Mengapa Tuhan Mencipta?
Belajar Tasawuf Seri Ke 21
Oleh: Ferry Djajaprana

Ada beberapa pertanyaan dari salah seorang rekan yang mungkin tidak sempat kita pertanyakan atau belum sempat kita renungkan:

- Mengapa Tuhan menciptakan bumi dan mahluknya?
- Mengapa Tuhan menciptakan iblis yang begitu setia menggoda manusia?
- Mengapa Tuhan menciptakan babi dan alkohol dan pohon ganja ?
- Mengapa Tuhan menciptakan penjahat, pembunuh, pemerkosa, koruptor, penipu?
- Mengapa Tuhan menciptakan yang baik dan yang buruk ?
- Mengapa Tuhan menciptakan Inul, Dewi Persik, dan musik dangdut organ tunggal ? - Mengapa Tuhan menciptakan ilmuwan-ilmuwan yang menghancurkan dan melestarikan bumi?
- Mengapa Tuhan menciptakan permusuhan dan perdamaian di bumi ?
- Mengapa Tuhan menciptakan pemikir-pemikir agama, negara, spiritual, ekonomi ?
- Perlukah Tuhan menciptakan semua itu untuk eksistensi-Nya?
- Apakah semata Tuhan menciptakan semua karena kecintaanNya pada umat ciptaanNya?
- Siapa memerlukan siapa dalam konteks mencipta dan bertuhan?

- Siapa yang mau mulai membahas pertanyaan-pertanyaan di atas?

Jawab :

Ada banyak pertanyaan tentang "Mengapa Tuhan Mencipta?", pertanyaan detail yang menarik untuk dikaji.

Menjawab pertanyaan di atas bisa dengan berbagai cara dan berbagai sudut pandang, tentunya jawaban dari berbagai ahli, seperti ahli kalam, ahli filsafat, ahli tasawuf, dan lainnya dengan gaya masing-masing yang unik akan menghasilkan kesimpulan kajian yang berbeda.

Saya mencoba membahasnya dari kacamata tasawuf. Dari 12 pertanyaan di atas, saya hanya merangkumnya dalam tiga esensi pertanyaan saja, pertama, merenung tentang konsep kenapa Tuhan ingin menciptakan berbagai jenis mahluk yang merupakan ekstensinya? Kedua, bagaimana proses penciptaannya (tajali) ? Dan terakhir, bagaimana akhlak baik dan buruk yang menyifati mahluk hidup. Rangkuman pertanyaan pertama dan kedua dibahas dengan metaforis karena kesulitan mengekspresikan bahasa sehingga diperlukan renungan tambahan oleh masing-masing pembaca, sedangkan yang terakhir dengan pendekatan filosofis.

Jawaban diatas memang sengaja ditulis dengan bahasa ekspresi tersirat (esoterik), agar ada perenungan sendiri untuk menyimpulkannya sendiri, karena ini hanya merupakan trigger saja, bukan jawaban baku yang diharapkan.

1. Merenung Ciptaan Tuhan

Mengikuti kemauan yang bertanya, saya mencoba merenung di depan kaca cermin.

Melihat di cermin sama saja saya melihat tajali Tuhan. Tuhan memanifestasikan diri-Nya melalui diri saya.

Saya berupaya terus untuk melihat Tuhan, nyatanya saya tetap terhijab, tidak bisa melihat-Nya. Sekali lagi, saya pandang-pandangi ternyata hanya bisa melihat wajah saya sendiri.

Adalah suatu hal yang mustahil, mahluk mampu melihat Sang Khalik.

Cermin hanyalah analogi, andaikan saya adalah Tuhan, tentunya pantulan wajah saya yang dicermin walaupun memiliki mata seperti hakikinya mata saya, pastinya tak kan bisa melihat saya yang asli, karena tayangan di cermin adalah maya.

Jangankan kepada sang Pencipta dihadapannya, kepada material cermin yang mengakomodasinya saja sulit melihatnya, karena fokus mata hanya melihatnya pada citra diri saja. Kita tidak pernah mampu melihat dua gambaran pada saat yang sama, citra diri pada cermin dan aktual materi kaca cermin.

Jadi, benar bahwa bentuk yang terpantul secara hakiki tidak tersembunyi di dalam kaca, karena ia mewujudkan bentuk tetapi hanya maya.

Jika Anda bercermin, sebagai wujud yang merenung tentu tidak melihat hakikat sebenarnya, tetapi hanya melihat "bentuknya" sendiri dalam Kaca Hakikat.

Anda dapat menikmati batas maskimum yang dapat dicapai mahluk, tidak bisa lebih. Jika, dipaksa terus melihat bentuk obyektif, maka hanya akan melihat non-eksitensi murni....


Sementara kita tidak tahu tentang pengetahuan langsung Tuhan, maka pada saat yang sama sebenarnya Anda memiki pengetahuan baru. Menurut Khalifah Abu bakar "Ketakmampuan seseorang untuk mengetahui pengetahuan adalah sebuah "Pengetahuan". Kalau boleh meminjam istilah Hindu, ungkapan ini adalah sama dengan pembedaan Vedanta antara "Subyek" murni Atman dan "obyektivasi" ilusinya, yaitu subyek individu atau jiva.

"Jadi, Tuhan adalah kaca tempat Anda melihat diri sendiri sebagaimana adanya. Kaca-Nya merupakan tempat dimana Ia merenungkan Nama-nama-Nya. Nama-namanya tidak lain Dia sendiri, jadi analoginya ini adalah berupa pembalikan".

Ini adalah jawaban analogi dari pertanyaan di atas, ringkasnya menurut hadis Qudsi "Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi; Aku ingin diketahui maka Aku menciptakan dunia".

Analogi kaca sebagai pembanding alam, dimana Hakikat Yang Maha Sempurna merenungi diri sendiri dalam bentuk-bentuk, yang beragam atau mencermnkan Diri dalam berbagai tingkat perwujudan (at tajalli) Wujud Tunggal.

Kaca-kaca melambangkan kemungkinan-kemungkinan Hakikat (Adz-Dzat) untuk menentukan diri-Nya sendiri, memungkinkan apa yang dikandung-Nya dengan sifat kesempurnaan-Nya.

Manifestasi Allah (Tajalli)

Apabila membahas tentang kata "tajalli" yang berarti menampakkan/manifestasikan, pencerahan, penyingkapan umumnya akan mengacu kepada Surat Al A'raf [7] :143.

Terus terang saya tertarik menguak ayat ini untuk belajar menakwilkannya setelah mencoba mempelajarinya dengan membuka tafsir Ibn Katsir dan tafsir UII (Departemen Agama) yang masih belum jelas makna bathiniahnya.

Berikut ini saya cuplikkan bunyi firman-Nya "Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, "Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku agar aku dapat melihat Engkau". Tuhan berfirman "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya niscaya kamu dapat melihat-Ku..Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:"Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman". (QS. 7:143).

Menurut Tafsir UII, (jilid 3, hal : 585), bahwa Tuhan tidak dapat dilihat. Didalam hadits HR Muslim disebutkan :"Dari Abu Musa, ia berkata Rosulullah SAW bersabda, "Hijab (pembebas) Allah ialah Nur (cahaya). Sekiranya nur itu disingkapkan niscaya keagungan wajahnya akan membakar seluruh mahluk yang sampai pada pandangna Tuhan kepadanya".

Para mufassir sebagian berpandangan bahwa yang nampak bagi gunung adalah Zat Allah, sebagian lagi beranggapan bahwa yang nampak hanya sifat-sifat Allah yang terukur dengan perbandingan manusia.

Komentar Tafsir Ibn Katsir (Jilid 3, hal 473):

Dalam riwayat Ibn Jarir, Allah bertajalli kepada gunung itu, walaupun hanya seujung jari, tiba-tiba itu sudah lenyap rata dengan tanah dan Musa langsung jatuh pingsan. Seakan-akan menguatkan pendapat bahwa bukit saja tidak kuat melihat Nya, bagaimana dengan manusia, yang nota bene lebih lemah fisiknya jika dibandingkan dengan gunung.

Dua tafsir yang saya buka di atas adalah tafsir bil matsur, yang hanya bersumber pada Al Quran dan Al Hadits, sementara tulisan ini hanyalah sarana untuk bertafakur saja.

Hijab itu sendiri ternyata bisa berupa cahaya, Atau sebagaimana digambarkan oleh hadits-hadits berikut: "Dari Abu Musa ra: Pada suatu ketika Rasulullah saw mengajarkan kepada kami 4 perkara: ..... (4) Tirai-Nya adalah cahaya. Jikalau tirai itu dibuka, maka terbakarlah segala yang ada, dimana penglihatan Allah sampai kepada-Nya." (H.R. Muslim)

Ini semua karena "Penglihatan tidak sampai kepada-Nya, tetapi Dia mengetahui segala penglihatan. Dia itu lemah-lembut dan Maha Tahu" (QS. 6:103)

Andaikan saja Allah itu bukan Al-Lathif (Yg maha lemah lembut), tidak akan mungkin kita semua ada dan mencicipi nikmat kehidupan dan kesadaran. Dia itu Maha Tinggi hingga tak tersentuh oleh makhlukNya, tapi Dia juga guru yang Maha Bijaksana dalam mengajari hambaNya ttg Dia sendiri.

"Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS. 42:51)

Setelah gunung itu lenyap/hancur, Musa pun jatuh pingsan. Pada saat pingsan itu tidak satupun gambar realitas masuk dalam fikiran serta perasaan Musa (fana). Pada saat itu Musa menyadari bahwa realitas Tuhan tidak bisa dibandingkan dengan apapun, Allah itu laisa kamitslihi syaiun. Setelah itu Musa kembali sadar dan memahami realitas dirinya sebagai manusia kemudian berkata "Aku bertobat kepada Engkau, dan aku orang pertama yang beriman ", Musa percaya bahwa Allah tidak sama dengan konsepsinya.

Setelah mengetahui akan dzat, Sifat & Af'al Allah, maka tenang sudah fikiran serta bathiniahnya, karena memahami wujud yang hakiki dan yang tidak. Ketidak tahuan kita akan dzat yang hakiki adalah apa yang disebut hijab, dan perlu disadarkan oleh diri kita sendiri dengan cara mengenalNya (makrifat).

Jadi seandainya Allah tidak bermanifestasi pada alam ini pasti lenyaplah alam benda, ketika Allah bertajalli kepada gunung hancurlah gunung itu, sedangkan Musa jatuh pingsan. Pertanyaan demi pertanyaan muncul akibat hijab atau ketidaktahuan, kenyataan akan Allah dekat tertutup oleh kebodohan ilmu kita. Selama ini seolah-olah terasa jauh diatas sana, sehingga kehadiran-Nya tidak kita sadari padahal sebaliknya, keberadaannya justru nonstop ada di dalam kehidupan kita.

2) Proses Penciptaan Alam

Menurut Ibn Arabi dalam kitab karangannya "Misteri Kun (Syajaratul Kaun)", yang berisi tentang doktrin tentang pribadi manusia pilihan (Muhammad SAW) dalam hal ini hubungannya dengan Allah SWT, manusia dan alam secara keseluruhan. Disimbolkan semuanya itu dengan "pohon" yang muncul dari sebutir benih kun. Suatu penuturan simbolik yang acapkali ditemukan dalam karya-karyanya. Karena ciri penyampaiannya secara simbolik yang sulit dipahami dan juga faktor fanatisme para ulama fiqih (jurispruedence) dan kalam yang ortodoks, kemudian mereka membatasi ruang gerak perkembangan pemikiran Ibn Al Arabi dan mereka menganggap sesat dan keluar dari agama Islam.

Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam raya ini dengan kata "Kun" (wujudlah), dimana dengan kata tersebut Dia mewujudkan segala sesuatu yang diwujudkan, sehingga tidak pernah ada apapun yang wujud ini kecuali keluar dari hakikat yang tersembunyi dari kata "Kun", sementara tidak ada sesuatupun yang tersembunyi kecuali keluar dari yang selalu terjaga. Allah berfirman : "Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan "Kun" (wujudlah), maka iapun jadi "wujud". (QS. An Nahl:40).

Selanjutnya Ibn Arabi membayangkan bahwa alam raya (kaun) atau alam kosmos ini adalah seluruhnya Pohon, sementara pangkal cahayanya berasal dari satu benih kun, dimana huruf kaf (dari katan kun) dikawinkan dengan serbuk benih (Al Waqiah :57) Dari penyerbukan benih itu muncul buah (Sesungguhnya kami menciptakan sesuatu itu menurut ukurannya QS. Al Qamar:49). Dari sini muncul dua dahan yang berbeda dari satu akar yang sama. Akar tersebut adalah AL Iradah (Kehendak), sementara cabangnya adalah AL Qudrah (Kuasa). Nah, dari esensi (jauhar) Kaf muncul dua makna berbeda, yaitu Kesempurnaan (Pada hari ini kusempurnakan agamamu QS. AL Maidah :3) dan Kekufuran " Maka diantara mereka ada yang beriman dan ada pula yang kufur" . QS. AL Baqoroh : 253),

Sementara dari jauhar esensi Nun akan muncul ketidak tahuan (Nun Nakirah) dan pengetahuan tentang Tuhan (Nun Marifat). Ketika ditampakkan kepada mereka dari Kun ketiadaan pada hukum yang dikehendaki oleh ke Qadiman, maka dia memercikkan sinar kepada mereka, sinar-Nya. Orang yang terkena sinar tersebut, kemudian ia memandang gambaran "pohon kejadian (alam" atau syajaratul Kaun yang tumbuh dari benih Kun, ia akan memiliki kebahagiaan yang ada dalam rahasia kaf-nya seperti gambaran firman Tuhan "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan oleh manusia" QS. Ali Imran 110.

Sedangkan perihal pohon digambarkan oleh firman-Nya: "Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tegak dan cabangnya (menjulang ke langit)". (Q.S. Ibrahim : 24).

Demikian ajaran ringkas Kun, Nya Ibn Arabi. Ilustrasinya silakan klick :


Dalam bahasa sederhananya demikian, mahluk yang diciptakan pasti membutuhkan Pencipta. Penciptaan mengandung makna keterbatasan, dimana obyek penciptaan maujud yang hanya dicipta dari materi yang sebelumnya. Tindakan penciptaan Allah tidak sama dengan penciptaan manusia. Ketika membuat sesuatu, manusia membutuhkan gerak atau anggota badan agar gerakannya menjadi sebuah tindakan, dan hasilnya merupakan hasil tindakan itu.

Adapun penciptaan Allah Swt tidaklah demikian, artinya, penciptaan bukan sesuatu dan yang dicipta bukan sesuatu yang lain. Alasannya, karena Allah itu suci dari gerak dan ciri-ciri khas segala maujud materi.

Jadi, pada dasarnya proses penciptaan Tuhan adalah merupakan suatu drama kehidupan, maka dalam sudut pandang agama biasa disebut alam ini adalah alam maya. Drama tentang Allah yang ingin dikenal, drama tentang satu kesatuan wujud dengan perbedaan derajat intensitas cahaya, ada yang melakoni dalam wujud dari bumi dan mahluknya, seperti 12 pertanyaan di atas.


3. Tentang Akhlak Baik dan Buruk

Akhlak dan agama saling berhubungan, akhlak merupakan bagian dari agama. Kalau bisa diibaratkan tunas sebagai ahlak maka agama adalah pohonnya, akidah adalah akarnya dan hukum syariat sebagai ranting dan daunnya.

Hanya saja akhlak bisa berdiri tanpa agama, maksudnya moralitas bisa berdiri sendiri tanpa harus menjalankan syariat agama. Hanya saja kesempurnaan tertinggi manusia adalah kedekatan diri pada Tuhan. Jadi, jika kita hendak mengidentifikasikan kesempurnaan tertinggi, mau tidak mau kita harus melibatkan Tuhan.

Keadaan akhlak baik dan buruk berhubungan dengan konsep keabadian ruh, tindakan baik biasanya berhubungan erat dengan kesempurnaan tertinggi, sebaliknya tindakan buruk umumnya tidak mendapatkan kesempurnaan material untuk diri kita, khususnya bertentangan dengan kesempurnaan akhirat yang abadi. Makanya, keimanan pada akhirat merupakan suatu keniscayaan.

Demikian jawaban sederhana saya, semoga kawan-kawan yang lain bisa melengkapinya.

Salam,
Http://ferrydjajaprana.multiply.com
Http://tasawuf.multiply.com

Penulis bisa dihubungi melalui email :  [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke