Bukan penerbang amerika yang mnegbom istana presiden, tetapi pilot TNI AU 
yang bersimpati pada PRRI/Permesta. Pilotnya ditangkap.  Semua orang yang 
terlibat Permesta dan PRRI mendapat amnesti dari pemerintah RI pada tahun 
1961.

Pilot  berwarganegara amerika itu  rnamanya Allan Laurence Pope  membom 
Ambon , Balikpapan, Makassar dan juga Palopo dengan pesawat type B-26. Pada 
tgl 18 Mei 1958, peswatnya ditembak dan jatuh luar pulau Ambon. Ditangkap 
orangnya, tetapi kemudian dibebaskan dan Indonesia bisa membeli 6 pesawat 
transport Hercules.

----- Original Message ----- 
From: "Ari" <masar...@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, August 11, 2010 7:52 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] TUDUHAN TERORISME ANTARA DUA BUYA - HAMKA DAN 
BA'ASYIR


masyumi bukannya terlibat pemberontakan / kegiatan separatis yah ? PRRI
Permesta bukannya, makanya masyumi dibekukan.  saat itu, mereka sampai sewa
penerbang amerika buat ngebom presiden di istana negara di bogor.






2010/8/11 istiaji sutopo <issut...@yahoo.com>

>
>
>
>
> " KETIKA BUYA
> DITANGKAP " - ANTARA DUA BUYA HAMKA DAN BA'SYIR
>
> ISMAIL - 100811 -
> Assalaamu'alaikum Wr. Wb.
>
>
>
> FORUM WANITA
> MUSLIMAH YANG BUDIMAN,
>
>
>
> Bismillahir
> Rahmaanir Rahiim,
>
> Allahumma Shalli wa
> salim 'alaa Sayyidina Muhammad.
>
>
>
> MARHABAN YAA
> RAMADHAN ..
>
>
>
> ADA KEMIRIPAN ISU
> POLITIS DAN REKAYASA DALAM PENANGKAPAN HAMKA DIZAMAN SOEKARNO DAN
> PENANGKAPAN
> BA'SYIR DIZAMAN SOESILO
>
> Berikut ini tulisan seorang sarjana teknik
> -  *Akmal Sjafril, ST, MPdI*  yang dapat kita baca sbb ini .
>
> BAGAIMANA PENDAPAT ANDA ?
> KALAU BA'SYIR PERNAH DISUNDUT ROKOK OLEH POLISI - HAMKA " HAMPIR SAJA "
> DISETRUM " POLISI KALAU ALLAH SWT. TIDAK MELINDUNGINYA ..
> KESAMAANNYA ADALAH HAMKA DAN BA'SYIR TIDAK PERNAH MENARUH DENDAM PADA
> PERLAKUAN POLISI ... ITULAH SIFAT2 IMAN ISLAM YANG SEJATI ...
>
> Kejadian ini lebih dari empat puluh tahun
> yang lalu.  Ketika itu, pertentangan antara kubu Islam dan komunis telah
> hampir mencapai klimaksnya.  Partai Komunis Indonesia (PKI) yang membawa
> ideologi komunis (sekaligus atheis) bergandengan rapat dengan Presiden
> Soekarno.  Golongan Islam telah benar-benar dipinggirkan.  Mohammad
> Natsir, yang pernah menjadi kartu truf bagi Soekarno dalam menghadapi
> persoalan-persoalan dalam negeri, telah
> diasingkan dari panggung politik.  Partai Masyumi telah dibubarkan
> beberapa tahun sebelumnya, bahkan PKI menggunakan nama "Masyumi"
> untuk konotasi buruk, sebagaimana media Barat kini mengasosiasikan jihad
> dengan terorisme.  Tuduhan
> 'ingin menghidupkan kembali Masyumi' pada masa itu dipersepsikan sama
> buruknya
> dengan tuduhan 'ingin menghidupkan kembali PKI' di masa kini.
>
> Antara Buya Hamka dan Soekarno telah
> terjadi benturan yang sangat keras dan nampaknya sudah tak bisa diperbaiki
> lagi.  Buya, yang tadinya memandang Soekarno sebagai anak muda penuh
> kharisma dan semangat, kini memandangnya telah kebablasan.  Pernah suatu
> ketika Soekarno menyatakan pandangannya dalam sebuah sidang, kemudian ia
> mengatakan, "Inilah ash-shiraath al-mustaqiim! (jalan yang benar)".  Buya
> menimpali, "Bukan, itu
> adalah ash-shiraat ila al-jahiim! (jalan menuju Neraka Jahim)." Sudah
> barang tentu,
> Buya tidak pernah bisa menerima pemikiran Soekarno pada masa itu yang 
> sudah
> terlalu terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran sekuler dan komunis.
> Itulah sebabnya Buya marah besar ketika Muhammadiyah
> enganugerahinya suatu gelar kehormatan yang belum pernah diberikan
> sebelumnya kepada orang lain.
>
> Pada tahun 1964 itu, sudah beredar kabar bahwa para ulama dan pemuka umat
> Islam, terutama tokoh-tokoh Masyumi, akan segera ditangkap.  Buya Hamka
> sendiri merasa dirinya bukan tokoh politik, karena memang ia kurang
> tertarik
> pada politik.  Dalam urusan politik, beliau mempercayakan pandangannya
> pada sahabatnya, Natsir.  Meskipun tidak punya jabatan tinggi di Masyumi,
> namun beliau dikenal luas sebagai juru kampanye dan orator andalan partai
> itu.
>
> Ketika beredar kabar bahwa tokoh-tokoh eks Masyumi dan para 'penentang
> pemerintah' akan ditangkap, sikap Buya relatif tenang, karena tidak merasa
> sebagai tokoh penting di Masyumi, dan juga tidak merasa sebagai penentang
> pemerintah.
>
> Yang diisukan itu akhirnya terjadi juga.  Pagi itu, Buya Hamka baru saja
> pulang sehabis mengisi pengajian ibu-ibu.  Sesampainya di rumah, beliau
> beristirahat sejenak, sementara Ummi Siti Raham, istrinya, tidur di kamar
> karena sedang tidak sehat.  Sekonyong-konyong datanglah beberapa orang
> polisi berpakaian preman yang menunjukkan surat
> perintah penangkapan terhadap dirinya.  "Jadi saya ditangkap?", ujar Buya
> yang masih
> diliputi keheranan, berkata pelan-pelan agar tidak mengejutkan istrinya.
> Rusydi, anak beliau, membereskan pakaian secukupnya untuk beliau bawa.
>
> Suara gaduh akhirnya membangunkan sang istri yang juga tidak tahu mesti
> berkomentar apa menanggapi penangkapan itu.  Buya hanya merangkul bahunya,
> menghiburnya agar tetap tegar.  Kepada istri dan anak-anaknya, Buya Hamka
> berpesan bahwa insya Allah penangkapannya takkan lama, karena ia sendiri
> merasa
> tak pernah berbuat salah.  Tidak ada informasi ke mana beliau dibawa,
> hanya ada pesan bahwa keluarganya boleh menghubungi Mabes Polri untuk
> informasi
> lebih lanjut.  Maka dibawalah Buya ke dalam sebuah mobil yang segera
> melesat, entah ke mana.  Setelah mobil menghilang dari pandangan,
> pingsanlah Ummi Siti Raham.
>
> Selama beberapa waktu lamanya, tidak ada kabar sama sekali tentang Buya.
>
> Tidak ada yang tahu di mana beliau ditahan, apa tuduhannya, bahkan masih
> hidup
> atau tidaknya pun entah.  Sampai akhirnya ada berita bahwa keluarga boleh
> mengunjunginya di Sukabumi, barulah
> istri dan kesepuluh anaknya dapat bertemu.  Di bawah pengawasan para
> penjaga yang berwajah sangar, Buya sempat menyelundupkan pesan ke salah
> satu
> anak laki-lakinya, "Para penjaga ini sama
> dengan Gestapo Nazi!"  Secarik surat
> juga sempat disisipkan untuk dibaca oleh keluarganya di rumah.
>
> Terkejutlah keluarganya membaca pesan Buya, sebagaimana Buya juga terkejut
> ketika pertama kali interogatornya memberi tahu tuduhan-tuduhan yang
> ditimpakan
> kepada dirinya.  Terlibat dalam rapat rahasia menggulingkan Presiden,
> menerima uang empat juta (tidak jelas mata uangnya) dari Perdana Menteri
> Malaysia, memberikan kuliah
> yang bersifat subversif, dan berbagai kejahatan lainnya.
>
> Dalam penahanan, sudah tak ada lagi gelar ulama, bahkan para interogator
> tidak
> ada yang memanggilnya Buya, meskipun seluruh warga Indonesia sudah biasa
> dengan
> sebutan itu.  Dari hari ke hari, beliau diinterogasi dengan kata-kata
> kasar dan penuh hinaan, hingga suatu hari pernah beliau tergoda untuk
> melakukan
> perlawanan, namun dibatalkannya setelah menyadari bahwa hal itu hanya akan
> membuat keadaan menjadi lebih buruk.  Tuduhan-tuduhan yang ditimpakan
> padanya murni dibuat-buat, karena pada tanggal terjadinya rapat gelap
> tersebut
> (jika memang rapat itu ada) beliau tengah menghadiri sebuah acara besar
> yang
> dihadiri banyak orang, dan beliau pun berbicara pada acara itu, disaksikan
> semua orang.  Dalam kuliah yang diberikannya itu, sama sekali tak ada
> unsur subversif.  Bahkan dalam kuliah itu Hamka mengatakan bahwa cara-cara
> yang telah ditempuh Daud Beureueh telah gagal, karena itu jangan gunakan
> lagi
> cara yang sama.  Tempuhlah cara-cara damai untuk menyebarkan ajaran Islam
> di negeri ini.  Satu dari mahasiswa yang menghadiri kuliah tersebut
> ternyata menjadi mata-mata dan melaporkan ucapan Buya dengan tidak utuh.
>
> Para interogator tak mau tahu apa pun alasan
> yang diberikan, karena tujuan mereka memang untuk membuat Buya mengaku,
> bukan
> untuk mengorek kebenaran.
>
> Kata mereka, sudah banyak saksi yang mengatakan bahwa Buya memang hadir
> dalam
> rapat gelap, diantaranya si fulan dan si fulan.  Dalam suatu kesempatan,
> akhirnya permohonan Buya untuk dipertemukan dengan salah seorang yang
> bersaksi
> demikian dikabulkan.  Orang itu baru ditemuinya dua kali.
>
> Akan tetapi, di hadapan penyidik, ia bilang Hamka memang melakukan ini dan
> itu.  Ketika ditinggal berdua dengannya, tahulah Buya bahwa orang ini
> hanya mengaku-ngaku saja lantaran tak berani menerima siksaan.  Selain
> dia, sudah ada orang lain yang disiksa karena tak mau mengakui skenario
> bikinan
> pemerintah.  Siksaan yang diterima Buya rupanya masih jauh dari maksimal,
> karena yang lain sudah dipukul dan disetrum.
>
> Pada suatu hari, kelelahan Buya telah memuncak.  Ketika itu, tim
> interogator datang seperti biasa, dengan wajah yang sangarnya tidak
> dibuat-buat.  Salah seorang diantaranya membawa sebuah bungkusan yang
> isinya tak terlihat.
>
> Buya, yang sudah terlalu capek, meminta agar para penyidik itu menuliskan
> saja
> apa-apa yang telah dituduhkan kepadanya, dan ia akan menandatanganinya,
> jika
> memang itu yang mereka inginkan.  Para
> penyidik pun senang, kemudian Buya dapat istirahat beberapa lama sementara
> mereka menyusun konsep yang akan ditandatanganinya.
>
> Kejadian terjadi susul-menyusul.  Terungkaplah nama orang yang telah
> memfitnah Buya Hamka, dan orang itu pun telah berada di tahanan polisi 
> (dan
> disiksa
> juga).  Tidak banyak informasi yang bisa didapatkan perihal sebab-musabab
> dihembuskannya fitnah itu.  Yang jelas, sejak itu, sikap para penyidik
> menjadi lunak.  Beberapa yang tadinya kejam dan sangar bahkan mulai
> memanggilnya Buya, membawakan makanan.  Seorang diantaranya, yang pernah
> membawa bungkusan, meminta diajari doa-doa yang biasa dibaca Buya.  Buya
> pun mengajarinya beberapa doa, sambil berpesan bahwa doa-doa tersebut
> hanyalah tambahan saja, sedangkan yang paling utama dan tak boleh
> ditinggalkan adalah
> shalat lima
> waktu.  Setelah ia pergi, seorang polisi muda datang dan menitikkan air
> mata di hadapan Buya.  Katanya, ia menangis dan berdoa di luar ruangan
> tempat Buya diinterogasi dahulu, karena penyidik yang tadi baru saja minta
> diajarkan doa-doa itu sebenarnya membawa alat untuk menyetrum Buya, yang
> disembunyikannya dalam sebuah bungkusan.  Syukur alhamdulillaah, tubuh
> Buya tak perlu mengalami siksaan itu.
>
> Pada tahun 1966, bersamaan dengan hancurnya kekuasaan PKI dan pemerintahan
> Soekarno, Buya Hamka dibebaskan.  Semua tuduhan pada dirinya dihapuskan.
>
> Setelah peristiwa itu, tak pernah
> terdengar Buya menuntut balas atas kezaliman yang telah dialaminya.  Dalam
> pendahuluannya untuk Tafsir Al-Azhar, Buya mengatakan bahwa kejadian itu
> sangat
> besar hikmahnya, karena tafsir yang hanya selesai sedikit setelah
> dikerjakan
> bertahun-tahun ternyata bisa tuntas dalam masa dua tahun di penjara.  Di
> penjara itu pula Buya mendapat banyak waktu untuk melahap buku-buku yang
> ingin
> dibacanya, dan larut dalam ibadah shalat malam dan tilawah.
>
> Buya hidup
> seperti biasa, tanpa memendam dendam, bahkan sampai membuat anaknya,
> Rusydi,
> merasa gemas bukan kepalang ketika beliau menitikkan air mata ketika
> mendengar
> Soekarno telah wafat.  Banyak orang memintanya agar tidak menshalatkan
> Soekarno, akan tetapi beliau pergi juga, bahkan menjadi imam shalat
> jenazahnya.  Begitulah Buya Hamka.
>
> Dari masa ke masa, gerakan Islam memang seringkali dipandang sebagai
> ancaman
> oleh penguasa.  Alasannya adalah tauhid itu sendiri, karena ajaran tauhid
> menghendaki setiap manusia diberi kemerdekaan dan tidak tunduk pada siapa
> dan
> apa pun, kecuali kepada Allah.  Sebaliknya, rejim penguasa yang lupa
> daratan biasanya ingin terus berkuasa secara absolut.  Ironisnya, ketika
> negara dalam keadaan bahaya, misalnya
> ketika mengusir penjajah, sentimen keislaman itulah yang paling efektif
> untuk
> dimanfaatkan.  Sebab orang Islam tak perlu diberi alasan panjang lebar
> untuk membela negeri tumpah darahnya sendiri.  Tak perlu diceramahi, tak
> perlu dipaksa-paksa, bahkan tak diberi senjata pun ia akan melawan, sebab
> jiwanya telah dimerdekakan oleh tauhid.
>
> Apa yang pernah terjadi pada Buya Hamka perlu menjadi renungan kita
> bersama.  Banyak orang, baik yang sejalan atau berbeda pandangan dengan
> beliau, yang sangat terkejut mendengar kisah pengalaman beliau di penjara.
>
> Betapa ganjilnya tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya, dan betapa
> tidak
> pantas siksaan-siksaan yang telah (dan nyaris) dialaminya.  Hamka bukan
> tipe provokator, bahkan beliau tak pernah punya reputasi bertemperamen
> tinggi sebagaimana ayahnya dulu.  Semua orang mengenalnya sebagai pribadi
> lembut yang tidak suka membesar-besarkan masalah, lebih suka bekerja sama
> daripada berdebat, dan lebih suka mengalah daripada memperpanjang masalah.
>
> Sudah barang tentu semua orang pun paham bahwa tuduhan subversif kepada
> Hamka
> adalah dagelan belaka.
>
> Bagaimanapun lembutnya Buya, hal itu terjadi juga padanya.  Betapa pun
> lembutnya ajaran beliau, tetap saja dituduh subversif.  Tentu saja ini
> bukan berarti bahwa kita harus meninggalkan cara-cara kelembutan dengan
> mengatakan bahwa cara-cara tersebut telah terbukti gagal dalam kasus Buya
> Hamka.
>
> Memang jalan kelembutan itulah yang dikehendaki Islam, dan gerakan Islam
> harus
> terus waspada atas fitnah yang dihembuskan orang kepadanya.  Jika kepada
> orang tua seperti Buya Hamka pun mereka tega menyiksa dengan setruman
> (walaupun
> tidak jadi dilakukan), bisa dibayangkan hal kejam semacam apa yang bisa
> mereka
> lakukan kepada para pemuda.
>
> Sejarah telah membuktikan bahwa seringkali penegak keadilan itulah yang
> membengkokkan keadilan.  Kalau sudah demikian, rumit sekali masalahnya.
>
> Kini, reputasi kepolisian sudah semakin memprihatinkan.  Ketika orang
> disuruh menghentikan kendaraannya, misalnya, banyak yang tidak lagi merasa
> bersalah dan pantas ditilang, melainkan hanya memaklumi bahwa polisi yang
> menghentikannya sedang mencari tambahan penghasilan.  Benar-tidaknya
> pandangan ini memang kasuistik sifatnya, namun stigma negatif semacam itu
> memang telah melekat pada kepolisian.
>
> Tidak
> heran jika banyak yang curiga bahwa yang dialami oleh Buya Hamka dulu
> itulah
> yang kini sedang dialami oleh sebagian aktifis Muslim yang dituduh
> teroris.  Aksi-aksi terorisme di Indonesia,
> menurut sebagian rakyat Indonesia,
> tidak lebih dari rekayasa intelijen.  Tidak jauh beda dengan fitnah yang
> dialami Buya dahulu.
>
> Di sisi lain, sebagian media massa pun telah bertindak
> tidak adil.
>
> Sementara peradilan belum dijalankan, label teroris telah diberikan.
> Sungguh
> menarik, betapa cepatnya media percaya pada keterangan polisi (padahal
> keterangan penyidik bukanlah vonis hukum) dalam kasus-kasus terorisme,
> sedangkan dalam kasus-kasus lain seperti skandal Bank Century, mereka
> cenderung
> berkeyakinan bahwa kepolisian telah bertindak tidak jujur.
>
> Kita, sebagai umat Islam, harus pandai
> memetik hikmah dari sejarah panjang ini.
>
> *wassalaamu�alaikum wr. wb.*
>
> http://akmal. multiply. com
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>



-- 
salam,
Ari

<http://papabonbon.wordpress.com/>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links






Kirim email ke