Flora, 
Wahyu mungkin seorang yg lain diantara para pria
Bangga juga, sebagai kakaknya, dulu waktu di rumah kami 
dididik harus bisa semuanya. Ndak ada itu ini tugas perempuan, ini tugas laki2.

Jadi meskipun perempuan juga harus bisa mbetulin genting, ngerti mbenerin 
setrikaan.
Alm bapak saya juga lebih bisa masak sayur bening bayam daripada ibu saya.
Ibu saya cuma ahli bikin masakan wolanda yg bumbunya cuma garam, merica, pala, 
peterseli.

Tapi realitanya tetap saja 'jam kerja' perempuan selalu lebih banyak daripada 
laki2.
Kata pepatah : Man's work last till set of sun
                         Woman's work is never done.
Ada yg dipaksa oleh keadaan suaminya nggak mau tahu, ada yg sukarela ikhlas, 
naluri gitu katanya.
Meskipun nanti kalo di majlis taklim suka curhat2.

Salam, 
l.meilany


  ----- Original Message ----- 
  From: Flora Pamungkas "GMail" 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, February 17, 2009 8:14 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to 
discriminate agai


  Saya ulang lagi yang pernah saya bilang di sini tahun2 lalu.

  Di Islam, tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melakukan masak, bersih2
  rumah, nyuci2, dsb.

  Kalau isteri melakukan hal2 itu, Allah akan memberikan reward atas perbuatan
  baiknya. 

  Si suami justru berhutang budi kepada isteri yang mau mengerjakan hal2
  domestik.

  Tugas isteri hanya mengurus anak (-anak).

  Laki2 Indonesia pada tinggi resistensinya terhadap ajaran Islam spt yg saya
  katakan di atas.

  Budaya kita mengajarkan bahwa pekerjaan domestik adalah urusan perempuan.

  Kilas balik ...

  Seumur hidup saya tak pernah melihat Bapak memegang sapu.

  Untuk itu dari sejak kecil, saya dipersiapkan untuk jadi upik abu. 

  Nyuci piring, nyapu, ngepel, beli minyak tanah ke warung pake jerigen yang
  beratnya minta ampun.

  Sementara my male siblings pada asyik ngelayap maen ketapel, maen gundu
  sampai maghrib. 

  Coba kalau saya punya saudara perempuan, bisa gotong royong berdua ngerjakan
  urusan rumah.

  Ibu sudah capek memasak dan bekerja sebagai guru.

  Dulu waktu anak saya masih kecil, sekolahnya siang jam 13.00 sampai jam
  18.00.

  Jadi pagi2 setelah siapkan sarapan & baju suami, saya masih sempat nyemir
  sepatu suami & membersihkan kaca matanya.

  Teman saya, sambil mesam-mesem kasih komentar: Kok mau-maunya sih, mbak? 

  Saya bingung juga mendengarnya, bukankah ini tugas isteri? Meski suami
  tidak meminta.

  Toh saya sudah berhenti bekerja sejak mengikuti suami ke luar negeri.

  Ngapain lagi kalau bukan ngerjakan yang beginian?

  Malah saya merasa beruntung karena sudah terlatih dari sejak kecil.

  Umur 8 tahun sudah masuk dapur, wajah kebledhosan minyak goreng waktu
  menggoreng krupuk.

  Jari tangan mengelupas kena uap panas waktu mengangkat kukusan saat memasak
  nasi.

  Setelah anak saya sudah gede, sekolahnya pagi. 

  Saya siapkan sarapan dan bekal makan siang utk mereka.

  Tak sempat lagi nyemir sepatu, paling2 bersihkan kaca mata.

  Sebab sayapun juga harus bersiap diri ngantar anak ke sekolah.

  Apalagi suami berangkat pagi sekali, untuk menghindari macet yg bisa bikin
  telat sampai kantor.

  Telat tiba di kantor is a huge shame.

  Dari pengalaman berpindah-pindah negara, ternyata nggak jauh beda yang
  dialami kaum wanita.

  Saya dengar keluhan para karyawati di kantor suami. 

  Capek pulang dari bekerja, eh .. di rumah masih harus menyapu, memasak, dsb.

  Sedang suami mereka enak2 nonton TV menunggu hidangan makan malam siap.

  Malah ada yang sering dipukulin suami, sampai wajahnya bengeb2.

  Dia kabur ke rumah ibunya, tapi toh lusanya sudah balik lagi ke suaminya.

  Saya sampai gemas juga dg wanita itu, kok masih saja bertahan dengan suami
  macam itu.

  Dua tahun lalu, anak saya ada Easter break, 2 minggu, maka saya berlibur
  dan bertemu kembali dg mereka.

  Ngobrol ngalor ngidul, termasuk urusan domestik rumah. 

  Mereka ternganga-nganga, saat saya bilang bahwa suami saya yang membersihkan
  4 kamar mandi dan mem-vacuum carpet.T

  Tak menyangka si mantan boss mereka kok mau ngerjakan hal2 itu di rumah.

  Teman saya yang orang Kanada, pernah ngiri pada saya, karena suaminya tak
  mau tahu dengan urusan rumah.

  OK, akhir kata, saya tidak setuju pendapat mas Werkuwer di bawah ini.

  Suami saya juga mengerjakan domestic chores sebagaimana diajarkan dalam
  Islam, dan yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

  Kalau rumah tangga saya dicap tidak Islami, saya protes :-D

  Salam,

  Flora

  ----------------------------------

  Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai 

  Posted by: "werkuwer" mnug2...@yahoo.com werkuwer 

  Mon Feb 16, 2009 9:34 pm (PST) 

  ini jelas keluarga yg ndak islami. mana ada laki-laki mengerjakan 

  tugas-tugas domestik dalam ayat? 

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ari Condro" <masar...@...> 

  wrote:

  > 

  > Kenapa sih bukan suaminya yg tugas cuci piring ? Ane yg bagian 

  cuci piring tuh di rumah. Ini warisan dari kebiasaan bokap.

  > 

  > Ebes malah lebih ekstrim lagi, yg ngepel, cuci pakaian dan bikin 

  minum, yg ngerjain ebes sendiri. Padahal ebes ini tentara lho. Yg 

  identik dengan maskulin.

  > 

  > Ane aja malu sama tingkat kerajinan bokap.

  > 

  > 

  > salam,

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke