawarah itu
tidak mengikat imam. Hasil musyawarah tidak wajib diikuti imam. Imam itu bebas
dari pemikiran siapa saja. Musyawarah tidak mengikat imam. Ini juga paham Syiah.
Kalau Islam yang benar, musyawarah itu kewajiban. Nabi saja melaksanakan
keputusan musyawarah.

 ABB pun mengatakan, organisasi gerakan Islam, bila tidak menggunakan jamaah
imamah yang dipimpin satu imam, juga tidak tunduk, maka bukan gerakan Islam. Itu
hak khalifah. Saya katakan benar, sebab khalifah bertanggung jawab menjaga
keselamatan rakyat dan tidak bisa menjalankan itu tanpa kekuasaan.

 Tapi, apa dia bisa menjamin keselamatan rakyat? Saudara mau enaknya sendiri.
Inilah mental komunis. Menuntut hak kepemimpinan, tapi kewajiban pada rakyat
tidak dijalankan. Pemimpin mutlak, tapi nggak bertanggung jawab pada rakyat.
Ideologi kamu ini ideologi apa? Kalau komunis, kan rakyat itu untuk partai, dan
partai adalah pemimpin.

 Kenapa tuduhan-tuduhan pada ABB itu baru Anda lontarkan sekarang?

 Lho, ABB itu dipenjara empat tahun, terpisah dengan kami. Jadi, satu setengah
tahun pertama saja dengan kami. Setelah keluar, dia menggerogoti MMI. Mulai
dengan tingkah laku yang aneh-aneh. Saya sudah peringatkan pada pengurus karena
memang beda-beda pengalaman. Tapi ini kan organisasi, tidak ada hak istimewa.

 Langkah MMI selanjutnya? 

 Meminta MUI melakukan klarifikasi pada ABB yang oleh MMI dipandang sesat. MMI
sudah resmi menyatakan itu sesat. Termasuk bom Bali. Kami mau mengeluarkan sikap
kalau tiga orang itu (maksudnya Mukhlas, Amrozi, dan Imam Samudra --Red.)
mengakui siapa yang membuat bom. Kami tidak anggap itu jihad, tapi fitnah.
Karena ada tiga kekuatan yang ingin selalu menguasai MM tapi tidak berhasil,
yaitu intelijen pemerintah, Jamaah Islamiyah, dan orang-orang oportunis yang
cari duit.

 Abu Bakar Ba'asyir:
 Ini Pembunuhan Karakter

 Tuduhan bahwa Ustad Abu Bakar Ba'asyir seorang ekstremis dan teroris, itu
sudah biasa. Semuanya sudah terjawab di pengadilan bahwa dia tidak bersalah.
Tapi kali ini ia dituduh Syiah oleh wakilnya sendiri di MMI. Kepada Herry
Mohammad dari Gatra yang menemui Ustad Abu di markasnya di kawasan Petamburan,
Jakarta Pusat, Senin siang lalu, Ustad Abu menepis tudingan itu. Petikannya:

 Latar belakang Anda mundur dari MMI?

 Saya berkeyakinan, di samping Allah menurunkan Islam sebagai ideologi hidup
sebagai din, Allah juga menurunkan resep cara mengamalkannya. Pengamalan Islam
yang benar itu ada di dalam sistem kekuasaan, bukan dikuasai, harus menguasai.
Orang-orang yang berada di luar Islam boleh bernaung di bawahnya dan
diperlakukan dengan baik dan adil.

 Musyawarah, di dalam sunah Yahudi, ketua ini terikat dengan hasil musyawarah,
dan hasil musyawarah dianggap sah kalau disetujui mayoritas, yaitu 50% plus
satu, misalnya. Itu sistem yahudi. Kalau dalam Islam, jika seorang pemimpin
ditunjuk, namanya bisa imam atau amir, punya otoritas seperti komandan, wajib
ditaati. Senang atau tidak senang, kamu sependapat atau tidak, selama
perintahnya tidak melanggar pokok pokok syariat, wajib sami'na wa
'ata'na (didengar dan ditaati).

 Bagaimana dengan musyawarah? Dia membentuk badan musyawarah sewaktu-waktu.
Kalau memerlukan satu pemikiran, pandangan orang lain, dia memilih orang-orang
yang ahli ilmu dan tokoh-tokoh masyarakat. Itu namanya majelis syuro. Lalu dia
minta pandangan, ini ada persoalan begini, bagaimana? Misalnya ada pandangan
A-B-C, dia milih mana yang dia yakini sesuai dengan kebutuhannya.

 Bagaimana dengan MMI?

 Di MMI, masih dipakai sistem kepemimpinan kolektif. Ndak ada itu dalam Islam.
Maka, saya bilang, ini sistem sekuler yang datang dari sunah Yahudi. Mereka
marah. Di MMI ada seorang pinter, namanya Ustad Muhammad Thalib. Orang ini orang
pinter, tapi tampaknya belum sampai ke sana pikirannya. Terjadilah diskusi, saya
malah dituduh Syiah. Saya bilang, tidak mesti orang Islam itu pakai imamah
Syiah.

 Ada perbedaannya. Kalau Syiah, pemimpin itu ma'sum (tidak pernah salah).
Kalau ahlus-sunnah wal jamaah, tidak. Imam itu tidak ma'sum. Kapan imam
diganti? Kalau wafat atau belum wafat tapi lemah, nggak bisa ngurusi lagi,
sakit-sakitan, atau melanggar syariat yang membawa pada kekafiran. Itu baru
diganti.

 Apakah dengan mundurnya Anda, silaturahmi putus?

 Meskipun saya mundur, kami masih bisa berkerja sama dari luar dalam hal-hal
yang memang diperlukan kerja sama. Silaturahmi tetap jalan. Sebagai seorang
muslim yang meyakini kewajiban hidup berjamaah, saya mundur bukan lalu diam.
Saya akan mengamalkan perjuangan dengan sistem berjamaah. Saya sudah membentuk
jamaah yang menjadi sarana perjuangan menegakkan Islam. Namanya, Jamaah
Ansharu-Tauhid (JAT). Nanti, setelah Kongres MMI usai, JAT akan diumumkan secara
terbuka.

 Apakah usulan Anda itu tidak dibahas di kongres?

 Saya pernah mengusulkan, cobalah kita bicarakan di kongres. Saya ber-hujjah,
ini ber-hujjah, nanti yang lain menilai mana argumen yang lebih kuat, kemudian
diterima. Kalau memang yang diterima dia, dan argumen saya lemah, akan saya
terima. Ya, nanti konsekuensinya saya harus mundur, itu di dalam kongres. Kalau
mayoritas setuju argumen saya yang diterima, ya, MMI harus ikut majlis imamah.
Yang tidak setuju boleh terus ikut, boleh juga mundur. Kalau dalam kongres, kan
enak persoalannya. Tapi usulan ini tidak disetujui, pintu sudah ditutup. Menurut
Thalib, pengikut kongres itu bodoh-bodoh, tidak akan ngerti.

 Apa tujuan Anda membentuk JAT?

 Ya, agar ditolong oleh Allah. Pertolongan Allah itu datang jika memenuhi dua
syarat. Pertama, niatnya ikhlas. Kedua, caranya benar. Nah, cara yang benar itu
meliputi tujuannya benar demi tegaknya khilafah. Sistem perjuangannya benar,
yaitu dakwah dan jihad. Sistem jamaah organisasinya benar, yaitu jamaah dan
imamah. Termasuk sistem syuro-nya. Mudah-mudahan, dengan membentuk jamaah ini
bisa mendekati hadirnya pertolongan Allah, karena perjuangan tidak akan menang
tanpa pertolongan Allah.

 Saya tidak sepakat jika ada yang bilang, jika umat Islam tidak bersatu, akan
kalah. Umat Islam tidak bisa bersatu sebelum ada ulil amri. Kalahnya umat Islam
itu kalau tidak ada pertolongan Allah. Kalau ormas-ormas dan orpol-orpol masih
begini caranya, tidak mau muhasabah (instrospeksi) , ndak akan ada kemenangan.

 Bagaimana dengan tuduhan bahwa Anda Syiah, Ahmadi...

 Saya dituduh Syiah tulen, juga Ahmadi, tapi tidak berani berhadap-hadapan.
Kesimpulan saya, ini pembunuhan karakter supaya orang tidak percaya kepada saya.



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke