Matur nuwun sekali Mas Heri.
Memang sebagai bangsa, kita ini tidak tahu malu. TKI dikirim (atau pergi
sendiri?) ke Malaysia, gaji lebih gede daripada di tanah air. Eh, Pemerintah
RI masih minta gaji dinaikkan. Sukurlah, saat ini Malaysia sudah melakukan
perubahan, tidak lagi mengimpor tenaga kerja dari Indonesia, jadi sedikit
demi sedikit, mereka bersihkan TKI dari Malaysia (apa kata orang kita nanti
ya?).

KTP & paspor, kita masih kacau. Bayar tol di Jkt justru penyebab kemacetan
tol (padahal di Sing+Mal+Bangkok sudah pakai sistem wireless, lewat portal,
pulsa dikurangi, gak ada lagi petugas tol...dan kita mestinya bisa). Saya
tahu, memang budaya untuk mengubah kebiasaan yang lebih baik tidak ada, atau
sedikit sekali.

Yah, kita tidak tahu ya mas dari mana harus memulai memperbaiki negeri ini.
Tetapi kembali ke topik SIA, contoh2 mas Heri hangat untuk disampaikan ke
peserta seminar. Terima kasih ya mas...

Salam,
WWW


2009/10/14 herisetiono004 <herisetiono...@yahoo.com.sg>

>
>
>
>
> --- In 
> AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com<AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com>,
> Wing Wahyu Winarno <masw...@...> wrote:
> >
> > Itupun saya masih melihat banyak kekurangan. > Kalau SIA diterapkan
> dengan baik, mestinya customer bisa membayar dengan > mudah, misalnya
> melalui Internet/SMS banking (itu contoh bagus). Tapi masih > banyak PT/Univ
> yg "memaksa" mhs-nya membayar SPP dengan sekali bayar.> Mengapa tagihan
> Rp1juta harus dibayar Rp1juta? Mengapa tidak boleh dibayar
> Rp200rb+300rb+Rp400rb+100rb? Mengapa tagihan listrik Rp517rb harus saya >
> bayar pas segitu (ada spanduknya: bayarlah dgn uang pas)? Bukankah saya >
> bayar Rp550rb boleh saja tanpa perlu dikembalikan sekarang, tapi utk >
> perhitungan bulan depan? Saya sdh mengalami hal ini ketika hidup di AS thn
> 1990-an :-)
>
> Setahu saya implementasi Sistem Informasi di Perguruan Tinggi terus
> berkembang dengan baik Pak. Mungkin masih perlu waktu ya Pak karena kan
> tergantung modal dan perubahan sistem yang berbeda beda tiap universitasnya.
> Saya masih ingat dahulu untuk kuliah S2 di akhir pekan saya harus berjuang
> ke pusat kota di Jakarta untuk kuliah, istri saya tahun lalu kuliahnya cukup
> dengan sistem online sudah bisa berinteraksi dengan dosen dan teman teman
> kuliahnya dan cukup sebulan sekali ke pusat kota.
>
> > Demikian juga pembayaran pajak kendaraan, mengapa tidak dapat dilakukan
> dari > daerah lain? (Katanya sudah ada Persatuan Indonesia yg Pancasilanya
> kita > diskusikan bbrp hari yll?) Mengapa pelaporan pajak tidak dapat
> dilakukan > melalui Internet, sehingga WP harus berdesak2an antri berjam2
> tanpa tahu > selesai kapan? Dst...dst... meskipun ada bbrp contoh yang
> bagus, tapi saya > masih melihat kita jauh tertinggal dari harapan kita
> sendiri.
>
> -->
> Itulah Pak, masalahnya Pancasila dan NKRI dihabiskan energinya untuk
> membahas masalah Ahmadiyah, Pluralisme,UU Pornografi, dan sebagainya yang
> akhirnya malah berpotensi bentrok lagi, ribut lagi, habislah energi kita.
> Padahal kita hidup di abad 21 yang sudah waktunya berfikir bagaimana negeri
> ini bisa jadi negeri maju yang pemerintahannya berjalan lebih efisien dengan
> penerapan sistem informasi. Malulah, masak masuk negara anggota G 20 bikin
> KTP saja masih jauh dibanding sama Singapura yang bisa dibikin di mana saja
> pakai komputer dan sudah terintegrasi. Tak heran Nurdin M Top bisa kawin di
> sana sini sambil terus ngebom. Bikin KTP saja mudah soalnya datanya tidak
> terdeteksi dan terintegrasi.
>
> >
> > Siapa yg bertanggungjawab terhadap? Saya menyalahkan dunia aya sendiri >
> saja: Perguruan Tinggi, karena mereka seharusnya bisa memberi gambaran >
> betapa hebatnya dan betapa besar pengaruh SIA terhadap operasional >
> perusahaan. Untuk menjalankan ide saya di atas, tidak perlu sistem yang>
> canggih2 amat kayaknya kan?
>
> ---> Tidak perlu Pak. Repotnya budaya nggak mau sedikit susah dan takut
> berubah masih kuat di sini. Beberapa waktu lalu saya mengunjungi teman saya
> yang mempunyai perusahaan. Dengan bangganya dia memperlihatkan bahwa hampir
> semua komputer di perusahannya menggunakan Linux dan Open Office yang
> gratis, tis, tis, tiiiis......
> Saya coba memakainya ternyata mudah sekali. Sayangnya untuk pelaporan
> Sistem Informasi Akutansi saya belum ketemu yang berbasis Linux. Saya rasa
> ini masukan buat Perguruan Tinggi, daripada sekedar usernya SAP cobalah
> dikembangkan kurikulum sehingga alumninya bisa buat Sistem Informasi
> Akutansi berbasis Linux yang harganya jauh lebih murah.
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke