Kalau ini saya setuju sekali.
Kalau bisa menebak, ada kemungkinan karena branding dan marketing turisme
indonesia kurang terintegrasi. Salah satu masalah nya adalah tour guide yang
terpecah pecah. Agen-agen perjalanan pariwisata Indonesia kalau menurut saya
kurang terintegrasi.

Maksudnya bila kita lihat tour 10 atau 20 hari ke Cina, mereka secara
langsung memasarkan 3-5 kota dengan masing-masing obyek keindahannya. Saya
sendiri merasa jenuh sebab kalau dilihat 20 hari tersebut, setengahnya atau
bahkan lebih sebenarnya dihabiskan di jalan. Tapi toh kesempatan foto-foto
di obyek-obyek pariwisata Cina (atau eropa juga) tidak mau saya lepaskan.
Walaupun cuma 20 menit di tempat tersebut dan foto-foto, di suru berangkat
oleh tour guide ya saya ikut saja...  daripada nyangkut di negeri orang..
he.. he...

Nah pindah kota selalu ada tour guide yang jemput karena saya hubungannya
dengan satu grup wisata saja. Ini yang enak.

Kalau untuk indonesia, rasanya ini masih kurang terintegrasi. Turis singgah
di bali, tapi untuk loncat ke tempat lainnya masih sulit. Tidak ada
koordinasi antara tour guide Toraja dengan Tour Guide bali misalnya. Atau
Tour guide borobudur dengan tour guide bali...  Itu sih menurut pengamatan
saya. Barangkali ada pendapat lain?

2010/3/14 oka <oka.wid...@indosat.net.id>

> Kok saya membaca tulisan menarik ini di Kompas, tak tahan untuk
> memforwardnya dimillis ini.
>
> Kalo mau dibilang sentimen, ngak nyangkal sih. Kebetulan didaerah asal
> saya, industri pariwisata menghidupi sebagian besar orang. Walau belum
> terasa benar adanya penurunan, saya kira indikasi apapun patut diwaspadai.
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke