Dirgahayu

waduh, terima kasih banyak atas ceramah bung
Asahan Aidit yang cukup panjang lebar membahas
"mentalitas saya, etnis tionghoa, orde baru,
segala jenis cat" dsb. tetapi agak aneh pada
saat bung Asahan Aidit menuduh saya berbicara
atas nama etnis tionghoa dan mempersempit masalah
pola segregatif istilah "pribumi" dan "non-pribumi"
hanya sebagai masalah etnis tionghoa. bung Asahan
Aidit semakin menjadi aneh pada saat mengidentifikasi
penolakan saya terhadap istilah rasist "pribumi" dan
"non-pribumi" karena saya beretnis tionghoa. padahal
di tulisan saya kemarin itu, saya tidak menyebut
secara spesifik bahwa istilah ini menjadi masalah
hanya untuk etnis tionghoa. dengan kata lain, bung
Asahan Aidit telah menghukum saya untuk berhenti 
menggugat sesuatu yang pekat dengan nuansa rasialisme
hanya dikarenakan saya beretnis tionghoa. dapat dipastikan
pada saat saya mendukung kawan-kawan dari agama marginal
spt sunda wiwitan, hindu kahuripan, ahmadiyah dsb, anda
juga akan terburu-buru mengatakan bahwa "seorang cina spt
saya cuma bisa merengek-rengek". padahal masalah segregasi
dan marginalisasi 'agama' amat berbeda dengan diskriminasi
terhadap etnis tionghoa. hendaknya bung Asahan Aidit 
tidak memindahkan fokus pembahasan menjadi pembahasan 
terhadap diri pribadi saya.  

dalam frame demokrasi, setiap orang memiliki kebebasan
untuk berbicara. mungkin jenis kebebasan ini tidak pernah
bung Asahan Aidit sadari sebagai jenis kebebasan hakiki
yang melekat pada seorang manusia, terlebih lagi pada saat
masyarakat sipil berhadap-hadapan dengan negara dan alat
negara spt tentara. 

selain itu, bung Asahan Aidit juga mesti menghargai
Indonesia yang merupakan NEGARA HUKUM dengan mendukung
upaya memberantas tindak kriminal terhadap kemanusiaan
sampai ke akar-akarnya. atau setidak-tidaknya, marilah
kita berpartisipasi untuk mencegah bibit-bibit segregatif
atau konflik horisontal spt yang hendak diwariskan
dengan istilah "pribumi" dan "non-pribumi".  

dan aku kira, dalam mengisi dan hendak mendorong maju
era demokrasi inilah saya hendak mengajukan pendapat
masalah istilah "pribumi" dan "non-pribumi" bukan
spt yang anda katakan spt "Sedikit sedikit, belum 
apa-apa asal terasa etnis Cina  disinggung, mesin 
otomatisnya langsung bunyi: anti Cina! rasialist!...."


etnis tionghoa BUKANLAH SUPER ETNIS atau segolongan
mahluk adi-kodrati. tetapi tampaknya begitu banyak
kalangan yang mengistimewakan etnis tionghoa ini di
samping terdapat elemen-elemen yang memandang etnis
tionghoa sebagai etnis paling berbahaya bagi kemapanan
dan maksud dominasi mereka sehingga etnis tionghoa perlu
dibonsai, dipangkas atau kalau perlu di etnik-cleansing-kan. 
saya tidak pernah tau di mana bung Asahan Aidit berdiri.
saya cuma tau kalao kakak kita, bang Amat, bersifat sangat
bersahabat terhadap golongan tionghoa. tetapi di mana pun
posisi bung Asahan Aidit berdiri, masalah perjuangan hak-hak
sipil dan demokrasi tidak akan berhenti dengan penolakan
bung Asahan Aidit terhadap konsepsi bernegara modern dan
demokrasi egaliterianism. 


tampaknya, ledakan Bom di vietnam mempengaruhi kestabilan
cairan otak anda bung Asahan Aidit shg anda menjadi
agak rancuh dalam mengamati fokus perbincangan dengan
berkomentar bahwa "Kata< pribumi> adalah milik bangsa 
Indonesia yang  berada dalam perbendaharaan kata-katanya, 
dan bukan milik  Habibi, bukan milik kaum kolonialis 
lama maupun baru dan juga bukan milik orang Cina". 

seingat saya, kita tidak sedang membahas istilah "pribumi"
dan "non-pribumi" dari sudut kajian semantik atau pelajaran
bahasa indonesia. tetapi kita berbicara mengenai taburan
politisasi yang diwariskan oleh orde baru atas kedua istilah
tersebut. kata "pribumi" adalah perbendaharaan bahasa indonesia
tetapi TIDAK TEPAT apabila kata "pribumi" ini dipakai untuk
menggolong-golongkan warga-negara yang pada akhirnya menciptakan
dinding-dinding segregatif antar anak bangsa. 

saya sebagai bangsa Indonesia menolak kata "pribumi" dan
"non-pribumi" dengan definisi tidak jelas untuk dijadikan
referensi pengkotak-kotakan golongan warga-negara spt yang pernah
dilakukan oleh Belanda untuk menjerat bangsa indonesia dalam
kolonialisme selama 300 thn. 

agaknya bung Asahan Aidit harus mulai belajar sebuah pola
diskusi kajian daripada terlalu mempergunakan perasaan. 
saya menyakini bahwa bung Asahan Aidit pun tidak mampu
mendefinisikan arti kata 'pribumi' yang kita maksudkan. 
tetapi karena sikap anti-tionghoa anda, semerta-merta anda
mengarang cerita bahwa golongan tionghoa suka sekali menuding-nuding
orang lain sebagai kelompok rasist anti-tionghoa. 


padahal,terdapat kehendak dari intern komunitas tionghoa untuk
ikut berpartisipasi secara aktif membangun bangsa dan negara
Indonesia. dan sikap-sikap aneh yang ditampilkan bung Asahan
Aidit seringkali membuat hati segelintir tionghoa menjadi
kecil dan keder. orang-orang spt Asahan Aidit ini cenderung
berusaha menjegal partisipasi positif golongan tionghoa dgn
bersikekeh meneruskan warisan politik segregatif orde-baru. 

Mayat


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "BISAI" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> Saudara Mayat Yt.hormat.
> Ah, nama persembunyian saudara sungguh menakutkan. Tapi apalah 
arti sebuah nama. 
> Saya akan menanggapi komentar saudara sambil berkelakar saja 
menyesuaikan diri dengan gaya saudara yang sebelumnya sudah sedikit 
saya kenal di mulis BT. Rupanya saudara termasuk penganut budaya 
stempel. Saudara mempunyai dua buah stempel: yang satu dengan tinta 
> Cina dan satunya lagi dengan cat putih. Saudara memulai dengan 
basa-basi dengan stempel putih saudara yang seakan mengangkat uraian 
saya dan lalu dengan cepat saudara mengayunkan tangan kuat-kuat 
dan...Plok!  "bung Asahah Aidit ternyata melaksanakan project 
rasialist anti tionghoa" tentu saja dengan stempel tinta Cina. Tidak 
secuil argumentasi ataupun petikan kata-kata dari saya yang saudara 
gunakan  sebagai alasan saudara, mengapa saya dianggap 
melaksanakan ""project rasialist anti tionghoa". Tentu dengan 
stempel hitam yang saudara gunakan itu, saudara bayangkan bahwa 
saudara telah menjatuhkan bom di atas kepala saya yang sebelum bom 
itu meledak saudara tulisi dengan huruf-huruf besar "pembunuhan 
karakter" agar saya runtuh. Ya, saudara Mayat, bukan saya berlagak 
hebat, tapi selama sepuluh tahun perang Vietnam, hampir setiap hari 
saya mendengar jatuhan bom yang kadang-kadang cuma puluhan meter 
jaraknya dari lubang perlindungan. Alhamdulillah saya masih 
dilindungi Tuhah dan diberi hidup hingga kini.Tapi bom yang saudara 
jatuhkan meskipun bunyinya seperti suara pistol beneran,tapi 
pelurunya cuma dari kertas yang dikunyah kunyah duluan lalu 
dimasukkan ke tabung bambu atau sumpitan anak-anak, lalu 
disodok...bum!. Peluru kertasnya bertaburan yang semula saudara 
maksudkan, untuk membunuh karakter saya. Tipikal cara yang sering 
digunakan oleh orang-orang yang menjadi panik kehilangan argumentasi 
dan lalu main kasar sambil memberikan cap-cap (tapi saudara 
menggunakan stempel kuno) secara membabi buta dan itu saudara anggap 
hebat dan akan mempengaruhi banyak orang. 
> Cara demikian sudah sangat klassik dan saya anjurkan pada saudara 
janganlah berpikir bahwa pembaca itu bodoh semuanya hingga mudah 
saudara bawa kemana saja menuruti gertakan saudara. Dunia sudah 
sangat berubah, demikian pula manusianya, generasinya. Sentimen, 
emosi, gertak, tidak ada lagi tempatnya dalam perbincangan serius 
untuk mencari kebenaran. Biasakanlah menggunakan argumen yang baik, 
analisa yang jernih dan jangan cepat main maki, main cap, main hitam 
putih hanya oleh karena tidak sependapat dengan orang lain.Tapi 
rupanya modal terbesar satu-satunya yang saudara miliki adalah 
kepekaan yang berlebih lebihan. Sedikit sedikit, belum apa-apa asal 
terasa etnis Cina disinggung, mesin otomatisnya langsung bunyi: anti 
Cina! rasialist!.... hayyaaaa, bikin orang takut saja. Saya sudah 
pernah bilang, untuk memerangi  rasialist, anti Cina ,tidak bisa 
dengan cara menakut nakuti orang agar takut dituduh rasialist. Dan 
juga saya pernah bilang apakah Cina itu sejenis super etnis, tidak 
boleh dikritik, tidak boleh dicela dan hanya harus dipuja dan 
dikagumi saja. Untuk menjadi teman Cina yang bersih anti Cina, 
seseorang harus diawasi dan diteliti kata-katanya,diperiksa 
sikapnya, dihitung puji-pujiannya, seolah bersahabat dengan Cina 
seperti bersahabat  dengan Nabi atau anak Tuhan. Wah, capek sekali 
kalo gitu betemen ame Cina. Tapi dalam kenyataan, di Indonesia 
selalu terdapat dua macam Cina: Cina yang merakyat yang secara wajar 
dan alamiah ingin menjadi orang Indonesia, merasa orang Indonesia, 
rendah hati dan tidak angkuh dan sungguh aneh, kadang-kadang Cina 
yang begini sering-sering asalnya adalah Cina totok, nggak bisa 
bahasa Indonesia sepatahpun tapi berasedia menjadi orang Indonesia 
secara sungguh-sungguh dan nggak pernah merasa dirinya di 
diskriminasi. Pengalaman demikian, temasuk yang keluarga kami alami 
sendiri. 
> Sedangkan Cina jenis kedua dengan ciri-ciri arogan bukan kepalang, 
biasanya yang kaya-kaya(tentu tidak semuanya) dan dari pagi hingga 
petang cuma curiga dan merasa didiskriminasi dan mem-phoby-kan semua 
orang yang tidak mengaguminya, kurang memperhatikannya, merasa 
dirinya selalu diabaikan dan seperti yang saya katakan tadi, pekanya 
bukan alang kepalang  dan selalu dihantui merasa didiskriminasi 
selama 24 jam. Memang jenis ini merasa hidupnya tidak aman, penuh 
curiga, tidak bisa bersahabat dengan tulus dengan pribumi.
> Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat terpaksa bicara 
soal kata <pribumi>. Saudara punya dalil, bahwa bila tidak mau 
mengharamkan kata <pribumi> adalah rasialist. 
> Saya berpendirian, tidak seorang manusiapun yang berhak 
mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah kepunyaan perbendaraan 
kata-kata bahasa Indonesia, milik orang Indonesia, lalu demi 
kepentingan politik tiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan 
satu etnis lain. 
> Pun, Habibi tidak punya hak demikian meskipun dia seorang Presiden 
pada waktunya yang juga sekaligus produk terbesar dari Orde Baru 
itu. Saudara Mayat, seperti juga orang-orang yang sepikiran dengan 
saudara, saudara ingin mempertahankan peninggalan murtad Orde Baru 
itu yang saudara anggap anti rasialist. Dari sudut pandang sempit 
bertolak dari kepentingan satu etnis semata-mata, tentu saudara akan 
menghalalkan dan mengharamkan semua saja menurut cita rasa golongan 
saudara sendiri, kepentingan dan keuntungan golongan saudara 
sendiri. Tapi Indonesia tidak cuma mengurusi satu etnis saja, 
memanjakan satu etnis saja, memperhatikan keluhan satu etnis saja. 
> Dengan mentalitas yang demikian, etnis yang saudara wakili, setiap 
hari akan menambah musuh dan bukan memperbanyak kawan dan kalau 
begitu alangkah kasihannya dengan golongan etnis Cina yang lainnya 
yang dengan sepenuh hati dan jujur, rendah hati dan tulus untuk 
menyatukan diri dengan etnis-etnis Indonesia yang lainnya, dengan 
bangsa Indonesia, akan jadi sasaran kerusuhan rasial sepanjang masa 
akibat ulah golongan etnis yang punya mentalitas seperti saudara. 
Percayalah, semua orang yang masih waras,masih normal, tidak akan 
memperdulikan budaya stempel saudara yang main hitam putih, main  
cap asal tidak sependapat dengan pikiran saudara atau etnis Cina. 
Betapa naif-nya kesimpulan saudara yang mengatakan, bila tidak 
mengharamkan atau menghilangkan kata <pribumi> akan memberi peluang 
bagi rasisme. Kata< pribumi> adalah milik bangsa Indonesia yang 
berada dalam perbendaharaan kata-katanya, dan bukan milik Habibi, 
bukan milik kaum kolonialis lama maupun baru dan juga bukan milik 
orang Cina. Tapi kalau saudara ingin setia pada Habibi yang 
dedengkot Orba itu, silahkan saja dan bagi saya perdebatan ini 
tidaklah sia-sia, karena saya menjadi lebih tahu di mana saudara 
berdiri meskipun dalam omongan sepertinya juga mengumpat Orba dan 
saya saudara tuduh sebagai yang "menjalankan project rasialis anti 
tionghoa". Orang-orang sebangsa saya bila ingin berhianapun tidak 
mungkin dan akan mati. Kami tidak punya jalan lain kecuali tetap 
setia 
> hingga ahir kepada cita-cita luhur kami meskipun dalam perjalanan 
sejarah banyak melakukan kesalahan, kekeliruan, ketidak tahuan 
bahkan kedunguan seperti umpamanya ingin menjiplak revolusi Cina 
untuk membebaskan rakyat Indonesia yang ahirnya menjadi drama dan 
tragedi berdarah yang tak tertebus sepanjang masa. Tapi kami tetap 
belajar dan mau mengoreksi kesalahan sambil tetap setia kepada 
keadilan, melawan kediktatoran dalam bentuk apapun. Tapi mentalitas 
saudara yang  hantam kromo dan gampang-gampangan, suka dimanja dan 
minta selalu diperhatikan secara istimewa, cumalah mentalitas < ke 
mana angin bertiup, ke  sana pokok condong>. Kalau perlu ke Habibi, 
ya ke Habibi, kalau perlu ke Suharto, ya ke Suharto yang juga bapak 
angkat Habibi, asal menguntungkan diri sendiri dan golongan sendiri. 
Timbanglah masak-masak dengan kepala dingin,dengan mentalitas 
demikian, etnis
> Cina bukan semakin dapat dukungan dan simpati tapi akan semakin 
terpencil dan menambah musuh setiap hari.
> asahan aidit.




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/V8WM1C/EbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke