Cak Sodik , Kalau ke kantor mas Tjipto , didinding belakang meja kerjanya , ada guntingan dari "Jakarta Post" , dengan gambar mahasiswi berjilbab , pakai seragam MENWA , plus Baret diatas Jilbabnya dan sedang Demo , menentang penahanan AbuBakar Ba'asyir ,... Kira2 kalau yang beginian , keyakinan yang dianut model bagaimana ?? Wassalam , Priyo PS -------------------
-----Original Message----- From: Abdullah Sodik <[EMAIL PROTECTED]> To: "'[EMAIL PROTECTED]'" <[EMAIL PROTECTED]> Date: Fri, 7 Nov 2003 15:39:37 +0700 Subject: [yonsatu] Larangan Berjilbab (refrensi) > Mungkin ada yang membutuhkan tambahan referensi tentang "Larangan > Jilbab" > mulai dari Purwokerto (Unsoed) sampai Jerman. Silahkan dibaca pada > Suara > Merdeka 4 Pebruari 2002, Pikiran Rakyat Selasa 10 September 2002, > DW-World.DE 23.09.2003 dan Tabloid MQ Jum'at 7 November 2003. > > Selamat Berdiskusi > > Salam > Asodik > > > =============== > Suara Merdeka > Senin, 4 Februari 2002 Internasional > > Goh Dukung Larangan Jilbab di Kelas > > TERANCAM: Nurul Nasihah, salah seorang siswa yang masih berjilbab di SD > Pasir Putih, diantar ayahnya ketika ke sekolah, Sabtu lalu. Dia Senin > ini > terancam dikeluarkan, kalau tetap berjilbab di dalam kelas. (Foto: > Suara > Merdeka/rtr-30) > > SINGAPURA - Para pelajar putri muslim yang menjadi pokok persoalan > dalam > pertentangan pemakaian jilbab, akan dikeluarkan dari sekolah bila > mereka > bersikeras tetap mengenakan jilbab di kelas, kata PM Singapura Goh Chok > Tong, dalam komentar yang dimuat surat kabar Sunday Times, Minggu. > > "Anda tidak boleh menyerah. Bila sekolah menyerah, marilah kita tidak > usah > punya aturan-aturan apa pun juga," katanya, dalam komentar pertama > secara > terbuka mengenai permasalahan tersebut. > > "Jadi, oleh karena itu sangat jelas, mereka akan dikeluarkan," > tambahnya. > > Peraturan di sekolah-sekolah negeri di Singapura menetapkan, para > pelajar > muslim tidak diperkenankan mengenakan jilbab (di negara itu, disebut > tudung). Mereka bebas memakainya begitu keluar dari halaman sekolah. > > Membela kebijakan pemerintah, yang telah mengundang kritik dari banyak > kalangan dan kelompok masyarakat di Malaysia (tetangga Singapura), PM > Goh > menegaskan bahwa pelarangan penggunaan jilbab bertujuan membina > keselarasan > antarras di sekolah-sekolah. > > Isu jilbab tersebut mencuat sejak awal tahun pelajaran baru pada awal > Januari lalu, ketika empat murid baru perempuan usia sekitar tujuh > tahun - > pelajar sekolah dasar - masuk kelas dengan menggunakan tudung. > > Dua pelajar putri pada pekan ini sudah mengikuti ketentuan sekolah, > setelah > mendapat tekanan dari sekolahnya. Dua lainnya diberi batas waktu sampai > Senin (hari ini) untuk mematuhi ketentuan tersebut, atau dikeluarkan. > > Reaksi Keras Malaysia > > Sehubungan dengan isu tersebut, Mustapha Ali, wakil ketua partai > oposisi > Malaysia, Parti Islam Se-Malaysia (PAS), pada Minggu kemarin mengatakan > Singapura harus mengizinkan para pelajar putri setempat mengenakan > tudung di > kelas. > > "Tutup kepala tidak akan merusak kesatuan ras. Tidak akan ada masalah," > kata > Ali. Dia menambahkan, PAS mendukung sikap para orang tua kedua pelajar > putri > Singapura itu, dan dia merasa tindakannya bukanlah campur tangan PAS > dalam > urusan internal Singapura. > > > Menteri Wanita dan Pembinaan Keluarga Malaysia, Ny Shahrizat Abdul > Jalil, > mengatakan setiap orang harus diizinkan mempraktekkan agamanya, dan > tidak > satu pemerintahan pun yang bisa menuntut hal sebaliknya. > > "Bagi kebanyakan wanita muslim, meminta mereka mencopot tutup kepala > mereka > sama seperti meminta mereka untuk tampil telanjang di depan umum," > kilah > pejabat tinggi Pemerintah Malaysia itu. > > Nyonya Shahrizal menegaskan, permasalahan tersebut memang urusan > internal > Singapura, sementara Malaysia berpegangan pada kebijakan untuk tidak > mencampurinya. "Namun harus ada semacam rasa penghormatan atas semua > agama," > katanya. > > Wakil Menteri Pendidikan Malaysia, Datuk Abdul Aziz, pekan lalu > langsung > meminta Pemerintah Singapura agar meninjau kembali kebijakan tentang > pemakaian tudung di sekolah. > > Seruan Datuk Aziz langsung ditanggapi Deplu Singapura: "Kami terkejut > pada > komentar yang disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Malaysia Datuk Abdul > Aziz. Ini campur tangan dalam urusan internal Singapura." > > Hampir semua 450.000 etnis Melayu di Singapura beragama Islam. Artinya, > agama Islam merupakan agama terbesar kedua setelah Budha di negara > tersebut. > Populasi Singapura kira-kira empat juta jiwa, sebagian besar etnis > Cina. > (rtr-ant-ed-30) > > ========= > Pikiran Rakyat > Selasa 10 September 2002 > > Cabut Larangan Berjilbab > Mahasiswi Unsoed Protes SE Dirjen Dikti > PURWOKERTO, (PR).- > Sejumlah mahasiswi berjilbab beberapa fakultas di Universitas Jendral > Soedirman (Unsoed) Purwokerto memprotes pemberlakukan Surat Edaran (SE) > Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka meminta agar > Rektor Unsoed mencabut ketentuan itu karena peraturan tersebut dinilai > sebagai diskriminasi terhadap mahasiswi yang berjilbab. > > Dalam penerimaan mahasiswa baru, Unsoed memberlakukan ketentuan SE > Dirjen > Dikti Departemen Pendidikan Kebudayaan No. 88/D/0/1984 tertanggal 28 > Agustus > 1984. Dalam SE yang ditandatangani Sukarji Ranuwiharjo menyebutkan > untuk > keperluan registrasi dan ijazah pas foto harus menghadap lurus ke > depan, > tidak berkacamata hitam, serta tidak menggunakan tutup kepala dan kedua > telinga harus kelihatan. > > SE itu dikuatkan lagi dengan keluarnya SK No. 097/PT.30.0/1994 yang > intinya > menyebutkan, untuk mahasiswi berjilbab diperkenankan untuk mengenakan > jilbab > dengan syarat membuat pernyataan di atas materai Rp 6.000. > > Dalam surat pernyataannya yang diberlakukan khusus tersebut, antara > lain > menyebutkan bahwa mahasiswi yang tidak mau menanggalkan jilbabnya dalam > pas > foto ijazah menyatakan akan menanggung segala risiko jika terjadi > sesuatu > hal di kemudian hari serta berjanji tidak akan membawa-bawa nama > perguruan > tinggi (PT) dan sebagainya. SE Dirjen Dikti itu dipasang dibeberapa > papan > pengumuman pada saat penerimaan mahasiswa baru. > > Pengumuman tersebut mengundang sejumlah protes mahasiswi baru yang > berjilbab > sebab ketentuan tersebut pada tahun lalu tidak diberlakukan. Selain > itu, > beberapa perguruan tinggi (PT) seperti UGM dan Undip tidak mensyaratkan > agar > pas foto untuk keperluan registari termasuk pas foto untuk ijazah harus > menanggalkan jilbabnya atau membuat surat pernyataan. "SE itu telah > berlaku > diskriminasi terhadap mahasiswa yang mengenakan jilbab," ungkap Kabid > Keputrian Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Masjid Nurul Ulum > Unsoed, > Yammu Emika Wijaya. > > Menurutnya, UKKI sudah mengajukan protes ke Universitas dengan tuntutan > agar > ketentuan itu dicabut. Alasannya, pencabutan karena bersifat > diskriminasi. > Selain itu, beberapa PT terkemuka telah mengabaikan ketentuan tersebut. > > Dijelaskan, pada saat UKKI mengajukan protes ke Pembantu Rektor (PR) > III > Sudjarwo menyatakan bahwa SE itu diberlakukan kembali pada penerimaan > mahasiwa 2002/2003 karena Unsoed pada tahun 1998 pernah mendapat > teguran > keras dari pusat. > > Mengenai protes terhadap pencabutan dari UKKI, pihak Unsoed tidak akan > menarik kembali persyaratan itu karena SE itu masih berlaku juga belum > ada > peraturan baru yang mengatur tentang pencabutan berlakunya SE N0. > 88/D/0/1984," kata Yammu Emika Wijawa mengutip pernyataan Sudjarwo. > Pihak > UKKI sendiri tetap bersikeras akan melanjutkan protes langsung ke > Rektor > Unsoed Prof. Dr. Rubiyanto Misman. Rencananya, mereka akan menghadap ke > rektor, besok. > > Tanggapan mahasiswi baru berjilbab beberapa fakultas terhadap peraturan > tersebut berbeda-beda, ada yang mau menanggalkan jilbabnya dalam pas > foto, > sebagian tetap bersikeras pas foto dengan jilbab sehingga harus membuat > pernyataan di atas kertas segel dan tidak sedikit yang harus > menyediakan dua > foto berbeda yang berjilbab dan tidak berjilbab. Namun demikian, > peraturan > itu telah menimbulkan korban ada satu mahasiswa dari Jakarta yang > mengalami > stres karena merasa keyakinannya telah terusik. > > Ketika dikonfirmasi, Rektor Unsoed Rubiyanto Misman mengakui belum > mengetahui peraturan tersebut. Dikatakan bahwa peraturan itu tidak > berlaku > absolut, hanya mungkin dari bagian registrasi tidak mau repot jika ada > masalah di kemudian hari. > > "Dalam bulan ini kita menandatangi penggantian dua ijazah mahasiswi > yang > telah lulus. Alasan mereka dengan pas foto berjilbab dalam ijazahnya > ternyata sulit untuk mendapatkan pekerjaan," kata Rektor. (A-99)*** > > ======================== > DW-World.DE > 23.09.2003 > > > Pertikaian Mengenai Masalah Jilbab di Jerman > Di Jerman sejak beberapa tahun belakangan pemakaian jilbab oleh kaum > perempuan muslim menjadi bahan diskusi yang hangat. Dan menimbulkan > pertanyaan bagaimana kemampuan berintegrasi dikalangan masyarakat, > serta > sejauh mana pluralisme dimungkinkan? Sementara itu Hari Rabu ini, > Mahkamah > Konstitusi Jerman akan memutuskan, apakah Ferestha Ludin seorang guru > Jerman > keturunan Afganistan diperbolehkan atau tidak memakai jilbab dalam > memberikan pelajaran disekolah. Di Perancis jilbab menjadi masalah yang > dipertikaian sejak 14 tahun lalu. Dan Perdana Menteri Raffarin > menyatakan > tidak tertutup kemungkinan untuk melarang pemakaian jilbab. Sedangkan > di > Inggris, jilbab bukan menjadi masalah, dan setiap muslimah dengan bebas > dapat memakainya, kesekolah atau ketempat kerja. Sedangkan di Jerman > belum > terdapat peraturan yang seragam. Pada hari Rabu ini, Mahkamah > Konstitusi > Jerman akan memutuskan apakah Ferestha Ludin seorang guru Jerman > keturunan > Afganistan diperbolehkan atau tidak memakai jilbab dalam memberikan > pelajaran disekolah. Ia tidak diperbolehkan mengajar disekolah > pemerintah, > karena menurut keyakinan agamanya, ia tidak bersedia melepaskan jilbab > dalam > memberikan pelajaran. Apakah larangan pemakaian jilbab merupakan > pembatasan > kebebasan bagi pemeluk Islam di Jerman?. Ketua Majelis Pusat Islam > Jerman > Nadeem Elyas tidak melihatnya demikian. Dikatakannya, tidak terdapat > situasi, dan undang-undang di Jerman yang menentang kepercayaan > seseorang, > ataupun mengabaikannya. Tidak ada situasi konflik,dan setiap orang > bebas > menjalankan ibadah agamanya. Demikian dikatakan Nadeem Elyas. Terutama > dikota-kota besar di Jerman, kaum perempuan yang memakai jilbab, > merupakan > pemandangan sehari-hari. Pada prinsipnya tidak diperbolehkan membatasi > pemakaian jilbab bagi kaum perempuan ditempat kerja. Hal ini belum lama > berselang dikuatkan oleh pengadilan masalah perburuhan di Jerman. > Selain itu > juga merupakan hak untuk menjalankan kebebasan beragama, sesuai dengan > undang-undang dasar Jerman. Hamidah Mohaghegi yang bekerja dimajalah > perempuan Islam "Huda" mengatakan,pemakaian jilbab tergantung kepada > keinginanmasing-masing perempuan muslim dan pemahaman keagamaannya. > Kepercayaan terhadap Islam tidak tergantung kepada selembar kain, yang > disebut jilbab. Demikian ditandaskan Hamidah Mohaghegi. Sementara Alice > Schwarzer, penerbit sebuah majalah perempuan terkemuka di Jerman > mengatakan, > tidak dapat disamakan antara jilbab dan eminsipasi. Pemakaian jilbab > oleh > seorang guru dalam memberikan pelajaran tidak dipermasalahkan oleh > pejabat > bidang pendidikan disebagian besar negara bagian di Jerman. Sebaliknya > dinegara bagian Baden-Württemberg tidak diperbolehkan seorang guru > memakai > lambang keagamaannya dalam memberikan pelajaran. Kasusnya menimpa > Farestha > Ludin.Ia menolak dan mengajukannya kepengadilan sampai kepengadilan > tata > usaha negara di Berlin. Dan hari Rabu ini, dinantikan keputusan dari > Mahkamah Konstitusi Jerman. Juga pihak gereja di Jerman menghadapi > kesulitan > untuk memberikan jawaban yang pasti mengenai pertikaian masalah jilbab. > Teologi dari Gereja Protestan Annegret Brauch memperingatkan > diijinkannya > pemakaian jilbab, dan mencemaskan keputusannya dapat diinterpretasikan > sebagai dukungan kelompok Islam di Jerman. Sementara Uskup Katolik > Heinz > Jodef Algermissen tidak mempermasalahkannya, selama kaum perempuan > muslim > yang mengenakannya, lebih mementingkan kepercayaannya, dan bukan > bermaksud > melakukan provokasi secara terbuka. Tapi satu hal sudah pasti, > keputusan > mahkamah konstitusi hari Rabu ini, tidak akan mengakhiri perdebatan > mengenai > masalah jilbab di Jerman. > > ========================== > Tabloid MQ > Jum'at, 7 November 2003 > > Not Just Jilbab! > UPAYA memadamkan cahaya Islam masih terus terjadi di berbaga tempat, > termasuk di negara berpenduduk mayoritas Muslim. Salah satu simbol > Islam > yang kerap diperangi kaum fobi Islam (Islamophobia) adalah jilbab. Ya, > jilbab... busana yang wajib dikenakan kaum wanita Islam untuk menutup > aurat > sekaligus memelihara kehormatan dan keagungannya sebagai wanita. > > Jilbab, secara fisik, hanyalah busana, lembaran kain, penutup aurat. > Rupanya, banyak orang tidak rela jika kaum Muslimah mengenakannya. > Pasalnya, > not just jilbab. Jilbab bukan sekadar busana. Tetapi ia adalah simbol > keislaman seorang wanita, juga simbol kesalehahan atau ketaatannya > kepada > syariat Islam. Pemakai jilbab bahkan bisa menghadirkan "warna Islam" di > mana > saja. Jilbab pun bisa "mengendalikan" pemakainya untuk beramal saleh > dan > tidak berbuat sesuatu yang melanggar norma-norma Islam. Di negara > berpenduduk mayoritas non-Muslim, wanita berjilbab menyimbolkan > eksistensi > umat Islam di sana. > > Kehadiran jilbab mestinya sama sekali tidak mengusik orang lain. Tapi, > kepentingan politik dan sentimen Islam telah memunculkan sikap > anti-jilbab. > Setelah di Turki dan Prancis yang terus bergolak oleh pelarangan > jilbab, > kini larangan jilbab juga muncul di Tunisia, negara Afrika yang hampir > semua > penduduknya beragama Islam (98%) --penduduk Tunisia diperkirakan > mencapai 10 > juta jiwa. Sejumlah pelajar di Universitas Tunis dilarang mengikuti > ujian > akhir tahun karena mengenakan jilbab (IslamOnLine, 2/5). > > Beberapa tahun belakangan ini, pemakai jilbab makin banyak dan menyebar > di > kalangan Muslimah Tunisia. Masjid-masjid juga dipenuhi oleh kaum muda > Islam. > Rupanya, fenomena itu dipandang sebagai indikasi kebangkitan Islam. > Akibatnya, hal itu menyulut kedengkian dan kebencian kaum sekuler. > Mereka > lalu berupaya menggunakan situasi internasional untuk mengaitkan Islam > dengan terorisme. > > Ya, terorisme. "Kata sakti" itu telah menjadi senjata utama kaum > sekuler dan > kaum fobi Islam untuk memerangi umat Islam yang menaati ajaran > agamanya. > Propaganda media dan pemerintah Barat-sekuler berhasil mengindentikkan > Islam > dengan terorisme. Maka, ketaatan kepada ajaran Islam, seperti memakai > jilbab > itu, pun dihadang dengan "kampanye antiterorisme" yang hakikatnya > kampanye > anti-Islam itu. Pemakai jilbab dicurigai sebagai aktivis Islam yang > dituding > Barat sebagai "kelompok teroris" itu. Masya Allah! > Ironis dan tragis. Pelarangan jilbab itu terjadi di sebuah negara > berpenduduk mayoritas Muslim. Namun sangat masuk akal, karena > pemerintahannya dikuasai orang-orang sekuler pro-Barat yang anti-Islam. > Di > negara kita sendiri masih bermunculan kasus jilbab, namun jarang > dimunculkan > ke permukaan "demi stabilitas, toleransi, dan kerukunan umat beragama". > > Satu pelajaran, perang terhadap Islam terus berlangsung, bahkan di > dalam > negeri Muslim sendiri. Di Indonesia, negeri berpenduduk Muslim terbesar > di > dunia, perang itu pun masih terjadi. Lihat saja kasus RUU Sisdiknas, > atau > penangkapan aktivis Islam pemberantas kemaksiatan dan aktivis penegak > syariat Islam. > Khususnya bagi wanita Islam (kaum Muslimah) yang tidak/belum berjilbab, > kasus pelarangan jilbab di Turki, Prancis, kini Tunisia, dan banyak > tempat > lain, mestinya kian menyadarkan pentingnya memakai "busana Islam" itu. > Saudara seiman kita di banyak tempat berjuang sangat berat untuk > mengenakan > jilbab, ironisnya di negara ini justru banyak yang tidak sadar akan > kewajiban berjilbab, lebih senang mengenakan pakaian seksi, mengundang > syahwat pria, dan anehnya dibiarkan... Wallahu a'lam. (ASM. > Romli/MQ).*** > > > > > --[YONSATU - > ITB]---------------------------------------------------------- > Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> > Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > > --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>