Silahkan Pak Fadly, semakin tersebar semoga semakin bermanfaat.

Sukses buat Pak Fadly dan Anda semua.

Sopa.
http://milis-bicara.blogspot.com
http://www.facebook.com/profile.php?id=714484144&ref=profile

--- In bicara@yahoogroups.com, "dr.Akhmad Fadly Noor" <dr.fa...@...> 
wrote:
>
> assalamulaikum
> 
> saya baca tulisan ini sangat luar biasa sekali untuk para orang 
tua..jadi
> saya mohon izin untuk memposting tulisan ini di group 
superparenting FB dan
> biarkan tulisan ini menjadi ide banyak orang tua dan kalaupun ada 
yang
> menyanggahi maka akan memperjelas lagi apa sebenarnya yang kita 
sebagai
> orang tua masing2 ingin kan untuk anak2 nya.
> 
> terima kasih atas tanggapan pa ikhwan sopa.
> 
> salam
> 
> 
> 
> Pada 13 Februari 2009 14:16, Ikhwan Sopa <ikhwan.s...@...> menulis:
> 
> >   *Pengembangan Diri Berbasis Fitrah*
> >
> > Tulisan ini nyaris sepenuhnya pendapat pribadi saya. Pun 
demikian, saya
> > sangat terinspirasi oleh dua hal. Yang pertama adalah sebuah buku 
yang
> > sempat saya baca belakangan, judulnya "40 Kewajiban Orang Tua 
Terhadap Anak"
> > karangan Drs. Muhammad Thalib. Kedua, konsep "Generation C" yang 
bergulir
> > belakangan ini. ("C" adalah "content". Generation C adalah 
generasi yang
> > didominasi oleh individu dan pribadi yang punya "content". 
Jargonnya "It's
> > About You", atau "It's Me".)
> >
> > Lebih dari itu, saya tetap yakin bahwa keterbukaan pikiran dan 
perenungan
> > Anda, sangat mungkin akan mengantarkan Anda menemukan benang-
benang merah
> > yang bisa jadi selama ini justru Anda cari. Semoga.
> >
> > Mari kita mulai dengan yang paling mendasar.
> >
> > Sesuai fitrah, Tuhan yang Maha Menciptakan telah menciptakan 
manusia dengan
> > karakteristik yang khas dan berlaku universal. Dan jika sesuatu 
berlaku
> > universal, kita bisa mengatakannya sebagai "hukum alam". Dan 
sebagai hukum
> > alam, maka sifatnya adalah "hampir pasti".
> >
> > Manusia dilahirkan sebagai bayi, yang kemudian tumbuh besar 
menjadi dewasa,
> > lalu mati. Ada manusia laki-laki dan ada manusia perempuan. Dalam 
proses
> > pertumbuhan dan perkembangan seorang anak manusia, ada usia-usia 
khusus yang
> > punya keistimewaan. Itulah hukum alam, hukum yang dianggap 
"pasti" sesuai
> > Sunatullah.
> >
> > Kita mengenal adanya "the golden age", usia sekitar batita atau 
balita.
> > Menurut penelitian, usia itu dianggap sangat penting karena 
merupakan waktu
> > bagi terbentuknya berbagai konsepsi, sistem keyakinan, proses 
pembelajaran
> > dan berkembangnya berbagai bentuk kreatifitas.
> >
> > Kemudian, secara fitrah ada juga masa yang disebut dengan "akil 
baligh".
> >
> > Pada usia itu, Tuhan menentukan bahwa individu yang bersangkutan, 
mulai
> > dianggap mandiri dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri. Ia 
dianggap
> > mulai mampu bertanggungjawab, mandiri, dan berdikari dalam hidup 
di dunia
> > nyata. Pada masa itu ia diharuskan mulai memahami baik atau 
buruk, benar
> > atau salah, menguntungkan atau merugikan, keputusan tepat dan 
tidak tepat,
> > tindakan benar dan tindakan salah, sikap baik dan tidak baik, 
cara berpikir
> > empower atau disempower, kreatifitas positif dan kreatifitas 
negatif, dan
> > seterusnya.
> >
> > Apa yang menjadi ciri utama dari usia akil baligh itu, adalah 
bahwa
> > individu yang bersangkutan mulai mengalami perubahan dan 
perkembangan pada
> > dirinya, baik secara fisik maupun mental.
> >
> > Jika ia wanita maka ia akan mulai haid, jika ia pria maka ia akan 
mulai
> > bermimpi basah. Keduanya, akan mulai menyukai lawan jenis. Suara 
mereka
> > mulai berubah. Si wanita akan mulai membesar buah dadanya, dan si 
pria mulai
> > berubah suaranya dan mulai menonjol jakunnya.
> >
> > Pola pikir, sistem keyakinan, berbagai konsep jati diri, juga 
mulai
> > berkembang pada diri mereka di masa-masa itu. Mentalitas mereka 
mulai
> > bergolak mencari dan menemukan berbagai hal, yang akan menjadi 
template
> > dasar kedewasaan mereka.
> >
> > Berbagai hal dari dunia luar yang terekspos kepada diri mereka 
pada masa
> > dan usia itu, akan membentuk siapa diri mereka nantinya. Berbagai 
hal itu,
> > cenderung akan melekat kuat sampai akhir hayat. Bayangkan ini, 
sesuatu yang
> > memotivasi pada usia itu, bisa jadi akan memotivasi mereka seumur 
hidup.
> > Sesuatu yang men-demotivasi pada masa dan usia itu, sangat 
mungkin akan
> > melumpuhkan mereka seumur hidup. Bagaimanakah itu semua jika 
dikaitkan
> > dengan produktifitas? Dengan keberhasilan menciptakan 
kreatifitas? Dengan
> > keberhasilan bisnis? Dengan aspek kepemimpinan dan organisasi? 
Dengan
> > berbagai karya dan buah tangannya? Dengan relationship dan 
kehidupan
> > sosialnya?
> >
> > Kita yakin bahwa Tuhan Maha Menciptakan dan Maha Tahu.
> >
> > Maka, sebuah kombinasi antara usia tertentu dengan perubahan dan
> > perkembangan fisik serta mental pada diri mereka yang akil 
baligh, tentunya
> > adalah ramuan terbaik dengan timing yang terbaik, untuk membentuk
> > pribadi-pribadi manusia dewasa yang berhasil di dunia dan di 
akhirat kelak.
> > Itu sebabnya, moment akil baligh itu dianggap sebagai saat yang 
paling tepat
> > untuk mengekspos dan meng-unleashed berbagai hukum, hak dan 
kewajiban, dan
> > berbagai pilihan yang menjadi tanggung jawab pribadi secara 
mandiri.
> >
> > Kita, akhirnya bisa mengatakan bahwa usia akil baligh itu, adalah 
"the
> > second golden age".
> >
> > Usia batita dan balita adalah saat terbaik untuk meng-imprint 
berbagai
> > proses awal pembelajaran secara internal. Kemudian, usia akil 
baligh adalah
> > moment yang tepat untuk memperkenalkan mereka dengan dunia nyata 
dan dunia
> > luar. Untuk hidup di dalam kenyataan.
> >
> > Sekali lagi, semua itu adalah ketentuan Tuhan yang universal 
sifatnya, atau
> > dengan dengan kata lain semua itu menjadi hukum alam, yang 
"hampir pasti"
> > akan membentuk hasil akhir dari pribadi-pribadi manusia.
> >
> > Pertanyaannya, jika secara spiritual fenomena kombinasi antara 
usia dan
> > perubahan serta perkembangan fisik dan mental itu dianggap 
sebagai kondisi
> > dan saat yang paling tepat untuk mengaktivasi berbagai konsep 
positif dan
> > sistem keyakinan, tidakkah kondisi dan moment itu juga merupakan 
saat yang
> > paling tepat baginya untuk memulai pengembangan diri untuk 
kepentingan
> > duniawi?
> >
> > Tidakkah itu juga merupakan saat yang paling tepat, bagi si anak 
untuk
> > mulai memahami mana kreatifitas yang bagus dan yang tidak? Mana 
yang pilihan
> > profesi masa depan yang cocok dan yang tidak? Mana profesi yang 
baik atau
> > tidak baginya? Mana peluang bisnis dan usaha yang menguntungkan 
sesuai
> > karakter pribadi atau tidak? Bagaimana memahami sebuah pilihan 
keputusan di
> > dunia nyata berdampak baik atau buruk? Bagaimana sebuah pilihan 
kepemimpinan
> > yang dilakoninya berpengaruh positif atau negatif? Apakah sebuah 
pilihan
> > sikap akan menjadikannya sebagai pribadi yang tahan banting atau 
yang loyo?
> > Manakah yang cocok baginya sebagai karyawan atau entrepreneur? 
Apakah ia
> > lebih baik jadi seniman atau orang kantoran? Apkah di masa depan 
ia akan
> > menjadi pedagang atau menjalankan restoran?
> >
> > Ingatlah sekali lagi, hukum alamnya adalah; apapun yang terjadi 
pada
> > masa-masa itu, cenderung akan melekat sangat kuat sampai akhir 
hayat.
> > Bagaimana dewasanya, sangat terpengaruh oleh moment dan masa itu.
> >
> > Sekarang, mari kita refleksikan cara berpikir di atas ke berbagai 
hal yang
> > berlangsung di sekitar kita, atau bahkan pada berbagai hal yang 
ada di
> > tangan kitalah kekuasaannya.
> >
> > Bagaimana Anda melihat dan menyikapi semua fenomena ini?
> >
> > Seorang anak kelas empat SD, sambil sekolah berjualan jus buatan 
ibunya
> > kepada teman-temannya. Seorang anak lain yang kelas lima SD, 
tidak hanya
> > bertukar-menukar kertas "fel" dengan teman-temannya, melainkan
> > membisniskannya dengan keuntungan seratus dua ratus rupiah. 
Apakah Anda
> > menyikapinya sebagai sesuatu yang keterlaluan dan mengada-ada? 
Atau Anda
> > menyikapinya sebagai sebuah proses pembelajaran di moment yang 
tepat?
> >
> > Seorang anak kelas dua SMP, sarapan paginya masih disuapi oleh 
pembantu.
> > Apakah menurut Anda, itu adalah sebuah kewajaran tentang 
memanjakan anak,
> > karena orangtuanya sudah bersusah payah bekerja untuk 
menyenangkannya?
> > Apakah menurut Anda anak itu memang semestinya begitu dan tidak 
perlu
> > bersusah payah seperti orang tuanya? Atau Anda melihat bahwa 
fenomena itu
> > justru akan mengkibatkan kelumpuhannya di masa depan karena 
menyia-nyiakan
> > moment paling tepat untuk mencetak keberhasilan?
> >
> > Anak-anak SMU dihindarkan dari menyibukkan diri dalam 
berorganisasi atau
> > berwirausaha, kecuali apa yang menjadi ekstrakurikulernya. Mereka 
belum
> > banyak dianjurkan (mungkin malah tidak dianjurkan) menyambi 
berbisnis atau
> > menjalankan pola-pola entrepreneuship. Mahasiswa dan mahasiswi 
diminta untuk
> > masuk mengurung diri di dalam kamar saja. Belajarlah, carilah 
nilai yang
> > tinggi. Apakah menurut Anda itu adalah sebuah keharusan demi 
tercapainya
> > gelar dan perbaikan hidup di masa depan? Atau Anda bisa melihat 
bahwa semua
> > itu adalah penundaan atau bahkan sebentuk kehilangan moment yang 
berharga?
> > Atau, Anda bisa melihat bagaimana mereka yang lulus dengan nilai 
sangat baik
> > bisa jadi justru tergagap-gagap saat menghadapi dunia kerja dan 
dunia
> > bisnis?
> >
> > Para nabi, sebagai contoh manusia-manusia sukses dan berhasil, 
telah mulai
> > mandiri dan berdikari dengan pengembangan diri dan dengan upaya 
bisnis sejak
> > usia belasan. Menggembala kambing, atau berdagang ke penjuru 
negeri.
> >
> > Bagaimana dengan pemandangan ini?
> >
> > Seorang ayah, menimbuni anaknya dengan berbagai buku dan 
permainan edukasi.
> > Semata-mata hanya untuk anaknya. Seorang ayah yang lain, 
melengkapi sebuah
> > ruangan di rumahnya dengan seribu buku, berbagai permainan 
edukasi, dan
> > kemudian mendorong anaknya untuk mau menekuni dan mengelola sebuah
> > perpustakaan mini, learning club, pusat pertukaran buku, dan 
penyewaan komik
> > serta majalah.
> >
> > Di sebuah SMP, selain belajar anak-anak juga menjalankan sebuah 
media
> > majalah sekolah yang bukan cuma mading. Ada dewan redaksinya, ada 
reporter,
> > fotografer dan wartawannya, ada yang mengurus ke percetakan dan 
ada bagian
> > administrasinya. Mereka tidak hanya menjalankannya sebagai hobi 
atau ekstra
> > kurikuler, melainkan sebuah bisnis yang nyata. Sebab mereka juga 
digaji
> > walau ala kadarnya. Sebab mereka juga melakukan aktivitas 
pemasaran untuk
> > iklan. Mereka juga berusaha keras untuk selalu menaikkan tiras.
> >
> > Di sebuah SMU, ada radio sekolah. Ada penyiar, ada announcer dan 
ada
> > redaksinya. Mereka meeting dengan serius karena sebuah bisnis 
tentulah
> > bicara uang. Mereka juga digaji dan dibayar sesuai kinerja. 
Mereka didorong
> > untuk mandiri dan berdikari, mereka bahkan diupayakan untuk mulai 
mampu
> > membiayai hidupnya sendiri sedini mungkin.
> >
> > Tiga contoh terakhir baru terlintas di angan-angan saya saja. 
Akan tetapi,
> > bagaimanakah Anda menyikapinya. Apakah itu mengada-ada? Apakah itu
> > penyelewengan dunia pendidikan? Atau bahkan sebentuk eksploitasi 
anak?
> >
> > Atau, Anda mulai melihatnya sebagai sebuah upaya memanfaatkan 
moment yang
> > paling tepat bagi mereka, karena Anda tahu bahwa moment itu jelas 
tak akan
> > terulang kembali.
> >
> > Bagaimana Anda melihat Mark Zuckerberg, si pemilik Facebook yang 
masih
> > teramat muda dengan sebuah perusahaan bernilai 500 triliun 
rupiah? Bagaimana
> > Anda melihat Bill Gates atau Adam Khoo yang mendapatkan satu juta 
dollar
> > mereka di usia dua puluh? Saya kok yakin, bahwa mereka tidak ujug-
ujug
> > menjadi manusia yang sukses secara dunia. Pastilah ada apa-apanya 
di usia
> > akil baligh mereka.
> >
> > Masihkah kita harus memenjarakan anak-anak dalam sangkar emas, 
dengan dasar
> > keinginan kita di masa depan? Masihkah kita memegang keyakinan 
bahwa fokus
> > mereka semata-mata hanyalah belajar? Bukankah "the second golden 
moment"
> > itulah yang akan membekas kuat sampai akhir hayat? Tidakkah itu 
saat yang
> > paling tepat bagi mereka untuk belajar dan memahami dunia nyata?
> >
> > Masihkah kita berkeyakinan bahwa semua itu adalah untuk kebaikan 
mereka?
> > Tidakkah kita mestinya mulai berpikir bahwa apa yang kita lakukan 
selama ini
> > bisa jadi justru menunda, mengamputasi, atau bahkan melumpuhkan 
mereka di
> > masa depan?
> >
> > Bukankah Yang Maha Tahu telah mengindikasikan pentingnya "the 
second golden
> > moment" itu? Bahwa aspek spiritualitas memang tak terpisahkan 
dari kehidupan
> > duniawi. Bahwa keseimbangan dunia dan akhirat adalah jalan 
terbaik. Bahwa
> > moment itu tak boleh tersia-sia karena khawatirnya orang tua 
tentang
> > "harapan dan cita-cita orang tua"?
> >
> > Saya mulai bertanya-tanya, bagaimana caranya mulai mengajari anak-
anak saya
> > yang masih SD, untuk mengembangkan diri dalam kepemimpinan, 
organisasi,
> > manajemen, berkehidupan sosial yang lebih dari sekedar bermain, 
dunia
> > bisnis, atau keterampilan untuk mandiri dan berdikari lainnya. 
Apakah saya
> > kejam? Atau justru saya membantu mereka mengembangkan diri pada 
moment yang
> > tepat sesuai fitrah? Atau, cukuplah saya memfokuskan mereka di 
meja belajar
> > dan membiarkan moment fitrah untuk mandiri dan berdikari itu 
berlalu begitu
> > saja?
> >
> > Semoga membenangmerahi.
> >
> > *Ikhwan Sopa*
> > Master Trainer E.D.A.N.
> > http://milis-bicara.blogspot.com
> >  
> >
> 
> 
> 
> -- 
> dr.Akhmad Fadly Noor
> http://brain-klinik.blogspot.com
> 
> Certified Master of Practitioner NLP
> Licenced of Practitioner NLP™
> Certified Hynoterapi
> Master Trainer of International Parenting Association (IPA)
> Co-Founder NAE
>


Kirim email ke