RUU Itu

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri


Sebenarnya saya agak malas ikutan berkomentar tentang RUU Anti
Pornografi/Pornoaksi (APP). Bukan apa-apa; soalnya , terus terang saya agak
'apriori' dengan para 'koki' UU di Senayan yang menggodog RUU tersebut.



Mereka saya lihat sampai sekarang masih belum bisa menghilangkan tabiat masa
lalu. Bekerja berdasarkan target waktu kaitannya dengan anggaran. RUU Anu
misalnya, harus selesai dalam anggaran tahun ini dalam sekian persidangan;
kalau tidak alias molor, harus ada anggaran tambahan yang memadai. Dan
sepertinya selalu saja ada yang ingin mengulur atau mempercepat proses,
sesuai kepentingan fraksi atau partainya atau masing-masing orangnya.


Tentu saja hal ini tidak masalah sepanjang masih berkaitan dengan subtansi
dan esensi RUU yang dibahas atau tidak menomor-sekian-kannya. Maka jangan
heran bila banyak RUU setelah menjadi UU sering dipersoalkan, bahkan didemo,
masyarakat. Saya melihat kehebatan para 'koki' yang terhormat itu masih saja
sebatas dalam menyusun anggaran mereka sendiri. Selain itu, seperti kita
ketahui, begitu banyak UU yang wujuuduhu ka'adamihi, adanya seperti tidak
ada saja. Bahkan dalam bahasa yang agak ekstrem, sering dikatakan bahwa di
negeri ini tidak ada undang-undang, gara-gara banyaknya pelanggar
undang-undang yang bebas melenggang dan bebas mengulang-ulang pelanggaran.



Tapi perkembangan pro-kontra terhadap RUU APP yang sudah semakin tidak
karuan juntrungnya, mengalahkan rasa malas saya.. Maraknya sikap pro-kontra
terhadap RUU tersebut –seperti umumnya pro-kontra terhadap hal lain—sudah
berkembang menjadi asal pro dan asal kontra. Bahkan banyak orang yang tidak
biasa *pethenthengan* pun, tiba-tiba ikut-ikutan *pethenthengan.* Yang biasa
*pethenthengan *pun semakin merasa benar dan bangga diri: bahwa menyikapi
sesuatu dengan pethenthengan adalah jalan lurus yang diridhai Tuhan.



Dalam kondisi yang seperti itu, banyak orang yang kemudian lupa atau malah
tidak peduli bahwa dalam persoalan ini ada dua hal berbeda. Pertama masalah
pornografi/pornoaksi (?) dan kedua masalah RUU APP. Hampir rata-rata mereka
yang pro RUU APP beranggapan bahwa mereka yang tidak setuju terhadap RUU APP
adalah orang-orang yang setuju terhadap pornografi/pornoaksi. Sebaliknya
banyak orang yang kontra RUU tersebut beranggapan bahwa mereka yang pro
adalah orang-orang yang tidak menghargai kreativitas, keragaman budaya, dan
perempuan. Hal ini semakin semrawut dan tidak proporsional ketika –atau
justru bersamaan dengan-- munculnya kasus majalah Playboy. Kebiasaan
berpikir 'hitam-putih' pun semakin 'mendapat pupuk'.



Yang lebih mengkhawatirkan adalah kebiasaan orang kita yang suka
mempolitisir segala sesuatu. Saya mencium kerasnya pro-kontra soal
pornografi ini pun sudah mulai bergeser --atau ada yang menggeser-- ke ranah
politik yang tidak sehat bahkan membahayakan. Mereka yang pro RUU sudah ada
yang menganggap atau mencurigai atau menuduh mereka yang anti RUU sebagai
golongan sekuler. Sementara mereka yang anti RUU menganggap atau mencurigai
atau menuduh mereka yang pro RUU sebagai golongan yang akan memaksakan
syareat. Masya Allah!



Kalau sudah demikian, orang pun lupa atau melupakan masalah awal yang
sebenarnya bermula dari keprihatinan tentang moral bangsa, tentang maraknya
pornografi yang memang sudah keterlaluan. Menurut saya tidak ada orang atau
golongan berbudaya mana pun yang tidak anti pornografi/pornoaksi dan tidak
prihatin terhadap maraknya hal itu. Apalagi orang Timur yang memiliki moral
ketimuran. Apalagi bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila –Ketuhanan Yang
Maha Esa; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; …-- dan menjunjung tinggi budi
pekerti. (Lihat misalnya KUHP!). Bahkan untuk mencegah adanya
pornografi/pornoaksi di media-media penyiaran seperti tv; buku; majalah; dan
koran, negeri ini memiliki misalnya, UU Penyiaran. Apalagi umat Islam yang
memiliki Quran dan Sunnah Nabi yang pasti dan seharusnya lebih kuat dan
berwibawa daripada UU bikinan 'orang-orang Senayan'.



Ya, KUHP dan khususnya UU Penyiaran yang karena tidak atau kurang adanya
penegakan/pelaksanaan terhadap ketentuan-ketentuannya, maka masyarakat dan
utamanya media massa, baik cetak maupun elektronik seperti tidak
menggubrisnya. Media massa pun, terutama yang hanya memikirkan keuntungan
materi, seperti umbar-umbaran. Persis beberapa UU Korupsi yang tidak
digubris oleh maling-maling kakap. Mereka yang punya niat menumpuk harta
haram dan berkesempatan pun umbar-umbaran.



Menurut saya, inilah akar masalahnya. Gara-gara lemahnya pihak-pihak yang
seharusnya menegakkan/melaksanakan UU, maka UU pun seperti tidak digubris.
Dalam hal UU Penyiaran, lembaga-lembaga penyiaran tidak menggubrisnya dan
bertindak umbar-umbaran, tanpa kontrol. Sehingga hal ini jelas memperparah
akibat buruk yang diakibatkan oleh serbuan sampah-sampah yang
dialir-deraskan oleh 'informasi global'. Lihatlah misalnya,
tayangan-tayangan tv yang berlomba-lomba menjual hal-hal yang memerosotkan
selera masyarakat, mulai dari pornografi hingga kekerasan.



Boleh jadi era keterbukaan dipahami pula sebagai melegemitasi sikap
umbar-umbaran itu. Karena tv masuk rumah-rumah, maka bisa dibayangkan
pengaruhnya terhadap masyarakat. Sulit dipungkiri bahwa maraknya pornografi
dan kekerasan di masyarakat dewasa ini, terutama sekali berkat ajaran tv
yang tidak bertanggungjawab dan dilakukan secara terus-menerus.
Keprihatinan yang dalam mengenai inilah saya pikir yang memunculkan usulan
bikin RUU APP. Yang agak mengherankan kok tidak ada usulan bikin RUU AKK
(Anti Kekerasan dan Kebrutalan). Padahal hal ini pun sudah luar biasa
maraknya dan tidak kalah berbahayanya dibanding pornografi. Apakah dalam hal
yang terakhir ini disebabkan karena orang-orang DPR menganggap KUHP dan
peraturan-peraturan yang lain sudah menampungnya; cuma selama ini tidak atau
belum ditegakkan/dilaksanakan sebagaimana mestinya?


Wallahu a'lam.

Rembang, 27.04.2006

Penulis adalah pemimpin Pondok Pesantren Roudhotut Thalibin, Rembang.


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:[EMAIL PROTECTED]

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment 
....Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke