Mama Raissa,
Saya beberapa kali baca email mbak sebelum
memberanikan diri menanggapi, berat banget ya
'makalah' nya (terpaksa saya delete agar tidak terlalu
banyak BW yang habis). Tetapi ini memang harus
dihadapi oleh setiap orang tua dan hasil pilihan kita
tersebut akan'mewarnai' anak seumur hidupnya. Saya
setuju dengan statement mbak tentang lingkungan yang
'homogen' dan 'heterogen' beserta dampaknya.
Saya sendiri sampai sekarang masih belum menemukan
formula yang tepat lingkungan apa yang akan saya
tawarkan kepada Dafi. Namun segala rencana kita harus
sesuai dengan tujuan kita, yaitu kita ingin anak yang
seperti apa. Dalam hal ini saya rasa rekans netter
yang muslim akan mengatakan ingin anak yang sholeh dan
taqwa, karena inilah tingkatan manusia yang tertinggi
dalam agama Islam. Rekans yang non muslim pun pasti
punya satu ukuran kualitas yang intinya pencapaian
posisi tertinggi dalam pandangan agama. Namun dapat
juga orang tua memiliki tujuan yang lebih bersifat
'duniawi' itu juga tidak salah dan bisa sebagai
penyeimbang terhadap tujuan di atas.
Nah berangkat dari sini bisa kita bentuk lingkungan
yang kita inginkan. Dimulai dari keluarga, kegiatan,
peraturan dan tingkah laku apa yang harus ditanamkan
kepada anak untuk tujuan akhir tersebut. bagaimana
kita menempatkan posisi rumah kita di sekitar
lingkungan yang 'sejiwa' dengan kita, di sekolah mana
yang mampu menawarkan pendidikan yang mendekati tujuan
kita, kegiatan apa yang perlu kita rancang untuk
'mengisi waktu' anak yang sesuai dengan tujuan kita.
Dalam penetapan lingkungan tersebut pasti akan ada
pertentangan dan meliputi banyak hal, untuk itu kita
memerlukan list priority sehingga setiap menemui
hambatan kita kembali menentukan 'sebenarnya apa yang
paling penting'. Jarang sekali kita akan mendapatkan
segala sesuatu sesuai keinginan tentu akan ada
kompromi terhadap keinginan kita itu.
Kalau saya kok lebih memilih yang homogen ya, karena
seperti mbak bilang, gap nya tidak terlalu besar. Tapi
ada konsekuensi juga yaitu kita harus punya silabus
untuk memperkenalkan sesuatu yang di luar lingkungan
kita tersebut, yang pada dasarkan adalah mengajarkan
anak alasan untuk bersyukur jika melihat sesuatu yang
lebih jelek dan istighfar dan bertaubat jika melihat
sesuatu yang lebih baik.
Mungkin begitu dari saya mbak, kelihatannya terlalu
teoritis ya, karena saya sendiripun masih menjalani
proses ini. Satu hal yang saya ingat dari masa kecil
saya dahulu, bahwa sesuatu yang saat ini saya tahu itu
salah/tidak baik, tidak akan saya ulangi kepada anak
saya. Jadi salah satu kuncinya adalah belajar dari
pengalaman.

Mamanya Dafi




--- "Imelda, Pasni" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Dear temen-temen,
> Terlintas dalam benak saya bentuk lingkungan yang
> baik bagi perkembangan
> anak-anak. 
----deleted------

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Shopping - Thousands of Stores. Millions of Products.
http://shopping.yahoo.com/


>> Cake, parcel lebaran & bunga2 Natal? Klik, http://www.indokado.com
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
















Kirim email ke