"kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal"
Kang Jalaluddin Rakhmat...




  ----- Original Message ----- 
  From: H. M. Nur Abdurahman 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, January 23, 2010 10:16 AM
  Subject: [wanita-muslimah] Insan Mulia, Pandanglah Hamba


    
  Insan Mulia, Pandanglah Hamba

  Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga
  cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. 
  Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk
  masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia
  keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan
  dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya
  Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan
  halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari
  sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

  Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir
  masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu
  datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, 
  ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu 
  pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan
  keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum
  kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. 
  Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan
  kepadaku untuk membersihkannya."

  Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa
  Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu 
  mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu
  mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang
  mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia
  masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan
  rahasia itu.

  "Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya
  yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin
  selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap
  kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada 
  Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya.
  Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."

  Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran, membuat bulu kuduk
  saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan
  cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan 
  hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Alloh swt. Lebih dari
  itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat 
  mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Alloh. Dan siapa lagi
  yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh saw?

  Di kutip dari buku : "Rindu Rosul - Meraih cinta ilahi melalui syafaat Nabi
  Saw" hal 31-33
  Penulis: Jalaluddin Rakhmat,
  penerbit: Rosda Bandung, .
  September 2001.

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke