Sebuah masyarakat yang madani (Civil Society) dan maju tak akan menggunakan istilah "pri" dan "bukan pri", walau disetiap bahasa, ada istilah ini. Indigeneous dalam bahasa Inggris, Einheimische(r) dalam bahasa Jerman.
Namun, di Jerman, Austria, kita tak pernah mendengar pemakaian bahasa ini dalam kehidupan se-hari hari. Tidak dikantor, tidak dijalan, atau dimanapun. Puluhan tahun saya hidup di Austria ini, dimana banyak kaum pendatang, namun tak dipakai istilah ini. Andaipun ada istilah yang setengah resmi seperti "Zugereiste(r)", yang berarti "yang baru datang", ini hanya merujuk pada kelompok penduduk yang belum benar benar terintegrasikan, terutama dari sisi bahasa. Tetapi pemakaian resmi, seperti dinegeri kita. Ini harus ditolak tegas. Orang Jawa bagi saya, adalah orang Jawa yang turun temurun, maupun mereka keturunan Arab, India, Tionghoa, Indo atau manapun, yang telah membudaya di Jawa. Hal yang sama terlihat di Minahasa. Mereka hanya membedakan "Kawanua" yakni warga Minahasa, ataupun bukan. Yang bukan adalah yang belum membudaya. Pengunjung. Otherwise mereka tak bedakan agama, ataupun etnis. Kawanua ya Kawanua. Kalau kita belum juga mampu menyingkirkan hal ini, maka kita tak akan mampu menyongsong haridepan kita. Pembedaan ini selain tak ada faedahnya dari sisi apapun, malah hanya memperrsulit nation building yang benar yang kita butuhkan. Atau, kalau kita memang mau mendirikan negara kecil kecil berdasarkan ethnis. Maka jangan heran, kalau kelak di Bagan Si Api Api atau Pontianak ada negara kecil yang warganya adalah Tionghoa. Mirip Singapura. Tetapi, jangan bicara Bhineka Tunggal Ika, lalu memakai istilah pri dan non pri. Salam RM Danardono HADINOTO --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Bung Asahan yang budiman, > > Penegasan bung untuk mempertahankan penggunaan istilah "Pribumi" cukup menarik, kita harus membuang segala pengertian kotor yang telah menodai istilah "Pribumi" itu. Kata bung: "Kita bersihkan kata <pribumi> dari semua noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras." > > Setuju! Saya juga sangat setuju dengan pengertian bung itu. Tapi, pernahkah bung pikirkan bagaimana cara menghilangkan noda dan begitu kotornya, jahatnya pengertian yang selama ini melekat keras pada istilah "Pribumi" itu? Bukankah salah satu cara yang dekat, adalah menghentikan penggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi" itu, yang jelas selama ini digunakan untuk mengkotak-kotak warga negara Indonesia ini menjadi, "Pribumi" dan "Non-Pribumi" untuk sekelompok yang etnis Tionghoa. > > Mungkinkah tercapai seperti yang bung artikan, bahwa semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku? Tentu saja sulit, ya. Karena setelah kita gunakan sebutan istilah pribumi pada sekelompok warga, akan ada sekelompok lain yang harus disebut non- pribumi. Kalau kita sebut sekelompok warga dengan sebutan orang Indonesia asli, tentu ada sekelompok lain yang harus disebut menjadi non-asli. Lalu, kita harus memberi definisi siapa saja yang bisa dikategorikan "Pribumi" dan "Asli-Indonesia" dan yang lain menjadi "Non-Pribumi" dan "Non-asli". > > Kalau kita semua mengakui, secara biologis penghuni di Nusantara ini adalah pendapatang dari daeerah Yunnan itu, jadi hanyalah berbeda waktu, sekelompok datang lebih dahulu dan yang lain lebih belakang, maka sebenarnya kita semua, sudah tidak lagi berhak menyandang "Pribumi" atau "Asli-Indonesia", yang masih berhak disebut "Pribumi" hanyalah orang-orang Nusatenggara dan Irian-Papua yang berkulit kehitam-hitaman dan berambut kriting itu. Ini kalau kita melihat dari sudut biologis. Bukankah begitu? > > Lalu, untuk mengikuti sebagaimana pengertian "Pribumi" yang bung ajukan itu, dimana semua kita adalah sama-sama pribumi, mungkin hanya bisa dibenarkan kalau melihatnya dari segi hukum. Maaf, saya awam akan HUKUM, tapi kira-kira bisa diajukan dalam pengertian begini: Berdasarkan ketentuan Undang-undang No.3 tahun 1946, yang menetapkan asas ius-soli, jadi setiap orang yang lahir di Indonesia sebagai orang Indonesia. Maka, secara hukum bisa dikatakan orang- orang yang lahir di Indonesia sejak diundangkannya pada tahun 1946 itulah orang-orang Indonesia asli, yang "Pribumi". Tentu, dengan tidak mempedulikan seorang itu dari ras apa, suku apa dan etnis apa, asal dia lahir di Indonesia, maka bisa dikategorikan Pribumi, yang asli-Indonesia. Dan, ... ini hanya digunakan untuk membedakan orang- orang pendatang, yang tidak lahir di Indonesia, entah orang Belanda, orang Tionghoa, atau orang Arab dll. yang menjadi warganegara Indonesia setelah melepas warganegara asal. Jadi, orang-orang yang tidak lahir di Indonesia, kemudian menjadi Indonesia dengan naturalisasi inilah yang bisa disebut sebagai non-pribumi, non-asli Indonesia. > > Tapi sungguh, kenyataan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia selama ini tidak demikian adanya. "Pribumi" dan "Non-Pribumi" adalah sebutan yang dipakai untuk mengkotak-kotak kelompok yang ada didalam masyarakat, jelasnya untuk menyudutkan kelompok yang etnis Tionghoa itu. Menghadapi kenyataan begini, apa tidak lebih baik kita sambut instruksi Presiden itu, agar dihentikan penggunaan istilah "Pribumi" yang jelas merusak persatuan bangsa ini? Apa kiranya yang mau dan bisa dicapai dengan mempertahankan sebutan "Pribumi" dan "Non-Pribumi" itu? > > Saya pun setuju, melawan diskriminasi rasial tidaklah berarti meniadakan segala perbedaan yang ada pada setiap ras, setiap suku dan setiap etnis. Apalagi hanya ditujukan untuk meniadakan identitas etnis tertentu. Berpegang teguh pada semboyan Bhineka Tungal Ika, dimana kita bersatu-teguh dengan segala perbedaan yang ada, ya beda ras, ya beda suku, ya beda etnis, ya beda agama, ya beda ideologi. Sayang seribu sayang, sekalipun sudah lebih 60 tahun semboyan Bhineka Tunggal Ika diserukan dan berkumandang di Nusantara ini, tapi belum juga terwujud dalam kenyataan hidup yang sesunguhnya. Itulah tugas berat generasi muda untuk lebih keras berjuang mempercepat gerak- langkah melanjutkan cita-cita pejuang kemerdekaan yang belum selesai itu. > > Salam, > ChanCT > > > ----- Original Message ----- > From: BISAI > To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA > Sent: Friday, September 16, 2005 6:15 AM > Subject: Fw: [budaya_tionghua] Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? > > > Saudara Andri Halim yang saya hormati, > Komentar anda saya baca kata perkata, kalimat perkalimat. Saya merasakan > kejernihan pikiran anda, langsung menangkap masaalah yang sedang dibicarakan > dan menangkap hakekat atau inti masaalah tanpa berpanjang panjang atau > berprasangka buruk. Tepat sungguh seperti yang anda bilang: ..."bagaimana > cara menghilangkan"DISKRIMINASI" dengan tidak adanya diskriminasi lagi maka > secara langsung efek dari Pribumi dan non Pribumi akan pupus dengan > sendirinya, menurutku inilah inti jawaban dari Pribumi dan non pribumi". > Menurut saya inilah kesimpulan terbaik dari seluruh diskusi yang anda > temukan dengan kepala dingin dan pikiran yang terang. Memang kita tidak > melawan kata tapi melawan setiap pikiran, tindakan maupun naluri > diskriminasi. Hanya dengan pikiran demikian kita bisa mendekati atau > manangkap hakekat melawan diskriminasi secara benar dan terfokus. > Mem-phoby-kan kata <pribumi> yang hanya karena adanya instruksi seorang > Presiden yang kelanjutan dari seorang Presiden diktator yang terguling > sebelumnya, cumalah perbuatan sia-sia dan juga terlalu sentris untuk semata > disangkutkan kepada satu etnis, sedangkan sebagian terbesar etnis lainnya > harus manut begitu saja, seolah mereka tidak setetespun menderita racun > diskriminasi. Pandangan sentris yang begini patut kita tentang justru karena > kita menghendaki bangunan masyarakat yang pluralis seperti yang juga anda > dan saya > menghendakinya. > Melawan diskriminasi ataupum diskriminasi rasial bukan berarti semua etnis > harus dihilangkan identitas etnis-nya, tidak ada lagi Jawa, tidak ada lagi > Sunda, tidak ada lagi Melayu, Batak dsb, dan yang ada hanya Indonesia, > Indonesia dan Indonesia. Itu tentu sangat indah kedengarannya. Dan ketika > dua orang Indonesia yang baru berkenalan di Jakarta umpamanya, yang satu > tanya : "Saudara berasal dari mana?".Lalu yang ditanya menjawab: "Saya > berasal dari Indonesia". Dan lalu terjadilah dialog dan tanya jawab sbb: > > "Di mana kampung halaman saudara? > > "Kampung halaman saya di Indonesia" > "Dan saudara tinggal di mana?" > "Saya tinggal di Indonesia". > "Saudara berasal dari suku mana" > "Saya berasal dari suku Indonesia" > "Bisakah saya mengetahui alamat Saudara?" > "Alamat saya di Indonesia" > "Di manakah saudara bekerja?" > "Saya bekerja di Indonesia" > "Apakah pekerjaan Saudara? > "Pekerjaan saya Indonesia". > "Apakah saudara Bangsa Indonesia?" > "Bukan, saya peranakan Cina". > "Jadi saudara bukan pribumi???" > "Ah, jangan sebut kata itu, najis! , haramejadah! > Nah beginilah kalau kita ingin menghilangkan identitas etnis orang lain > tapi cuma menjaga identitas etnis sendiri dengan maksud berjuang melawan > diskriminasi hanya melalui kata-kata, perang kata dan pemalsuan kata. Dalam > kehidupan, tidak semua benda bisa dijadikan benda politik, demikian pula > bahasa. Tidak semua kata bisa bisa dimanipulasi untuk kepentingan politik. > Dan bila sudah begini, orang(bila dia adalah penguasa) mulai dengan > memperbudak kata dan lalu menjadi budak kata (yang dikuasai). Saya sendiri > tidak gandrung apalagi fanatik dengan kata <pribumi>, tapi saya > mempertanyakan, mengapa kata itu harus diharamkan dan hingga ini hanya anda > yang bisa menjawab dan meyakinkan saya bahwa pengharaman kata <pribumi> sama > sekali bukan hakekat terjadinya diskriminasi tapi justru politik > diskriminasi Orba-lah yang telah mendiskriminasi semua etnis, termasuk > etnis Cina dan bukan kata <pribumi> yang dijadikan kambing hitam.Tapi > pertanyaan saya dalam bentuk tulisan yang juga menjadi pemikiran saya telah > dipertajam dan dijerumuskan ke jurang fitnah besar, bahwa saya seorang > rasialist, anti Cina, preyektor politik rasialis Orba dsb, dsb- nya ,hanya > karena ada perbedaan pendapat.Semua > pemikiran saya tidak dijawab dengan pemikiran kembali untuk mengembangkan > diskusi > yang sehat dan berguna bagi banyak pihak, tapi pada saya diberi cap-cap atau > stempel > yang bukan saja bermaksud untuk membunuh karakter pribadi saya tapi juga > menghina dan memfitnah orang-orang yang mungkin sefikiran dengan saya, > senasib dengan saya yang juga menderita diskriminasi seperti saya. Tapi > semua itu telah saya jawab dengan pemikiran, dengan kemampuan yang sesuai > dengan > yang saya punyai, dengan argumentasi yang tapi juga tentu saja dengan sambil > membela diri dan memberikan reaksi yang adil terhadap serangan dan > fitnah-fitnah yang saya terima. Sebagai ahir kata, saudara Andri, saya > merasakan penderitaan saudara sebagai etnis Cina yang yang sungguh-sungguh > ingin menjadi orang Indonesia yang sejajar dan sederajat dengan semua orang > Indonesia lainnya tidak pandang etnis apapun, tapi toh tetap saja menderita > diskriminasi. Saudara tidak sendiri tapi saudara berada di antara puluhan > bahkan ratusan juta manusia Indonesia yang di-pariakan lainnya yang > didiskiriminir oleh penguasa bangsanya sendiri, dan bahkan kadang- kadang > oleh saudara-saudara se-etnisnya sendiri yang adalah juga sebagai akibat > politk diskriminasi penguasa diktator di masa lalu. Kita tetap berjuang > melawan semua > bentuk diskriminasi dan kediktatoran dan bukan hanya melawan kata yang telah > dilumuri tujuan politik gelap. Kita bersihkan kata <pribumi> dari semua > noda dan kotoran yang diberikan oleh penguasa dan diktator bangsa di masa > lalu. Semua kita adalah pribumi-pribumi dari segala macam ras dan suku, sama > derajat dan semua kita adalah bangsa Indonesia yang mencintai keadilan dan > melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. > Kecuali memang ada yang berkeinginan lain. Itu adalah urusan mereka. > Salam perkenalan dan persahabatan yang sehangat hangatnya dari saya. > asahan aidit. ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery. http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/