intelectual cul desac !? mendiskusikan urgensi seminar dan aksi nyata, sama dengan membicarakan penting mana antara berpikir dan bertindak, karena ada dua tipe manusia yaitu "bertindak tanpa berpikir-dan berpikir tanpa bertindak"
membicarakan kematian Tan Malaka mungkin bermanfaat, sambil bertindak kedepan. yoo meneer-meneer, kita kerja bareng di bidang masing-masing dengan karya nyata, thats will be fine, bukan begitu bukan ? nuhun ma --- Boni Triyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Bung Risyaf, > > Bung Fuad itu tidak melontarkan pertanyaan, tapi > pernyataan. So, saya tidak punya kewajiban untuk > menjawabnya. Lagipula, seberbusa-busa apapun jawaban > saya, pasti gak akan bisa merubah opini orang yang > sudah skeptis. Cuma bikin debat kusir saja. > > Lagipula, apakah kepuasan Anda akan jawaban yang > saya berikan akan menjadi ukuran di dalam > penyelenggaraan sebuah seminar sejarah? > > "Sorry oot, saya belum lihat relevansi dan urgensi > diskusi semacam ini ditengah kondisi kita yang > sedang disibukkan oleh berbagai bencana alam, > kemiskinan, korupsi, dsb, dsb....." > > Apakah kalimat di atas itu bentuk pertanyaan? Saya > pikir ini bukan pertanyaan, tapi > pseudo-pertanyaan... see?? > > Fuad menulis: "Saya belum lihat relevansi dan > urgensinya..." itu lebih kepada pernyataan skeptis, > bahkan apatis. Lantas kalau sudah melihat urgensi > dan relevansinya, seminar boleh berjalan, gitu? > Kalau belum terlihat juga, seminar harus dibatalkan, > dan diganti dengan tema "Menguras Lumpur Lapindo", > gitu? > > Wah..wah.. siapa Anda? Kok bisa-bisanya menempatkan > diri sebagai parameter terhadap jalan atau tidaknya > sebuah kegiatan ilmiah (sejarah)? > > Dalam posting yang lalu, dan juga didukung oleh > teman-teman lainnya, saya menyebutkan bahwa yang > terpenting sekarang adalah bekerja secara baik di > bidangnya masing-masing. > > Aku ini sampai kehabisan kata-kata untuk > menggambarkan perdebatan konyol ini. Aku bersikeras > tidak menjawab "pertanyaan" Fuad karena itu > semata-mata adalah komentar.... > > Matinya Tan Malaka itu sama kasusnya dengan matinya > Munir. Apa terus kita mau bilang "ya sudah, yang > mati ya sudah saja biarkan,pikirkan yang hidup" > begitu yah! > > Apakah kalian sadari, bahwa bentuk pernyataan itu > merupakan pertanda sebuah amnesia??? Dan bangsa kita > ini memang bangsa yang amnesia, contohnya ya kalian > yang bikin komentar seperti itu!. > > Sekarang aku balik lagi tanya, kalau memang kalian > peduli sama bangsa yang sedang didera bencana ini, > apa sih yang kalian sudah lakukan? Bung Fuad sudah > berbuat apa? Bung Risyaf sudah bikin apa? > > Mulailah dari diri dan langkah yang kecil. Jangan > berbual yang besar-besar seolah kalian peduli, tapi > hanya berhenti pada komentar saja. > > Apa kalau di tengah jalan ada orang jualan pisang > goreng lantas bung mau hardik: "Hey, enak-enakan yah > dagang pisgor, ayo sana bantu korban lumpur Lapindo" > Sok wee jajal ngomong begitu, kalo mau dibanjur ku > minyak panas sakekenceng.. > > Pekerjaanku itu sejarawan sekaligus wartawan, apa > harus tiba-tiba jadi pegawai Depsos untuk bantu > korban Tsunami? > > Aku sarankan, kalau bertanya gunakanlah kalimat > tanya yang benar. Jangan nyeletuk begitu. Hal ini > tidak diberlakukan kepada saya saja, tapi kepada > semua anggota milis di sini. > > Di milis WB ini bukan orang-orang dungu semua loh, > sebagian besar cerdik cendekia di bidangnya > masing-masing. Jadi hati-hati saja kalo kasih > komentar. > > Aku pun tidak akan kasih komen atau > pseudo-pertanyaan sembarangan pada Kang Gola Gong, > misalnya. Karena sebagai penulis, dia paham betul > bentuk kalimat dan maksud penulisan kalimat. > > Hueeyyyyy rok...rungsing aing... gawe deui ahhh.. > > tabik, > > BT > > > > > > > Risyaf Ristiawan <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: "Sorry oot, > saya belum lihat relevansi dan urgensi diskusi > semacam ini ditengah kondisi kita yang sedang > disibukkan oleh berbagai bencana alam, kemiskinan, > korupsi, dsb, dsb.....": kata Pak Fuad Hasyim penuh > dengan tanya. > > Waduh Pak Fuad, pertanyaan yang sangat bagus kepada > Pak Boni, dan saya setuju dengan pertanyaan ini. > Seyogyanya dimasa yang serba tidak menentu ini, > alangkah elok dan indahnya jika suatu hajat atau > acara itu baik seminar, lokakarya, diskusi dll > memaparkan topik yang berkaitan erat dengan situasi > sekarang ini. Misalnya mengenai penanggulangan > dampak bencana alam, atau memaparkan masalah korupsi > dan dampaknya terhadap kesinambungan pembangunan > nasional atau memaparkan masalah kemiskinan atau > memaparkan masalah penyalahgunaan obat-obat > terlarang. Outpunya akan sangat bermanfaat dan > sangat relevan dengan kondisi saat ini. > > Namun demikian, kita tidak boleh skeptis atau > apriori (betul gak saya nulis nih) terhadap rencana > Pak Boni yang memang bidangnya sangat urgen untuk > menguak suatu cerita atau sejarah masa lalu yang > orang lain hingga kini belum mengetahui secara > pasti. > Saya kira outputnya pun akan dirasakan juga oleh > orang lain juga, walaupun kurang relevan dgn kondisi > saat ini sebagaimana Pak Fuad katakan. > > Ya kita coba untuk melihat sisi sudut kehidupan. > Ketika kita makan enak dan getol melakukan acara > dialog, diskusi, seminar masalah korupsi, > kemiskinan, bencana alam, namun sementara tetangga > kita ada yang kelaparan, dan kita acuh-acuh saja. > Nah dimana letak urgensinya, kalau kita tidak bisa > mengimplementasikannya ditengah kehidupan > masyarakat. jadi outputnya cuman masuk telinga > kanan, keluar telinga kiri. > > Solusinya, biarkan orang lain dalam bidangnya > mengerjakan profesinya. > > ----- Original Message ---- > From: Fuad Hasyim <[EMAIL PROTECTED]> > To: wongbanten@yahoogroups.com > Sent: Tuesday, December 19, 2006 2:11:28 PM > Subject: Balasan: Re: Balasan: Re: Balasan: Re: > Balasan: [WongBanten] Diskusi "Menguak Misteri > Kematian Tan Malaka" > > hehehe...... ditanya malah bersilat kata....ok, > deh...daripada tambah gak karuan...aku tiarap > aja..... > > Boni Triyana <boni_triyana@ yahoo.com> wrote: Bung > Fuad, > > "Sorry oot, saya belum lihat relevansi dan urgensi > diskusi2 semacam ini ditengah2 kondisi kita yang > sedang disibukkan oleh berbagai bencana alam, > kemiskinan, korupsi, dsb, dsb...." > > Apakah kalimat di atas milik Anda ini bisa disebut > sebagai kalimat tanya?? Ini lebih kepada pernyataan > daripada pertanyaan! > > Apakah ada keharusan bagi saya untuk menjawab > pernyataan Anda? > > tabik, > > BT > Fuad Hasyim <fhasyimsanusi@ yahoo.co. id> wrote: > Wah ! ada yang ngerecokin neh...saya ga bilang > sejarah gak penting! yang saya tanya, apa real > output dari seminar itu untuk memperbaiki bencana > moral dan intelektual di bangsa ini? > > Kalo Kang Bonny mau jualan sejarah nya laku, ya dia > harus kasih pencerahan dong di sini...Kalo gak mau > dibilang gak relevan dan gak urgent, ya kasih tau > dong di sini dimana relevansi dan urgensinya, untuk > memperbaiki bencana moral dan intelektual di bangsa > ini kenapa yang dibahas "misteri kematian Tan > Malaka"?, dsb, dsb... > > SP Saprudin <im_surya_1998@ yahoo.co. id> wrote: > He..he..he.. Jang Boni sabar...sabar Jang, orang > sabar disayang Tuhan. Biasa lah kalau ada orang yang > salah dalam bicara itu wajar. > Sejarah itu penting dan sangat penting. > > He..he..kan kalau kita ngelamar kerja harus ngisi > curriculum vitae, itu kan bukti tentang sejarah diri > kita. > Kalau kita tidak belajar sejarah, atau tidak ada > sama sekali sejarah. Nah kalau ada orang bertanya > sama kita tentang asal usul nenek moyang kita > berasal darimana, kalau tidak tahu sejarah pasti > jawabannya "auh akh gelap". > === message truncated === Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com