MU:>>>>> 4. Dalam bahasa Jawa Kuno, perkataan ``Mlayu'' bermaksud berlari atau mengembara. Hal ini boleh dipadankan dengan orang Indo- Melayu (Austonesia) yang bergerak dari Yunan<<<<<<
Saya: menurut hemat saya, dari yang saya pelajari dari kesusastraan Jawa, ajaran Prof Dr. Purbocaroko, kata "mlayu" sulit dikaitkan dengan sejarah etnis Melayu. Per-tama-tama, tidak saja dalam bahasa Jawa kuno ada kata "mlayu" yang artinya lari, juga dalam bahasa Jawa modern. Kata "mlayu" (=lari) ini dipakai dalam tingkat Ngoko, atau kasar. Dalam tingkat Kromo Inggil, atau Jawa tinggi, "mlayu" ini diubah menjadi "mlajeng", Kita lihat, kaitan dengan kata "melayu" sudah hilang. Berjalan, dalam bahasa Jawa Ngoko, atau kasar, adalah "mlaku", sedang dalam tingkat Kromo Inggil, atau Jawa tinggi, diubah menjadi "mlampah". Sedangkan "mengembara" dalam bahasa Jawa sastra, berbunyi "ngulandoro". Dalam konnotasi sempit, orang Jawa tak dimasukkan dalam kelompok etnis Melayu,yang menggunakan bahasa Malayu,sebagai bahasa mereka. Walau bahasa Melayu ini, pernah menjadi lingua franca di Nusantara, orang Jawa hampir tak mempergunakannya, dan ini terlihat dari sedikitnya, kata kata bahasa Melayu dalam khazanah bahasa Jawa. Juga grammar bahasa Jawa sangat berbeda dengan grammar bahasa Melayu, yang mengandung banyak elemen elemen bahasa bahasa asing, Portugis, Spanyol, Belanda, Tionghoa, India, Arab, dll. bahasa Jawa hanya dideterminasi oleh bahasa Sansekerta dari India. Juga nama Jawa, berasal dari bahasa sansekerta, yakni Jawadwipa. begitu pula nama nama gunung: Semeru (Mahameru), Argopuro, Bromo (Brahma). Atau nama kota: Jogyakarta dari Ayudyakarta. Surakarta. Tak ada samasekali pengaruh bahasa Spanyol atau Portugis dalam bahasa Jawa. Kata kata Arab diadopsi setelah Islam masuk ke Jawa: mesjid. Dan nama nama bulan/hari yang dilafalkan dalam lafal Jawa. Misalnya gelar raja: Kalipatolah, dari Khalifatullah. Kalau tokh ada satu dua kata yang mirip, ini disebabkan oleh perkembangan bahasa Jawa, sebelum masuknya budaya Hindu, dimana bahasa Jawa mempunya kemiripan kata kata dengan bahasa daerah lainnya. Misalnya, kata "watu", berarti batu,yang juga dipakai dalam bahasa Minahasa asli (bukan Melayu Manado), bahasa Kadazan, bahasa Tagalog dari Philippina. Demikian pula telu, dan wolu, yang artinya tiga dan delapan. Kedua kata ini tak exist dalam bahasa Melayu, Orang Jawa dimasukkan dalam kelompok Melayu oleh para Anthroplog dalam merujuk, kelompok bangsa yang bergerak dari Yunnan, yakni Proto Malayu dan Deutero Malayu. Orang orang Melayu, terutama penduduk pesisir Sumatra, orang Padang, orang pesisir Kalimantan, dan semua yang menggunakan bahasa Melayu, bagi orang Jawa dinamakan "wong Melayu", "orang Melayu", namun tidak dalam arti "orang yang berlari". Ketika saya masih di Taman Kanak Kanak di keraton Pakualaman, Jogya ditahun 1949, dimana kami tak sedikitpun menggunakan bahasa Melayu, yang memang tak kami kuasai, ada seorang teman, wanita, namanya Saidah, berasal dari Sumatra barat. Sambil ber-bisik bisik, kami berkata "eh dekwene wong melayu lho". Eh itu orang Melayu lho. Ini sami mawon,dengan mengatakan "dia ini orang asing". Sebaliknya, teman teman murid dari etnis Tionghoa yang menguasai sangat fasih bahasa Jawa tinggi (Kromo Inggil) diantara kami, kami namakan "wong Jowo". Orang Jawa. Penduduk luar Jawa, dari pulau pulau lain,sudah selalu dianggap orang asing. Kami namakan mereka "Wong Sabrang", orang seberang.Overseas people. Prabu Kartanegara mengirimkan expedisi untuk menaklukkan Malayu (kerajaan Pagarruyung),yang dinamakan expedisi Pamalayu. Kemudian seorang bangsawan Malayu dijadikan viceroy, rajamuda, bernama Adityawarman. Jelas,antara sejarah Melayu dan budaya Jawa selalu terdapat jarak. Jadi,saya sangat menyangsikan keterkaitan budaya Jawa dengan budaya dannama Melayu. Salam Danardono --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Mang_Ucup" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu sedangkan kata Melayu berasal > dari kata Mo-lo-yeu > > Catatan orang China yang menyatakan bahawa sebuah kerajaan Mo-lo- yeu > mempersembahkan hasil bumi kepada raja China sekitar 644-645 Masehi. > > 1. Dikatakan orang Mo-lo-yeu mengirimkan Utusan ke negara China untuk > mempersembahkan hasil-hasil bumi kepada raja China. > 2. Ada yang mempercayai kerajaan Mo-lo-yeu berpusat di daerah Jambi, > Sumatera , daripada sebatang sungai yang deras alirannya, iitu Sungai > Melayu. > 3. Satu lagi catatan orang China ialah catatan rahib Buddha bernama I-Tsing > yang menggunakan kata ma-lo-yu tentang dua buah kerajaan yang dilawatinya > sekitar 675 Masihi. > 4. Dalam bahasa Jawa Kuno, perkataan ``Mlayu'' bermaksud berlari atau > mengembara. Hal ini boleh dipadankan dengan orang Indo-Melayu (Austonesia) > yang bergerak dari Yunan. > > Sebagai info tambahan artikel dibawah ini: > Sumber: http://www.balitouring.com/bali_articles/earlychinese.htm > > The relation between South East Asia and China brought some records in > Chinese chronicles about kingdoms in South East Asia. On 2nd to 3rd century > AD is mentioned a kingdom of "B'iu-nam" a Chinese pronunciation for "Funan" > a place now known in modern Cambodia. In old Khmer is called "Bnam" or in > complete "burung bnam" means "king of mountain" which is in modern Khmer > called "Phnom". Second chronicle is mentioned Lin-Yi (ca. 270 AD), which was > identified with the name Champa, located at South Vietnam. > Fa Hsien a Chinese traveler around 413 AD mentioned that he returned to > China via the sea from "Yeh-po-ti" which is identified as "Javadwipa" ( Java > island ). In 430 AD was an emissary to China from "Ho-lo-tan" in "She-po". > He brought with him Indian cloth and "Gandhara". "She-po" is identified with > "Java Island" In 664 AD, Itsing said that a Buddhist monk named "Hwi-ning" > had come and stayed for 3 years, with the help of monk from named > "Jnanabhadra" he translated Buddhist holy book of Budha Mahayana. Chinese > chronicles of 7th century mentioned that in Sumatra there were kingdoms of > "To-lang-po-hwang ( Tulang Bawang)" Mo-lo-yeu ( Melayu) and Chelifo-che > (Sriwijaya). > A chronicle from Tang dynasty in 618 AD mentioned that Holing was located at > an archipelago, of south sea, to the east was "Po-li" to the west was > "To-po-teng" to the north was Chenla ( Cambodia) and to the south was the > sea. Here "Po-li" has been identified with "Bali" > According to Balinese folklore that was a king married Chinese princes of > Chung dynasty. The palace of the king was at Balingkang. The name Balingkang > is still preserved until now near Panulisan in Kintamani, where is now an > old temple and also a shrine for Chinese worship. An ancient stone sculpture > with profile Chinese woman was also found at Tegeh Koripan temple, near > Kintamani. All Chinese residents around Kintamani area worship this as the > princes of Chung Kang. "Kan" means "king" In Batur temple, Kintamani, one of > the shrines is a "Klenteng", a Chinese temple. When a ceremony at the > temple, the Chinese also organized an offering for the "Klenteng" > Other indication of the strong relation between China and Bali is the use of > Chinese coin for ceremony. It is used until now as part of an offering, or > in any kind of ceremony. The story about the king married Chinese princes is > preserved with a dance called " barong landung" literally means " tall > barong". > Some aspects of Chinese influence in Bali until now can still be observed > such as: > Chinese Coin > This coin was made of bronze mixed with copper which have been used as a > formal currency during ancient Balinese trade, and later after the > introduction of Dutch Gulden and Indonesian Rupiah the coin used only for > ceremony. It's function in religious ceremony is very important, can't be > changed with other currency. > Baris China ( Chinese man Dance ) > This dance is found only at Renon village, closed to Sanur. The character of > the dance showing marshal art, each dancer bring Chinese sword, dressed > black and white, followed by the monotone music which is call "gong Beri" a > Chinese music. In Sanur was found an inscription dated 913 AD, carved on a > round stone column. Near the column archaeologists found various flakes of > Chinese ceramics. It was possible that Sanur in the past was a port or a > city, as mentioned by the inscription that it was the palace of "Singha > dwala" = the place of lion. The place ( temple shrine) to preserve the dress > and accessories of this dance is called the throne of "tuan" Tuan means > foreigner. So it must be a Chinese gentlemen ever lived there as a trader, > and he might have introduced the dance to local residents. > > Mang Ucup ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/