Mungkin benar pak, tapi tulisan bapak cendrung ke revolusi sosial sperti 1998, 
kritik dan kecaman bisa langsung ke pemerintah..tapi utk rev.sosial perlu 
triger..tahun 98 triger-nya adalah tewasnya mahasiswa Trisakti dalam kerusuhan 
Mei, disamping krisis ekonomi yg dahsyat..

Salam
GNA

________________________________

From: bali-bou...@lp3b.or.id <bali-bou...@lp3b.or.id> 
To: bali@lp3b.or.id <bali@lp3b.or.id> 
Sent: Sat Jan 15 20:20:58 2011
Subject: [bali] Re: negeri korup 


Tulisan saya harus dilihat sebagai tulisan yag sangat pribadi dan itu adalah 
perasaan rakyat. Ketika kita lihat televisi semua pejabat tersenyum. 
Seakan-akan semua beres. Saya sedang menekuni studi realisme sosialis dan paham 
kerakyatan. Di sana rakyat diperhatikan dan dipimpin dengan baik. Tapi 
sekarang? Rakyat dimiskinkan dan rakyat hanya bunga-bunga demokrasi. Saya 
tersiksa oleh tayangan televisi. Sungguh bodoh kita ini. Sekali lagi itu adalah 
pandangan rakyat.

Salam
Artika

--- On Thu, 1/13/11, Ambara, Gede Ngurah (KPC) <gede.amb...@kpc.co.id> wrote:



        From: Ambara, Gede Ngurah (KPC) <gede.amb...@kpc.co.id>
        Subject: [bali] negeri korup
        To: bali@lp3b.or.id
        Date: Thursday, January 13, 2011, 7:40 PM
        
        

        Pak Artika, di tulisan Bapak menurut saya energy-nya terlalu panas 
(terlalu banyak emosi yang ditumpahkan)..

        Situasi di negeri ini sebenarnya jauh sangat rumit dan kompleks, jadi 
tidak akan bisa dipecahkan masalahnya hanya oleh pemerintah sendiri..

        Sebab pelaku korupsi jumlahnya bukan puluhan orang, menurut Taufiq 
Ismail bisa jadi ratusan ribu orang atau mungkin mencapai 1 juta orang..

        Perlu kebangkitan kesadaran setiap individu rakyat Indonesia untuk 
menghindari prilaku korup dari dalam dirinya, dan akhirnya berpengaruh ke 
lingkungan sekitar, dan meluas sampai ke bangsa dan negara

         

        Berikut cuplikan tulisan Taufiq Ismail, tentang Topik yang sama yang 
sedang Pak Artika soroti...

         

        Suksme

        Ngurah Ambara

         

        -------------------------------------------------------------

        Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling
        
        Oleh Taufiq Ismail
        
        Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda,
        terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.
        Penganggur 40 juta orang,anak-anak tak bisabersekolah 11 juta murid,
        pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1 juta orang,
        VCD koitus beredar 20 juta keping, kriminalitas merebat disetiap 
tikungan jalan
        dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.
        Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol diruang tamu Kantor 
Pegadaian Jagat Raya,
        dan dipunggung kita dicap sablon besar-besar: Tahanan IMF dan Penunggak 
Bank Dunia.
        
        Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling 
murah sejagat raya.
        Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh 
harapan dan angan-angan
        di pelabuhan dan bandara, ketika pulang lihat mereka berdukacita karena
        majikan mungkir tidak membayar gaji, banyak yang disiksa malah diperkosa
        dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.
        
        Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali.
        Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.
        Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi kolonialis banyak 
bangsa.
        Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya.
        Makin banyak kita meminjam uang, makin gembira karena leher kita makin 
mudah dipatahkannya.
        
        Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali.
        Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan 
penelitian.
        Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi,
        dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi .
        Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,
        ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.
        Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret,
        jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras, 
yang di atas tukang tindas.
        Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.
        
        Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.
        Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu'.
        Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.
        Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.
        Begitu khusyu'nya, engkau kira mereka beribadah.
        Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?
        Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya,
        membentang dari depan sampai ke belakang, melimpah
        dari atas sampai ke bawah, tambah merambah panjang deretan saf jamaah.
        Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.
        Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah?
        Bagaimana menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungi 
dari atas sampai ke bawah?
        Dan yang melindungi mereka, ternyata, bagian juga dari yang pegang 
senjata dan yang memerintah.
        
        Bagaimana ini?
        
        Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up 
Operation),
        tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan 
sekolahan.
        Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana kemari,
        kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.
        Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran,
        otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan 
Tuhan.
        Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?
        Jamaahnya kukuh seperti diding keraton,
        tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang,
        malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang,
        penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.
        
        Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan 
ribu,
        barangkali sekitar satu juta orang ini,
        cukup jadi sebuah negara mini, meliputi mereka yang pegang kendali 
perintah, eksekutif,
        legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pestol dan 
mengendalikan meriam,
        yang berjas dan berdasi. Bagaimana caranya?
        
        Mau diperiksa dan diusut secara hukum?
        Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?
        Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?
        Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?
        
        Percuma
        
        Seratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan
        Insya Allah tak akan terselesaikan.
        Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?
        Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar 
bersedia
        mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun
        dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan.
        Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari 
mereka
        orang yang shalat juga,
        orang yang berpuasa juga,
        orang yang berhaji juga.
        Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.
        
        Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada 
hubungan darah atau teman sekolah,
        maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya.
        Celakanya, bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita, 
orang seagama atau sedaerah,
        Kita cenderung menutup-nutupi fakta, lalu dimakruh-makruhkan dan 
diam-diam berharap semoga kita
        mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.
        
        Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.
        Dan lihat kini jendela dan pintu Rumah Indonesia dimakan rayap. 

        Kayu kosen, tiang,kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai.
        Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap.
        Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa,
        televisi rumah Indonesia dijarah anai-anai.
        
        Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah
        Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap.
        Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.
        
        Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.
        Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.
        "Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya!" teriak mereka.
        "Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!" bantahku.
        Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam.
        
        Aku melarikan diri kencang-kencang.
        Mereka mengejarkan lebih kencang lagi.
        Mereka menangkapku.
        "Ambil bensin!" teriak seseorang.
        "Bakar Rayap," teriak mereka bersama.
        Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.
        
        Seseorang memantik korek api.
        Aku dibakar.
        Bau kawanan rayap hangus.
        Membubung Ke udara.

         

        --------------------------------------------------------------

         

         

        -----Original Message-----
        From: bali-bou...@lp3b.or.id [mailto:bali-bou...@lp3b.or.id] On Behalf 
Of wayan artika
        Sent: Friday, January 14, 2011 8:25 AM
        To: bali@lp3b.or.id
        Subject: [bali] Re: Test

         

TEMAN-TEMAN YANG BAIK HATI, MOHON BACA TULISAN INI YA...

SALAM
ARTIKA

--- On Thu, 1/13/11, Gde Wisnaya Wisna <gdewisn...@gmail.com> wrote:


From: Gde Wisnaya Wisna <gdewisn...@gmail.com>
Subject: [bali] Re: Test
To: bali@lp3b.or.id
Date: Thursday, January 13, 2011, 4:04 AM

SEPI ing milis, RAME ing gawe.

On Thu, Jan 13, 2011 at 3:37 PM, ngurah beni setiawan <setiawan_b...@yahoo.com> 
wrote:

mungkin sengaja dibikin sepi...

 

Undang Gayus aja, dijamin rame 

seperti republik ini yang lagi demam gayus
 

 

ngurah beni setiawan

P Save a tree...please don't print this e-mail unless you really need to

 

 

________________________________

From: Asana Viebeke Lengkong <asan...@indo.net.id>


To: bali@lp3b.or.id

Sent: Thu, 13 January, 2011 14:24:51
Subject: [bali] Re: Test

 

GR.... Donny.... GR...

 

From: bali-bou...@lp3b.or.id [mailto:bali-bou...@lp3b.or.id] On Behalf Of donny 
harimurti
Sent: 13 Januari 2011 13:20
To: bali@lp3b.or.id
Subject: [bali] Test

 

Maaf

Test saja. 

Milis ini sedang sepi atau ada gangguan pd akun saya?

 

Salam hangat,

Donny

 




-- 
Gde Wisnaya Wisna
Jl.Dewi Sartika Utara 32A
Singaraja-Bali
website : www.lp3b.com

         


Kirim email ke