Ya, memang itulah sedihnya republik kita ini. Entah sejak kapan, telah terbentuk suatu budaya bahwa yang berkuasa itu hidupnya berhak berlipat2 kali lebih baik dari yang nggak punya kuasa, entah hal itu diperoleh secara halal maupun nggak, dan seringkali 'kebal hukum' pula.
Entah sejak kapan pula terbentuk suatu budaya bisnis, bahwa kalau mau bisnis lancar, para pejabat, pembeli, penguasa dan pihak2 yang menentukan proses jual-beli musti 'diservice' atau diberi 'angpauw', baik diminta maupun nggak, sekalipun ini melanggar etika bisnis maupun hukum. Pun entah sejak kapan, ternyata bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang bisa menepati janji dan patuh pada kesepakatan yang dibuat bersama. Buktinya, hukum, yang kesepakatan bersama itu, gampang sekali dilanggar, terutama oleh orang2 yang punya kuasa dan yang punya uang itu. Sekarang, dalam pesta demokrasi ini, partai2 politik yang semuanya mengaku membela kepentingan rakyat, dengan didukung dana dari para pengusaha yang akan memancing ikan kakap dalam 5 tahun kedepan, berjanji ini itu untuk membuat republik ini menjadi lebih baik, lebih sejahtera, lebih adil, lebih aman dan lebih nyaman ditinggali. Tapi, janji2 itu sudah sering kita dengar setiap 5 tahun. Dan celakanya, setelah beberapa janji terlewati, sebagian besar rakyat Indonesia tetap tidak menjadi lebih baik, atau kalaupun terlihat baik, itu semu belaka, karena penampilan yang lebih baik itu ternyata diperoleh dari 'ngemplang' dan/atau 'ngutang', yang diwariskan dari satu janji ke janji berikutnya oleh para penggombal itu. Janji2 gombal itu ibarat refrein lagu, yang setiap 5 tahun sekali berulang. Ia hanya sebatas syair yang hanya membuat pendengarnya terpukau sesaat. Kembali ke awal lagu, refrein itu seperti menghilang tanpa bekas. Ia seolah terputus dari isi lagu. Sahabat, selamat pesta rakyat, Semoga janji kali ini dicatat oleh Sang Gusti, sehingga para penggombal kali ini takut untuk melanggar segala janji gombalnya itu. Semoga pula, kita yang digombali dapat diberi kejernihan pikiran dan perasaan oleh Nya, sehingga dapat memisahkan antara janji gombal dan janji sepenuh hati, antara nafsu dan ketulusan, dan antara yang tersirat dan yang tersurat. Tabahkanlah hatimu, ibu pertiwi! Salam hangat, HermanSyah XIV. noor syarifuddin <[EMAIL PROTECTED]> 03/17/2004 09:39 Please respond to anggota To: [EMAIL PROTECTED] cc: Subject: [anggota] Re: Peringkat Belanja Persenjataan/Militer Indonesia dan sedikit analisa tambahan. WCDS, Urun pendapat sedikit....... Memang memprihatinkan mendengar para ka-staf sampai membuka semua file tentang kesiapan alsista-nya ke depan DPR dan publik....ini khan sama saja dengan bilang ke musuh bahwa kita cuman punya sisa peluru satu biji aja kalau di film cowboy....... Namun, saya juga melihat ada sisi lain dari kehidupan militer kita ini.....kalau diperhatikan gap tingkat kehidupan antara prajurit dengan jendralnya begitu jauhnya...satu contoh, tiap pagi di jalan tol kita lihat prajurit kalau berangkat kerja pada bergantungan di truk yang notabene sama sekali gak safe dan melanggar aturan jalan tol...semntara di jalur sebelah, pak jendral naik mobil sedan mewah yang isinya cuman dia doang (bersama sopirnya).......lainnya ada tetangga saya dulu, bisa punya mobil inventaris lebih dari satu (mazda MR dan opel blazer).........yang pernah jalan-jalan ke perumahan tni-ad di belakang balai kartini juga akan melihat kontras ini (antara rumah bagian depan dan ruman-rumah di bagian belakang yang besarnya bisa dua kali lipat.....) Jadi ada fenomena menarik, karena dibalik anggaran militer kita yang katanya selalu pas-pasan, tapi kehidupan para jendralnya begitu wah....... seandainya sang jendral mau naik kijang, tentunya sisa duitnya bisa dibelikan bis, jadi si prajurit gak perlu bergantungan kayak gitu...... salam, --[YONSATU - ITB]--------------------------------------------- Arsip : <http://yonsatu.mahawarman.net> atau <http://news.mahawarman.net> News Groups : gmane.org.region.indonesia.mahawarman Other Info : <http://www.mahawarman.net>