Ketika Kebahagiaan Itu Singgah

By: agussyafii

Bila malam tiba, saya dan istri mengajar mengaji anak-anak Amalia. Istri saya 
suka mengajak anak-anak Amalia untuk menghapal Juz Amma' atau menghapal Asma ul 
Husna. Kegiatan mengajar mengaji anak-anak Amalia merupakan kegiatan yang 
mendatangkan kebahagiaan tersendiri sebab kami bisa berbagi ilmu dan 
mengajarkan untuk anak-anak Amalia. Disaat itulah kebahagiaan singgah di 
keluarga kami.

Ada dua ungkapan, senang dan bahagia. Senang adalah terpenuhinya tuntutan 
syahwat, misalnya sedang lapar menemukan makanan lezat, sedang haus menemukan 
minuman segar, sedang sulit menemukan kemudahan, sedang kesepian ketemu teman 
atau kekasih, sedang nganggur dapat pekerjaan dan sebangsanya. Adapun bahagia 
berhubungan dengan misteri yang sangat subyektif, tetapi intinya adalah 
datangnya  pertolongan ilahiyah hingga memperoleh sesuatu yang dianggap sebagai 
kebaikan ilahiyah (al khoir). 

Rasa bahagia misalnya terasa ketika anaknya lahir laki-laki setelah sekian lama 
mendambakan ingin mempunyai anak lelaki. Keberhasilan memeliliki anak-lelaki 
tidak diklaim sebagai prestasi - ini karena aku bisa bikinnya misalnya; kata 
sang ayah- tetapi orang yang mempunyai anak lelaki setelah hampir putus asa 
mendambakan kehadirannya merasa bahwa kehadiran anak lelaki itu merupakan 
anugerah Alloh SWT yang tak ternilai. Kebahagiaan juga terasa ketika seorang 
ibu yang membesarkan anak gadisnya tanpa kehadiran suami sehingga ia dalam 
keadaan berat selalu berharap agar anaknya memiliki masa depan yang baik. Pada 
saatnya anak gadisnya dipersunting oleh seorang  pemuda saleh yang cerah masa 
depannya. Masa depan cerah anak gadisnya itu tidak diklaim sebagai prestasinya 
tetapi benar-benar dipandang sebagai anugerah Alloh SWT.

Jadi kebahagiaan itu datang dalam rangkaian kesulitan yang panjang tetapi 
ketika hadir tidak diakui sebagai prestasinya. Orang lainpun akan berkomentar, 
ibu itu sungguh sudah bekerja keras melampaui berbagai kesulitan dalam mengasuh 
anaknya sendirian, maka pantaslah  jika Allah menganugerahinya kebahagiaan yang 
sempurna kepadanya. 

Dalam bahasa Arab ada  empat kata yang berhubungan dengan kebahagiaan, yaitu 
sa`adah (bahagia), falah (beruntung) dan najat (selamat) dan najah (berhasil). 
Jika saadah (bahagia)  mengandung nuansa anugerah Alloh SWT setelah terlebih 
dahulu mengarungi kesulitan, maka falah mengandung arti menemukan apa yang 
dicari (idrak al bughyah). Falah ada dua macam, dunyawi dan ukhrawi. Falah 
duniawi adalah memperoleh kebahagiaan yang membuat hidup di dunia terasa 
nikmat, yakni menemukan  (a) keabadian (terbatas); umur panjang, sehat terus, 
kebutuhan tercukupi terus dsb, (b) kekayaan; segala yang dimiliki jauh melebihi 
dari yang dibutuhkan, dan (c) kehormatan sosial. Sedangkan falah ukhrawi 
terdiri dari empat macam, yaitu (a) keabadian tanpa batas, (b) kekayaan tanpa 
ada lagi yang dibutuhkan, (c) kehormatan tanpa ada unsur kehinaan dan (d) 
pengetahuan hingga tiada lagi yang tidak diketahui. 

Sedangkan najat merupakan kebahagiaan yang dirasakan karena merasa terbebas 
dari ancaman yang menakutkan, misalnya ketika menerima putusan bebas dari 
pidana, ketika mendapat grasi besar dari presiden, ketika ternyata seluruh 
keluarganya selamat dari gelombang tsunami dan sebagainya. Adapun najah adalah 
perasaan bahagia karena yang diidam-idamkan ternyata terkabul, padahal ia sudah 
merasa pesimis, misalnya keluarga miskin yang sepuluh anaknya berhasil menjadi 
sarjana semua.

Kesenangan berdimensi horizontal, sedangkan kebahagiaan berdimensi horizontal 
dan vertikal. Orang masih bisa menguraikan anatomi kesenangan yang 
diperolehnya, tetapi ia akan susah mengungkap rincian kebahagiaan yang 
dirasakannya. Air mata bahagia merupakan wujud ketidakmampuan kata-kata. Prof. 
Fuad Hasan dalam bukunya Pengalaman Naik Haji mengaku tidak bisa menerangkan 
kenapa beliau menangis di depan Ka`bah, karena kebahagiaan yang beliau alami 
berdimensi vertikal, bernuansa anugerah, bukan prestasi. 

Banyak mempelai menitikkan air mata ketika akad nikah, demikian juga kedua 
orang tuanya, dan mereka tidak bisa menerangkan anatomi perasaan bahagianya.

Kebahagiaan berkaitan dengan tingkat kesulitan yang dialami. Kebahagiaan 
sesungguhynya dalam kehidupan rumah tangga bukan ketika akad nikah, bukan pula 
ketika bulan madu, tetapi ketika pasangan itu telah membuktikan mampu 
mengarungi samudera kehidupan hingga ke pantai tujuan, dan di pantai tujuan ia 
mendapati anak cucu yang sukses dan terhormat. Sungguh orang sangat menderita 
ketika di ujung umurnya menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya nya sengsara dan 
hina, meski perjalanan bahtera rumah tangganya penuh dengan sukses story. 
Kebahagiaan biasanya datang setelah orang sukses mengatasi kesulitan yang 
panjang, tetapi tidak semua kesulitan mengantar pada kebahagiaan yang 
sebenarnya.

Menurut hadis Nabi ada empat pilar kebahagiaan dalam hidup berumah tangga; (1) 
isteri/suami yang setia (2) anak-anak yang berbakti (3) lingkungan sosial yang 
sehat dan (4) rizkinya dekat.  Kesetiaan membuat hati tenang dan bangga, 
anak-anak yang berbakti menjadikannya sebagai buah hati, lingkungan sosial yang 
sehat menghilangkan rasa khawatir dan rizki yang dekatkan optimisme, idealisme 
dan imajinasi..

Wassalam,
agussyafii

--
Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Peduli Kasih Amalia (PKA)' Senin, 
tanggal 20 Juli 2009, di Rumah Amalia. Silahkan bagi teman2 yang berkenan 
mewaqafkan buku2, Majalah, Komik, Novel, Cerpen,Kaset VCD, CD, DVD ( ISLAMI 
),IPTEK,buku Pelajaran, peralatan sekolah, baju layak pakai untuk Program 
kegiatan Peduli Kasih Amalia (PKA). kirimkan ke Rumah Amalia,Jl. Subagyo Blok 
ii 1, no.23 Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. . Mari 
dukung pada program 'Peduli Kasih Amalia (PKA)' melalui 
http://agussyafii.blogspot.com, http://www.facebook.com/agussyafii atau sms 087 
8777 12431






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke