Banyak orang bali tdk sadar, bahwa dirinya telah berubah. Mrk hanya sadar
bahwa orang lain telah berubah. Bahkan perubahan pada diri orang Bali jauh
lebih kenceng dibandingkan orang Jawa. Coba bandingkan orang desa di Bali,
misalkan di Desa Sayan Gianyar atau Desa Pecatu, Badung dengan orang Gunung
Kidul di Jawa Tengah atau desa nya Mbah Marijan, desa Kinahredjo.

Para akademisi dan bahkan pemimpin di Bali juga tidak sadar, bahwa orang
Bali telah berubah. Karena itu mereka gamang membuat peraturan. Contoh, PBB
tanah di Pecatu pastilah sangat tinggi, yang tidak memungkinkan petani
pemilik tanah disana untuk membayarnya. Kita kadang berfikir tidak adil.
Bahkan membuat situasi menjadi rumit.

Perda RTRW yang mengatur jarak batas 5 km dari pura tsb, "teoritis" sangat
bagus. Tetapi rupanya perda tsb belum diuji oleh data lapangan.
Berita-berita belakangan mengatakan, bahwa masyarakat pecatu menggugat
aturan perda tsb karena banyak masyrkt yang punya tanah dalam radius dibawah
5 km, shg jika mrk tdk menjual ke investor maka mrk pasti tdk mampu bayar
PBB.

Mengelola transformasi sosial adalah kapling orang yg belajar social
engineering. Mrk mestinya sdh membaca tanda2 jaman, khususnya ttg pergeseran
nilai-nilai yang membalut org bali.

Siapakah yg salah dg kejadian hilangnya pretima2 tsb ? Orang yg mencuri ?
Orang yang menadah ? Harganya yg mahal ? Tempatnya yg mudah dilacak ? Ketika
gemerincing dollar menggoda, kita tidak boleh sering kaget-kagetan, segala
hal bisa dan mungkin terjadi..

2010/11/7 Asana Viebeke Lengkong <asan...@indo.net.id>

>  P Suardana,
>
>
>
> Saya rencana akan ke Kubutambahan sekitar achir bulan ini.  Saya sudah
> berkomunikasi dengan Klian Desanya.  Maksud tujuan untuk mengasess kembali
> data tentang anak anak putus sekolah disana.
>
>
>
> Sebenarnya permasalahan pratima itu adalah kesempatan saja dan tentunya
> oknum pemangku tidak bisa bekerja sendiri. Kalau saya boleh berilustrasi
> sedikit: pratima itu barang duniawi kalau tidak melalui process spiritual,
> untuk oknum mangku atau siapa saja (orang Bali) yang paham akan ketertarikan
> orang luar kepada barang barang ukiran dan kemudian kelihatan antik,
> ditambah dengan pengalaman ‘pertama’ bahwa barang itu ternyata sangat
> diminati dan dapat di jual dengan harga tinggi, maka hal jual menjual bisa
> saja menggoda dan terjadi (fakta).
>
>
>
> Pemahaman makna pratima kemudian memudar dengan dalih bahwa barang duniawi
> pekerjaan tangan itu masih bisa dibuat yang baru, yang untuk banyak orang
> lebih mengkilat dan menarik, jadi mudah saja tergantikan.  Dengan pemikiran
> yang sederhana dan kebutuhan hidup, kalau di timbang antara makna pratima
> yang sudah melalui process spiritual dan barang biasa yang bisa dan mudah
> untuk di buat lagi...... ya.... kemungkinan yang terachir lebih menarik
> karena jelas bisa ditukar dengan beras, kebutuhan hidup, tuntutan anak dan
> istri, rumah, termasuk mebotoh dan miras.
>
>
>
> Misalnya ditempat lain banyak hal yang di perjual belikan kalau itu barang
> yang bisa dibuat, di tempe... eee di tiru malahan bisa kelihatan antik kalau
> di tanam beberapa minggu.
>
>
>
> Jadi perlu ada pencerahan.
>
>
>
> Ada pertanyaan saya:  Apa fungsi dan tugas dari Majelis Pekraman?
>
>
>
> Salam, vieb
>
>
>
> *From:* bali-bou...@lp3b.or.id [mailto:bali-bou...@lp3b.or.id] *On Behalf
> Of *suardana gede
> *Sent:* 07 Nopember 2010 21:03
>
> *To:* bali@lp3b.or.id
> *Subject:* [bali] Re: Bali Menyimpan Banyak Beban
>
>
>
> thanks p'wis...bali memang beda dengan pulau-pulau lainnya di NKRI...dan
> itulah yang membuat bali terlihat cantik dan menarik bagi wisatawan. konsep
> tri hita karana memang masih relevan digunakan untuk menata bali tetap
> menjadi bali tanpa mengesampingkan tuntutan dan tantangan jaman yang semakin
> modern, namun konsep yang apik nan harmonis menjadi tidak harmonis karena
> bobroknya moral dan mental manusia itu sendiri...saya gak habis pikir
> mendengar cerita kawan tentang pencurian pratima tersebut yang pelakunya
> adalah "oknum pemangku pura dalem" akibat dorongan nafsu duniawi yang tak
> terkendali...weweewewe, dunia sudah semakin edan....kasus lemukih juga sarat
> dengan kepentingan dan korbannya tetap masyarakat kecil yang ingin bertahan
> dan mempertahankan kehidupannya...miris mendengarnya...... perubahan kearah
> positive paling cepet bisa terwujud hanya dengan  menggunakan kewenangan
> melalui leadership yang baik dari seorang pemimpin tanpa ada embel-embel
> konflik kepentingan...tapi kapan ya.....wualawualam, kata amin
> rais...hehehehheeee
> salam,
> gede suardana
> kubutambahan
>
>
>  ------------------------------
>
> *From:* Asana Viebeke Lengkong <asan...@indo.net.id>
> *To:* bali@lp3b.or.id
> *Sent:* Sun, November 7, 2010 3:05:25 PM
> *Subject:* [bali] Re: Bali Menyimpan Banyak Beban
>
> P Wis,
>
>
>
> Interesting article.  Thank you.  Bali itu termasuk besar nggak ya.... ???
>
>
>
> Yang ngerti bahwa itu pratime ya Cuma orang Bali saja.... kalau orang
> asingnya Cuma tau bahwa itu barang bagus layak di perdagangkan, disamping
> itu juga banyak yang barang di buat baru dan kemudian di antikan.
>
>
>
> Ada nggak yang bisa menjabarkan transformasi soscial yang kemudian bisa
> menjadi action plan dan dapat di laksanakan sedikit semampunya???
>
>
>
> Mungkin bisa di share????
>
>
>
> vieb
>
>
>
> *From:* bali-bou...@lp3b.or.id [mailto:bali-bou...@lp3b.or.id] *On Behalf
> Of *Gde Wisnaya Wisna
> *Sent:* 07 Nopember 2010 7:17
> *To:* bali@lp3b.or.id
> *Subject:* [bali] Bali Menyimpan Banyak Beban
>
>
>
> *BALI MENYIMPAN BANYAK BEBAN*
>
> Oleh : Gde Wisnaya Wisna
>
> Seorang ahli psikoanalisa dari Jerman yang sangat terkenal dan hidup antara
> tahun 1856 s/d 1939 yaitu Sigmon Freud, pernah mengatakan bahwa manusia
> hidup memiliki 2 naluri, yaitu naluri kehidupan dan naluri kematian. Naluri
> kehidupan merupakan dorongan spontan dari dalam diri manusia untuk hidup dan
> tumbuh, termasuk keinginan untuk mempertahankan kehidupan. Sementara naluri
> kematian adalah dorongan spontan dari dalam diri manusia berkaitan dengan
> keinginan mengakhiri kehidupannya menuju kematian, dan juga keinginan
> menghancurkan pihak lain. Kedua naluri ini berdampingan dan tidak bisa
> dipisahkan satu dengan lainnya. Baik naluri untuk bertahan hidup maupun
> naluri untuk menghancurkan eksis bersama dalam satu pribadi manusia yang
> utuh..
>
>     Dalam konteks yang disampaikan oleh Sigmon Freud tersebut, Bali
> nampaknya harus mawas diri dalam melangkah ke masa depan. Berbagai peristiwa
> yang terjadi belakangan ini seperti penggugatan Perda RTRW Bali oleh
> sekelompok masyarakat Bali sendiri, pencurian pretima , kerusakan lingkungan
> dan konflik adat sangat membuat miris hati kita. Sejauh ini Bali dikenal
> dengan sebutan banyak nama yang indah-indah, seperti Pulau Dewata, Pulau
> Seribu Pura, Pulau Sorga, Pulau Kahyangan dan lain-lain. Tentu orang luar
> yang mengagumi Bali yang memberikan nama tersebut. Tahun 2009 Bali juga
> menjadi pulau tujuan wisata terbaik di asia pasifik. Tapi kecendrungan
> perkembangan Bali ternyata menjauh dari makna nama-nama tersebut.
>
>
>
> *Terganggunya Parhyangan *
>
>     Tanpa disadari, naluri orang Bali untuk menghancurkan dirinya sendiri
> kini sedang bekerja dengan laju yang mengkhawatirkan.Tiga pilar kehidupan
> orang Bali, yaitu *parhyangan, palemahan dan pawongan*, sedang mengalami
> ujian berat. Di bidang *Parhyangan*, misalkan soal radius kesucian pura
> yang sedang digugat di Mahkamah Agung oleh semeton Bali. Pura adalah tempat
> suci orang Hindu di Bali dalam melaksana upacara dan upakara agama. Karena
> kesuciannya yang perlu dilindungi, perda RTRW Bali telah mengatur agar jarak
> 5 km dari Pura tidak dibangun fasilitas pariwisata, yang mungkin mencemari
> kesucian Pura. Aturan ini rupanya tidak disenangi oleh investor. Dan melalui
> tangan-tangan orang Bali sendiri, yaitu sebagian dari masyarakat Pecatu,
> investor ingin agar MA menganulir ketentuan tersebut. Jika MA mengabulkan,
> maka sudah bisa dibayangkan, bahwa tidak akan ada sejengkal tanah Bali yang
> disisakan oleh investor. Masih soal yang berkaitan dengan bidang parhyangan,
> kedamaian kehidupan agama di Bali juga diguncang melalui pencurian
> benda-benda sakral di Pura, yaitu pretima-pretima yang merupakan perlambang
> dari Betara-Betari, yang disungsung dan dipuja umat Hindu di Bali. Yang
> mengejutkan, pencurinya adalah orang Bali, sementara penadahnya orang asing.
> Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 150 pretima yang ditemukan di salah satu
> Villa milik seorang warga Negara Prancis.
>
>
>
> *Kehancuran Palemahan*
>
>     Destruksi *palemahan* Bali semakin hari akan semakin sulit dibendung
> bila tidak dikawal dengan waspada. Tentu memori kita masih menyimpan dengan
> baik, bagaimana kasus Loloan Yeh Poh di Kuta Utara cukup menggemparkan di
> tahun 2007 yang lalu. Investor sudah memiliki HGB menyender campuan
> sungai/loloan yang dianggap suci oleh masyarakat. Investor menginginkan
> Loloan tersebut menjadi resort wisata. Padahal ada SK Bupati Badung yang
> melarang membangun resort wisata di daerah loloan. Masyarakat di 8 desa adat
> disana protes. Setiap sudut palemahan Bali bagi investor ibarat gadis
> cantik. Apalagi kalau sudah menyangkut gunung, sungai maupun danau. Begitu
> juga halnya dengan danau Buyan yang sangat diminati oleh investor. Padahal
> danau Buyan adalah kawasan Suci yang menjadi sumber mata air utama bagi
> masyarakat. Kemudian, sampai saat kini masih tetap ada yang mencoba
> melanjutkan upaya eksplorasi panas bumi di daerah hulu Bali, yaitu Bedugul.
> Benar-benar, nasib palemahan Bali kian mengkhawatirkan karena wilayah
> hutannya juga sudah sangat berkurang. Ada sekitar 18,4 % hutan Bali dalam
> keadaan kritis akibat penebangan liar oleh orang Bali yang tidak terkendali,
> selain sebanyak 264 hektar hutan juga dibakar oleh orang Bali. Sampah
> plastic maupun sampah beracun juga mulai mengancam palemahan Bali dan sampai
> sekarang perda yang akan mengaturnya belum selesai dibuat oleh DPRD.
> Palemahan Bali yang kecil ini sebentar lagi tidak akan mampu memberikan daya
> dukung bagi kehidupan mahluk hidup, karena setiap jengkal tanah sudah
> dikapling.
>
>
>
> *Konflik Meluas*
>
>     Bidang *pawongan* tidak kalah gawatnya. Konflik adat yang banyak
> bermunculan dalam 2 pekan ini menyajikan drama sosial dalam episode yang
> menyedihkan. Lihatlah konflik di Cemagi Badung. Kemudian konflik di Gianyar
> antara dusun Ketandan dan dusun Tegalingah. Dan yang paling menyedot
> perhatian, konflik sengketa tanah di desa Lemukih antara masyarakat desa
> adat dengan pemegang sertifikat tanah. Perang batu antara pihak yang
> bertikai dan bahkan saling membakar rumah maupun membunuh telah terjadi
> dalam konflik-konflik tersebut. Pun tidak hanya dalam setiap konflik adat
> saja terjadi kekerasan. Beberapa bulan lalu juga terjadi korban akibat
> konflik antar pemuda saat terjadi gerak jalan agustusan di Buleleng.
> Jelaslah, sudah mulai punah konsep hidup orang Bali yang begitu luhung
> dinyatakan dalam pepatah “*paras paros sarpanaya selunglung sebayantaka*”.
> Keseimbangan dan keselarasan hubungan antar manusia begitu mudah tergelincir
> menjadi konflik. Sesama orang Bali lantas bisa saling menghancurkan.
> Gambaran buram masalah sosial dan kemasyarakatan Bali makin dilengkapi
> dengan perilaku generasi mudanya yang suka mabuk-mabukan dan mengkonsumsi
> miras oplosan. Kita sering membaca, makin banyak saja korban mati anak-anak
> muda karena menenggak minuman keras yang dioplos.
>
>
>
> *Mengawal Transformasi Sosial*
>
>     Bali sedang mengalami suatu proses transformasi sosial. Transformasi
> sosial diartikan sebagai perubahan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan,
> seperti tata nilai, pranata sosial, wawasan, cara berpikir, atau kebiasaan
> yang telah lama terjadi di masyarakat dan sebagainya. Perubahan nilai-nilai
> yang dibawa dalam proses transformasi ini memberikan ekses negatif
> sebagaimana berdampak pada hal-hal yang telah dijelaskan diatas. Perlu
> pengawalan dalam proses transformasi tersebut, sehingga dapat berlangsung
> dengan harmonis. Siapakah yang bertugas mengawal ? Tidak lain adalah para
> pemimpin formal maupun non-formal mulai dari tingkatan paling bawah sampai
> paling atas. Segala sesuatu akan bersumber dari pemimpinnya, termasuk
> berbagai kebijakan yang dikeluarkan. *Leadership* yang mampu mengelola
> proses transformasi sosial yang akan menyelamatkan Bali dari naluri kematian
> dan penghancuran.(***)
>
>
>
>
>
> --
> Gde Wisnaya Wisna
> Jl.Dewi Sartika Utara 32A
> Singaraja-Bali
>
>
>



-- 
Gde Wisnaya Wisna
Jl.Dewi Sartika Utara 32A
Singaraja-Bali
website : www.lp3b.com

Kirim email ke