Selamat Wisuda

My Diary : Jakarta 29 April 2009 23.32 

Oleh : Abdul Latief.



Besok (kamis, 30 April 2009) adalah hari yang berbahagia buat beberapa rekan di 
kampusku Untirta termasuk Neng Tresna yang akan menjalani upacara kelulusan 
sebagai Sarjana, yang biasa orang sebut dengan Wisuda. Besok adalah awal 
dibukanya gerbang kehidupan nyata bagi ratusan wisudawan dan Wisudawati di 
kampus ini. Setelah resmi diwisuda, maka ada tanggung jawab yang lebih berat 
bagi mereka sebagai bagian dari kaum terpelajar di negeri ini.




Masih teringat jelas di benakku ketika empat tahun yang lalu akupun menjalani 
prosesi wisuda seperti mereka di esok hari. Saat itu aku diberi mandat untuk 
memimpin sumpah mahasiswa di hadapan ribuan hadirin pada acara wisuda. Ada rasa 
bangga saat itu sebab aku menjadi salah satu yang terpilih dari ratusan 
wisudawan untuk memimpin prosesi tersebut, namun jauh di lubuk hati aku merasa 
sangat berat karena harus menjalani kehidupan nyata dan mempertanggung jawabkan 
gelar sebagai kaum terpelajar di negeri ini. Begitu banyak kaum bergelar 
terpelajar di negeri ini, namun sangat sedikit dari mereka yang menjalankan 
fungsinya bagi kemajuan umat. 



 Sebenarnya ada keinginan terbesar dalam diriku saat itu untuk terpilih sebagai 
pemberi salam perpisahan dalam prosesi wisuda saat itu. Kesempatan ada di depan 
mata, usulan sudah digelontorkan, namun karma masa kuliahku mungkin yang 
menjegalku untuk menyampaikan salam perpisahan yang terakhir kali di atas 
podium wisuda. Mungkin sudah terlalu banyak aku berorasi di atas podium kampus 
menyampaikan aspirasi membara, beberapa kali aku memimpin kawan-kawan menutup 
kampus untuk tuntutan kesejahteraan mahasiswa, rakyat dan segenap insane 
kampus. Tak terhitung sudah aku berorasi dan melenggang di jalananan serta 
mengetuk markas wakil rakyat untuk meneriakan perbaikan nasib negeri ini. 
Mungkin itupulalah yang ditakutkan para penyusun acara di prosesi wisuda, bahwa 
aku akan memanfaatkan acara wisuda sebagai penutup dari ekstase kemembaraan 
semangatku saat berkuliah dulu. Padahal saat itu aku sudah mempersiapkan 
lembaran pidato yang kubuat dengan derai air mata dan salam perpisahan yang 
teramat manis buat para wisudawan saat itu yang jauh dari sikap anarkis. Tak 
apalah, yang jelas aku masih tetap bisa tersenyum lebar menjalani prosesi yang 
itu, yang jelas teks pidato itu sudah aku hapus dari memori komputerku.



Melalui tulisan ini aku ingin kembali menguak memori dan menyampaikan pesan 
bagi ratusan peserta wisuda, para calon kaum terpelajar di negeri ini, termasuk 
buatku dan kita semua sebagai rakyat Indonesia yang mempunyai tanggung jawab 
yang sama untuk menghantarkan bangsa ini pada cita-cita luhurnya.



Wahay rekan semua, Lebih dari delapan musim telah Anda lewati, manatap hari 
menjawab harapan, dan membuat rencana-rencana diri dalam kebersahajaan 
pendidikan di tengah interupsi sejadah panjang sebuah perguruan tinggi. 
Perjalanan itu akhirnya menghantarkan Anda pada hari ini, dimana rakyat sedang 
berduka cita atas carut marutnya perekonomian bangsa Indonesia, saat rakyat 
menggali dalam dalam kantung airmatanya menangisi kesengsaraan di negeri ini, 
dan saat ini Anda segenap mahasiswa yang ditakdirkan menjadi Wisudawan dan 
wisudawati berkat perjuangan melawan tantangan masa.



Boleh saja orang bilang bahwa acara ini hanya formalitas belaka, karena saat 
yang hampir bersamaan pada tiap tahunnya ribuan mahasiswa di Indonesia 
menjalaninya, atau sah-sah saja orang mencibir seremoni ini sebagai sebuah 
omong kosong dan basa-basi dunia pendidikan, sebab jutaan mantan mahasiswa di 
negeri ini bahkan di dunia juga pernah merasakannya,  apapun anggapan orang 
tentang prosesi ini yang pasti para generasi bangsa yang kini tengah duduk 
rapih mengenakan toga ini pasti memiliki perasaan lain mengenai anggapan tadi 
sebab ini adalah goretan sejarah baru bagi Anda semua sebagai sebuah hasil dari 
perjuangan panjang Anda, dan ini juga menjadi pintu gerbang baru bagi Anda 
untuk menghadapi 'the real world' hutan belantara dunia nyata.



Sudah menjadi consensus bagi setiap makhluk bahwa setiap perjumpaan pasti 
menghadirkan perpisahan, setiap awal pasti menyisakan akhir, dan setiap proses 
pasti menuai hasil. Begitupun yang terjadi pada Anda saat ini, bahwa proses 
belajar Anda telah membuahkan hasil berupa ilmu yang Anda tuai maupun tanggung 
jawab social yang akan Anda pikul sebagai konsekuensi logis pertambahan gelar 
di belakang nama Anda. 



'All start is difficult' setiap permulaan pasti sulit, dan Awal yang sulit itu, 
kini telah sampai pada akhir yang membahagiakan. Dan saat perjumpaan Anda 
dengan teman-teman perjuangan, dosen-dosen, staf, diktat kuliah, bangku kuliah 
serta atmosfer dunia kampus kini sudah saatnya bagi Anda untuk 'say good bye' 
untuk mengucapkan selamat tinggal.  



Derai airmata mungkin sudah menganak sungai sejak tadi malam, ketika mengenang 
sejarah aktifitas Anda di setiap sudut kampus ini. Atau tebaran senyum telah 
terkulum lebar kala merasa bangga dan bersyukur atas karunia Allah dengan 
limpahan berkah di hari ini, tapi sebelum itu semua terlalu larut dalam 
perasaan mari kita sama-sama mengucapkan maaf dan terima kasih kepada rector, 
dosen, dekan, staf, cleaning service dan segenap elemen kampus ini, sebab jasa 
dan perjungan mereka sangat layak untuk mendapat penghargaan dan rasa terima 
kasih dari kita, serta sangat layak pula kita memohon maaf atas kesalahan, 
kealpaan dan polah tingkah kita selama berinteraksi dengan mereka, semoga 
mereka ikhlas mengabdikan diri mereka sehingga Allah membalas dengan karunia 
yang lebih melimpah.



Wisudawan-wisudawati, Keberhasilan bukanlah angka, sukses bukanlah kelulusan, 
tapi keberhasilan dan sukses adalah meningkatnya aktifitas diri untuk 
mengabdikan diri pada masyarakat. Sebab kekecewaan kita sudah memuncak ketika 
gelat kesarjanaan hanya dipakai untuk kebanggaan dan kepongahan belaka, sudah 
banyak sarjana negeri ini yang menodai gelarnya sendiri dengan ketidakmampuanya 
menghadapi tantangan zaman bahkan bertindak durjana dengan menindas sesamanya. 
Untuk itulah kekecewaan tersebut ditungkan WS Rendra dalam puisinya 'seonggok 
jagung di kamar' yang dengan lugas menyindir 'buat apa belajar filsafat, 
belajar hokum, kedokteran, ekonomi dan lain sebagainya, kalau kita akan menjadi 
orang asing di kampung sendiri'. Sebaik-baik manusia adalah yang paling 
bermanfaat bagi sesama. 




Paula Hanna bertutur bahwa "the best way to help the poor is not to be one of 
them" cara yang terbaik untuk meningkatkan kualitas orang lain adalah dengan 
meningkatkan kualitas diri kita sendiri,untuk itu setelah ini kita punya 
tanggung jawab lebih besar di pundak kita untuk tidak berhenti meningkatkan 
kualitas diri kita sambil meningkatkan kualitas kehidupan bangsa, sebab tiada 
kata berhenti dalam mengabdikan diri bagi sesama didasarkan niat ibadah. 




Jhon naisbit dalam Mega Trend 2000 berujar bahwa tantangan zaman terus berubah, 
tak ada yang tetap dan abadi sebab yang abadi hanya perubahan itu sendiri. 
Untuk itu kita harus segera sadar bahwa Tantangan berat di depan sudah siap 
menghadang kita, apabila kita tidak mempu menghadapinya maka kita akan musnah 
terlindas oleh derasnya laju perubahan, dan jauh-jauh hari Peter F Draker juga 
telah mengingatkan kita bahwa : The only sign of life is growth, the only sign 
of growth is change, the only sign of change is speed. Itu berarti apabila kita 
lambat menjawab tantangan zaman kita akan menjadi santapan zaman, bahkan jauh 
sebelum ilmuan barat itu bertutur, Imam Ghazali telah terlebih dahulu berpesan 
bahwa "waktu melaju demikian cepat melaju seperti laju roda pedati, yang 
apabila kita tidak bisa mengendalikannya maka kita akan tergilas olehnya.




Kalau kita seekor kutu,maka panjatlah puncak rambut tertinggi dan lihatlah 
masih banyak kepala yang lebih nikmat darahnya, itu berarti bahwa usai tugas 
kita menuntut ilmu di kampus ini, maka jangan pernah berhenti sampai di situ 
never too old to learn tiada kata tua dalam belajar, ilmu yang kita miliki 
terlampau sangat sedikit dan kita teramat sangat bodoh untuk itu tanggung jawab 
kita di dunia ini adalah untuk belajar bahkan hingga kita mencapai liang 
kubur,dan kita juga jangan sombong dan lupa diri sebab di atas langit masih ada 
langit, dan ilmu yang kita miliki hanya sedikit.




A man Who stand for nothing will fall for everything ( malcom X), Tingkatkan 
kesadaran kita (Level of Consiesness) dari mulai kesadaran naif, kesadaran 
kritis, kesadaran transformatif, dan kesadaran transenden. Perjuangan masih 
panjang, jangan menyerah sampai disini. "Impian kita terwujud jika kita 
mempunyai keberanian untuk mewujudkannya" (Walt  Disney)



Pesan terakhirku Untuk Anda semua, bahwa Langkah besar selalu dimulai dengan 
langkah kecil, mencapai puncak tertinggi harus dimulai dari menyusuri lembah, 
mendaki tangga harus dimulai dari pijakan tangga yang pertama, usai satu fase 
kita lalui masih akan ada fase yang akan terus kita jumpai, walau saat ini kita 



Hanya itu pesanku untuk Anda semua, dan sebagai penutup aku akan mengulas 
sebuah kisah tentang mantan perdana menteri Inggris yang terkenal,  Winston 
Churchill. Saat itu Winston Churchill diagendakan berpidato yang akan disiarkan 
ke seantero Inggris. Kebetulan saat itu supir kementerian tak kunjung muncul, 
padahal acaranya tinggal sejam lagi. Karena tak ingin terlambat sampai di 
studio, orang nomor wahid di Inggris itu bergegas ke pinggir jalan untuk 
mencegat taksi.



Tak lama berselang sebuah taksi lewat. Churchill segera menyetop dan menyuruh 
supir taksi bergegas ke stasiun radio BBC yang terletak di West End, London.



"Maaf Tuan," jawab si sopir taksi sambil menggelengkan kepalanya. "Sebaiknya, 
Bapak mencari taksi lain saja. "



"Kenapa tidak mau," jawab sang perdana menteri dengan nada tinggi, lantaran 
kesal tidak boleh masuk ke dalam taksi.



"Dalam situasi biasa sih, tidak ada masalah, Pak," jawab sopir dengan nada 
minta maaf. Ia tidak mau tahu keinginan calon penumpang yang tampak 
terburu-buru ini.



"Ketahuilah, pada pukul 18.00, PM Winston Churchill akan pidato, dan sebagai 
warga Negara yang baik saya harus segera pulang ke rumah untuk mendengarkan 
pidatonya."



Mendengar jawaban itu Churchill sangat terkejut bercampur bangga. Ternyata 
rakyat kecil Inggris amat menghargapi peimpinnya. Tanpa sadar ia mengeluarkan 
uang selembar poundsterling dan memberikan kepada sang sopir.



Sambil ekor matanya melirik angka di lembaran uang yang ditawarkan, dalam 
sekejap sang supir amat bersemangat dan berkata, "Silakan masuk, Pak. Saya 
antar Anda ke tujuan. Persetan dengan Mr. Churchill." Tidak diceritakan lagi, 
bagaimana perasaan perdana menteri itu selama di perjalanan.



Peristiwa ini konon nyata dan diceritakan langsung oleh sang perdana menteri, 
Winston Churchill. Kalaupun cerita ini tidak nyata, anggap saja ini sebuah 
anekdot yang menyegarkan suasana batin, yang jelas cerita sedehana di atas 
adalah gambaran bahwa materi dan posisi seringkali merubah diri kita dengan 
sangat mudah termasuk kita sebagai kaum terperlajar negeri ini. Harapanku, 
Jangan pernah menggadaikan Prinsip demi sesuatu yang lebih tak lebih berharga. 
Sebab kekayaan batinlah lebih berharga ketimbang materi. Wallahu A'lam Bish 
Shawab.



Catatan :

Neng, Selamat Wisuda, mohon maaf selama ini aku hanya bisa mensupportmu dari 
jauh, syukurlah kau bisa bangkit setelah hampir terpuruk dalam proses yang 
melelahkan. Selamat berjuang dalam dunia yang lebih nyata.



The information transmitted is intended only for the person or the entity to 
which it is addressed and may contain confidential and/or privileged material. 
If you have received it by mistake please notify the sender by return e-mail 
and delete this message including any of its attachments from your system. Any 
use, review, reliance or dissemination of this message in whole or in part is 
strictly prohibited. Please note that e-mails are susceptible to change. The 
views expressed herein do not necessarily represent those of PT Astra 
International Tbk and should not be construed as the views, offers or 
acceptances of PT Astra International Tbk.

Kirim email ke