Muraqaba ( Meditasi Sufi ) Maulana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al-Haqqani qs Lefke, Damascus 2003 Dari www.mevlanasufi.blogspot.com
Bismillah hiRohman niRohim. La hawla wa la quwwata illa billahil `aliyyil `azhiim. Rabbi yassir wa la tassir Rabbi tammim bi-l khayr (Ya Allah jadikanlah segalanya menjadi mudah, jangan biarkan kesulitan membelenggu diriku, ya Allah jadikanlah akhir dari setiap upaya ini semata-mata berupa kebaikan) Kini, kita semua hendaknya mulai mempraktekkan muraqaba (sikap mewaspadai tujuan spiritual yang telah ditetapkan). Banyak sekali pertanyaan dan komentar mengenai hal ini dari saudara-saudara kita, sehingga kiranya perlu ada sedikit penjelasan mengenai hal ini. Mawlana Jalaluddi Rumi qs berkata, Wahai dikau yang kehausan dan tak berarah, datanglah! Kami adalah insan-insan yang meminum air Makrifat Sayyidina Khidir as dari arus sungai beliau. Jikalau kalian tidak dapat melihat air itu secara nyata, maka berbuatlah seolah-olah engkau seorang tunanetra. Bawalah sebuah tempayan sebagai tempat untuk menangguk air, dan masukkanlah tempayan itu ke dalam arus sungai. Tenggelamkan dirimu sedalam-dalamnya ke dalam arus sungai tersebut, sampai dirimu merasakan suatu sentuhan yang berbobot. Ketika sentuhan itu mulai terasa, berarti engkau telah mengalami suatu bimbingan spiritualitas. Pada saat itu kalbu kalian mulai terlempar dari kehampaan dan kepura-puraan menuju kepada suatu pengalaman ruhaniah yang nyata. Benang merah inilah yang acap kali dilakukan oleh para Awliya Allah swt (Para Wali, Mursyid, Syaikh, serta penuntun ruhani kita), sehingga hal tersebut haruslah menjadi bahan perenungan dan pendalaman kita mengenai makna muraqaba. Walaupun hal ini bukanlah sesuatu yang amat penting bagi orang kebanyakan, tetapi merupakan sesuatu yang wajib bagi para pengikut jalan sufi / thariqat. Pada kenyataan praktisnya, kita akan melatih beberapa kali secara bersama dan kita berharap dapat melakukannya secara terus-menerus di waktu yang akan datang. Dengan cara tersebut, kita akan menggapai thariqat ataupun jalan yang lurus sebagai suatu kebiasaan yang konsisten. Jika seseorang memberi kalian suatu Awrad ( amalan ibadah harian) dengan jumlah yang terdefinisi dan telah ditetapkan, maka kalian harus teguh pada bilangan tersebut. Memang setiap bilangan akan merujuk pada jumlah yang terbatas. Sedangkan dziki adalah sebuah perjalanan menuju cakrawala yang tidak terbatas, karena dia tak berawal dan tak berakhir. Tetapi bilangan tersebut merupakan latihan spiritual, serta cerminan disiplin kita. Muraqaba adalah suatu cara tersendiri yang dilakukanuntuk melatih kalbu. Cara ini sangat biasa dilakukan oleh para pengikut thariqat. Dalam kebiasaan kita, yaitu Khatam Khwajagan, kita melakukan Rabitha, artinya, kita menenggelamkan kalbu ke dalam hubungan spiritual seperti yang telah diungkapkan di atas. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi dandilakukan kita diperintahkan untuk melakukannya! Seperti halnya setiap amalan kalbu, demikian pula dalam rabitha, pada awalnya harus memiliki batasan, walaupun selanjutnya amalan tersebut untuk dilakukan secara tidak terbatas. Langkah Rabitha seperti inilah yang akan membawa dan mengarahkan kita kepada muraqaba. Mengenai muraqaba itu sendiri, kita temui lebih banyak lagi dalam Hadits Nabi sawƒnyang banyak kita kenal. Ketika Sayyidina Jibril as pada suatu kesempatan mengunjungi baginda Rasulullah saw, beliau menanyakan hal mengenai Islam, Iman dan Ihsan. Muraqaba adalah suatu istilah yang sangat berkaitan dengan Ihsan, Ketika kita beribadah kepada Allah swt, seakan-akan kita melihat Dia. Walaupun kita tidak mampu melihat Dia; Dia pasti melihat kita. Muroqobah ini adalah salah satu bentuk pelatihan untuk menjadi Ihsan. sedangkan Tasawwuf (Sufisme Islam) adalah media untuk merunutnya hingga mencapai tujuan. Hal inilah yang membuat Tasawwuf sangat menarik sebagai bagian dari Din-al Islam. Bagian yang tertinggi. Dalam tingkatan yang sudah demikian pencapaiannya Allah swt-lah Yang Memiliki Haqiqatul Akbar. Apa itu Haqiqat? Yaitu suatu kondisi, dimana pada saat engkau menyembah-Nya, seakan-akan engkau melihat-Nya dan walaupun engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu Dengan demikian sudah seharusnya kita selalu waspada bahwa Dia selalu melihat kita. Jika suatu saat kalian berkata bahwa, Aku ini ahli tasawwuf maka kalian tidak pantas berkata,Di mana Allah swt? Aku tidak melihat-Nya. Itu berarti kalian belum masuk ke tingkat Ihsan. Kalian harus selalu istiqamah untuk melakukan hal tersebut. Di dalam apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, ada yang disebut dengan musyahada (penyaksian). Hal ini tentu tidak mudah untuk dicapai. Musyahada disebut juga bersaksi. Muraqaba (berasal dari kata raqaba/raqib) itu sendiri merupakan faktor kedua setelah kondisi kesaksian ini karena dia menyangkut kesadaran bahwa kita diamati oleh-Nya. Muhyidin Ibnu Arabi qs menerangkan bahwa asal kata ini berakar dari ayat terakhir Ayat Kursi, Wa laa ya-uuduhu hifzhuhumaa. Dia Allah swt adalah Raqib as-samawaati wa-l-ardh (Pemilik Alam Dunia dan Akhirat). Muraqaba dari seorang hamba merupakan implikasi dan imitasi dari Atribut Ilahi, yaitu al-Raqib atau Dia Yang Memiliki Pengelihatan atas Segala Sesuatu dengan Segala Yang Dia Miliki. Muraqaba yang kita laksanakan merupakan khazanah kesadaran bahwa Dia melihat kita. Dia melihat di setiap lingkup Waktu yang ada, sebagaimana Waktu adalah Dia. Waspadalah mengenai hal ini. Dia mengawasi di dalam setiap untaian waktu, siang dan malam hari. Pada kondisi biasa-biasa saja, tingkatan kewaspadaan tersebut tidak melekat pada diri kita. Mengapa? Karena kita terlalu sibuk dengan kehidupan yang serba materialistik yang kita anggap lebih bernilai. Kita sudah sedemikian tenggelamnya dalam atribut yang mendunia. Dunia memang diciptakan untuk ¡¥merayu dan membujuk¡kita. Namun demikian, melalui dunia pula kita dapat mengambil hikmah untuk selalu mencari-Nya. Kita pun tak pantas berkata bahwa kita akan lebih baik jika tidak berada di dunia; karena kalau bukan karena dunia, bagaimana kita mengenal Dia? Sekarang permasalahannya adalah, kita berada dalam situasi sedemikian rupa, dan tidak bersama¡ Dia. Ibnu Ata`illah qs berkata, Subhanallah! Segala Puji bagi Allah swt Yang Menciptakan segala yang tak berawal Dia menciptakan suatu lapisan selubung dan hal tersebut ghaib. Hanya dengan usaha mendekati selubung tersebut, kita akan mengerti apa di balik semua ini. Segala format ritual yang kita laksanakan bukanlah untuk menyingkirkan atau menyingkir dari dunia, tetapi mencoba memahami untuk apa dunia ini diciptakan. Kita harus mengerti hal itu. Muraqaba adalah usaha untuk menjadi sadar, dan lebih sadar lagi. Kita harus memulai dengan hal-hal yang sederhana dulu, sebelum melangkah kepada hal yang lebih besar. Walaupun, pada kenyataannya apa yang kita sebut kecil pun sebenarnya tidak kecil; tetapi sangat besar. Apa saja perbekalan kita untuk melihat Allah swt? Kita hanya punya daya imajinasi saja. Maulana Syaikh Nazim membacakan suatu ayat yang menyatakan bahwa Allah swt bersama kita, di mana pun kita berada. Cobalah berimajinasi bahwa Dia bersama kalian. Oleh karena itu, cobalah melakukan satu langkah lebih awal, yaitu membayangkan bahwa Rasulullah saw selalu bersama kalian. Beberapa dari kita bisa diberikan karunia untuk dapat merasakan/melihat itu, tetapi pada umumnya jarang sekali. Jadi, apa yang kita lakukan adalah membayangkan seseorang yang memang sudah berada di jalur Rasulullah saw. Siapakah orang yang berada pada jalur beliau saw, yaitu Awliya Allah, Syaikh kalian. Dengan metode ini, tentunya akan sangat mudah bagi kita. Kita bisa melakukannya setiap saat. Ketika kita ingin melakukan muraqaba, kita akan menemukan kemudahan. Orang akan selalu bertanya mengenai bagaimana caranya,khususnya orang-orang Barat atau orang-orang yang bersikap serba rasional. Bahkan mereka pernah bertanya kepada Maulana Syaikh Nazim, Bagaimana caranya mengungkapkan cinta¡¨. Sebagai jawabannya yang terpenting di sini adalah, bagaimana kita membuat sesuatu menjadi sederhana atau mudah. Apa yang kita laksanakan dalam Muraqaba adalah: berpakaian serba putih dan duduk dengan khusuk. Hikmah yang dapat diperoleh adalah kita dapat memperoleh kekuatan spiritual yang dahsyat. Kalian bisa melakukannya kapan saja, khususnya di malam hari. Harus dicapai kondisi ghusl, yaitu mandi terlebih dahulu (suci hadats besar), segala sesuatu harus dibersihkan, karena hal tersebut sangat penting. Muraqaba ini merupakan sebuah langkah dalam penyucian kalbu (tazkiya tun-nafs). Lahir dan batin harus suci. Kemudian duduk dengan khusuk lalu berkatalah dalam kalbu, di dalam kehadiran Maulana Syaikh Nazim, Mawlana Syaikh HIsyam dan Rasulullah saw, dan Allah swt, Engkau bersamaku sepanjang hari, tetapi akulah yang tidak bersama-Mu. Sekarang aku mencoba meninggalkan segalanya demi kesungguhanku untuk bersama-Mu. Diriku tidak mampu untuk bersama-Mu dalam keadaan aku bersama atribut keduniaan.Ini adalah suatu cara untuk membersihkan batin. Aku duduk bersama-Mu dalam kehadiran waktu, Ya Allah aku selalu berusaha untuk bersama-Mu. Untuk itu kita harus duduk dalam kesunyian dan kegelapan. Kita harus secara seksama mengosongkan diri kita dari berbagai keburukan. Kita harus bertanya mengapa keburukan-keburukan itu tidak condong untuk menginggalkan kita? Hal ini karena kita menyukainya. Malah seringkali kita ini gemar dengan penderitaan dan kesedihan yang kita buat sendiri. Ada sebuah cerita dari sebuah negeri di timur, di mana terdapat sekelompok orang yang berkonsentrasi pada meditasi ala Jepang. Di sebuah kuil Zen, pengunjung diantar berkeliling kuil oleh pembimbingnya langsung. Pengunjung tersebut mengatakan bahwa tempat ini pastilah tempat yang suci, karena banyaknya orang yang duduk dalam posisi yang khas ( yoga lotus) dan dan sedang melaksankan meditasi. Lalu timbul pertanyaan, Mereka sedang bermeditasi apa? Pembimbing menjawab, Orang ini bermeditasi mengenai film yang dia tonton semalam; yang ini mengenai tempat tidur, dan lain-lain. Setiap orang sedang melakukan muraqaba¡ dengan versinya masing-masing. Tetapi mereka melakukannya untuk hal-hal yang salah! Kalian harus mengerti kepada Siapa ber-meditasia harus diarahkan! Suatu ketika seorang anak muda datang kepada Syaikh, Maulana, Saya bingung berilah saya rasa damai. Beberapa waktu yang lalu, saya jatuh cinta kepada seorang gadis, dan kami sempat memutuskan untuk menikah. Tetapi di lain pihak, dia menemukan pria lain yang dia suka dan malah akhirnya merekalah yang menikah! Saya sangat menderita akibat hal ini, tak tahan rasa sakitnya. Lalu Syaikh menjawab, Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Temui gadis lain dan nikahi dia. Sianak muda menjawab, Usul yang baik, Syaikh! Tetapi pikiran saya selalu terbersit oleh kenangan akan gadis itu dan jikalau saya mencoba jutaan kali, Saya tidak bisa melupakannya. Syaikh bertanya, Mengapa kamu sampai mengingatnya seperti demikian?¡¨ Anak muda itu menjawab, Sebenarnya bukan saya sengaja melakukannya, tetapi selalu saja wajah gadis itu datang keingatan ku Syaikh. Selalu saja bayangannya melewati nuansa pikiran ini. Nah bukankah hal ini sangat luar biasa? Si anak muda tidaklah sampai menyembah gadis itu; dia tidak pernah menerima formulasi wirid/ dzikir dari gadis itu yang memuat nama-nama atribut sang gadis. Inilah konsekuensi dari kebersamaan. Ketika kalian meletakkan seseorang di kalbu dengan rasa cinta (mahabbah), maka kita tidak akan mampu untuk menghilangkannya. Inilah buahnya muraqaba. Lalu mengapa kita tidak melakukan hal tersebut terhadap Syaikh atau guru kita? Sang Syaikh hanya memerlukan satu kali untuk memasuki kalbu dan pikiran kita lalu akan terus bersemayam di dalamnya terutama setelah mahabbah, kita pun berkonjugasi dengan itu. Para jamaah seringkali mengatakan, Ya Maulana, kami sudah mencoba Muraqaba, tetapi sesaat pada saat dimulai, semua hal yang bersifat keduniaan malah menghampiri kami. Suasana kantor, pekerjaan,anak-anak. Lantas apa yang harus kami lakukan Syaikh? Syaikh menjawab, Kalian telah membuat suatu muraqaba. Kalian harus puas dengan hasil tersebut. Memiliki suasana pekerjaan, kantor, dan anak-anak dalam pikiran dan kalbu, itu pun muraqaba namanya. Setiap hal yang kalian cintai, sudah kalian usahakan, cita-citakan atau tercapai sepanjang hidup kalian selama ini, sehingga hal itu berbuah dengan sendirinya di dalam diri kalian. Saya pun berada dalam situasi yang sama. Saya ber-muraqaba kepada Syaikh saya. Saya memeluk dan mencium tangan dan kakinya. Sekarang hal-hal kecintaan tersebut secara terus-menerus membuah di dalam kalbu saya. Dalam kalbu ini terus berkata, Ya Maulana, ya Maulana, walaupun pikiran kita tidak memerintahkannya. Ketika sebuah objek yang menimbulkan mahabbah itu sudah bervibrasi di dalam kalbu, pada saat itu kalian sudah dalam kondisi muraqaba. Ketika semua vibrasi ini berulang, dan berulang lagi, maka objek itu sendiri akan hilang. Inilah tingkatan tertinggi dalam muraqaba. Hal ini bergantung kepada siapa yang kalian cintai. Seorang jamaah yang melakukan Muraqabah dalam kondisi sangat bising mengatakan bahwa dia mengalami kesulitan, karena dia tidak dapat mendengar suara dari dalam dirinya. Sebenarnya hal itu mudah saja, asal kita mau berusaha setenang mungkin. Salah satu cara yang paling efektif adalah jangan bergerak sama sekali. Duduk dengan rileks dan jangan tegang. Biarkan tubuh kalian jatuh, ini bagian dari usaha pengosongan atribut keduniaan tersebut. Lepaskan semua pikiran akan dunia dan gantikan dengan ingatan akan Syaikh atau guru-guru kita, ingat bahwa Syaikh mampu untuk melihat hal itu. Ketika kalian bernafas dengan tenang, ucapkan di setiap nafas itu, ALLAH, ALLAH, ALLAH, ALLAH! Demikian selanjutnya tak perlu metode lain. Inipun sudah cukup untuk kalian. Wa min Allah at Taufiq wassalam, arief hamdani WORKSHOP MEDITASI SUFI Hari Tgl : Sabtu 9 Mei 2009, jam 14.00-16.00 Tempat : Rumi Cafe, Jl Iskandarsyah Raya Kav 12 No 3B, Ruko disamping Harley Davidson Blok M, Didepan Pasaraya. Biaya : Rp. 100.000 saja termasuk 1 Buku Meditasi Sufi, Snack dan Makalah Pendaftaran : Arief HP 0816 830 748, 0888 133 5003