----- Original Message -----
Sent: Tuesday, September 20, 2005 12:23 AM
Subject: Re: Han Hwie-Song: Filosof-filosof Tiongkok dan cerpen-cerpennya

Filosof-filosof Tiongkok dan cerpen-cerpennya

 

            Ini hari adalah hari ulang tahun ke sembilan dari cucuku Li Shen, maka aku ingat Tempo Doeloe, sewaktu aku masih seumur dia biasanya ayah, ibu dan oma saya kalau mau memberi nasehat anak dan cucunyya selalu dibicarakan waktu kami makan siang atau malam. Mungkin karena waktu makan bersama itu adalah ketika yang paling mudah, karena kami semua sedang berkumpul duduk di meja dan suasananya juga senang. Biasanya mereka cerita yang ternyata adalah buah tulisan dari pengarang terkenal Tiongkok kuno. Omaku tidak bisa membaca,  cerita-cerita itu beliau dengar dari ayah dan ibunya saja. Ceritaan itu ada yang senang didengar dan ada pula yang membosenkan, karena selalu memberi  nasehat untuk kami.

Bagi kami anak-anak yang paling senang ialah kalau ibuku atau omaku yang cerita, biasanya enak didengar, karena hatinya yang halus dan bicara dengan kecintaan. Biasanya sesudah cerita kami senantiasa masih tanya ini dan itu tentang apa yang diceritakan itu. Sayang kedua opaku keburu meninggal dunia bahkan dari fihak ibu, aku tidak mengenalnya sama sekali. Memang ini adalah sifat yang berbedah antara  ayah, ibu dan oma. Ini adalah juga perbedahan antara norma-norma makan siang dan malam antara orang Tionghoa dan orang Barat. Pada orang barat banyak peraturan-peraturan yang konservative dan tidak boleh mengeluarkan suara apalagi bicara kalau tidak perlu.

Ibuku sekolah MULO, (sekolah Menengah Pertama jaman Belanda) tidak banyak ituwaktu seorang wanita yang sekolah sampai MULO. Beliau pernah cerita pada kami sebagai berikut: dahulu di Tiongkok ada seorang ahli membuat dan berjualan tumbak dan perisai (shield). Dia membuatnya untuk dijual, dibawa ke suatu tempat yang ramai dan disitu dia bermain silat agar banyak penonton yang datang melihat. Sesudah banyak yang datang dan selesai bersilat dia berkata:”tuan-tuan yang terhormat, perisai saya ini sangat kuat tiada satu tumbak yang dapat menembus perisaiku ini.” Sambil memukul-mukul perisainya dengan sebuah pedang. Sesudah itu dia lalu membesar-besarkan tumbaknya dan berkata:”tuan-tuan yang terhormat inilah satu tumbak yang aku buat dan tajamnya begitu hebatnya tiada satu yang tidak dapat ditembus.”Lalu dia memukul tambur dan berteriak-teriak:” silahkan anda beli barang buatan saya ini, tiada keduanya didunia yang bisa melawan kedua benda yang aku buat ini.” Dalam keramaian ini ada seorang pemuda yang matanya terang dan kelihatan terpelajar bertanya pada penjual tumbak dan perisai itu sambil memberi hormat:” bagaimana kalau anda punya tumbak memukul perisai anda?” Penjual iu berdiam tidak dapat mnjawabnya. Ibu lalu berkata pada anak-anaknya:” maka kalau kalian bicara harus jujur, jangan dilebih-lebihkan dan jangan dikurangi. Bohong itu achirnya pasti ketahuan! Karangan ini belakangan sewaktu aku membaca buku-buku filosof Tiongkok, ternyata adalah essay yang dibuat oleh filosof Han Fei Zi, seorang legalist yang hidup kira-kira 200 tahun sebelum Christus.

Omaku dari ibu pandai bicara hokkian dan melayoe Tionghoa, beliau menceritakan pada kami bahwa: “ dulu di Tiongkok ada seorang anak yang sering membolos sekolah dan berjalan-jalan di embong embong. Pada satoe hari anak itu kelihatan seorang wanita tua sedang mengosok-gosok besi yang tebal di batu.  Anak itu heran apa yang dikerjakan oleh wanita tua itu. Lalu dia bertanya:”oma apa yang kau kerjakan itu?” Wanita tua itu berkata:” Aku sedang mengosok-gosok besi ini untuk membuat jarum untuk membuat pakean.” Anak itu ketawa dan berkata:”Oma besi ini begitu tebal bagaimana dan sampai kapan oma bisa mengosoknya sampai kecil menjadi jarum?” Oma itu menjawab:” ini hari saya gosok, besok aku gosok dan lusa aku gosok dan seterusnya dan besi ini setiap hari akan menjadi kecil dan lebih kecil lagi. Pada satu hari besi ini achirnya tokh akan menjadi jarum. Jarum inilah yang dibuat oleh ibumu untuk membuat pakean anak-anaknya”

Anak ini berdiam sebentar, dan mengerti inti dari pembicaraan dengan oma tua ini, lalu masuk sekolah dan giat belajar. Cerpen ini menunjukkan bahwa pekerjaan bagaimana sulitnya pun kalau kita dengan giat bekerja pasti akan selesai.

Ternyata orang Tionghoa jaman dahulu kebanyakan bisa cerita diluar kepala legenda-legenda historis Tiongkok kuno, ini mungkin waktu mereka sekolah harus menghafalkan kultur Tionghoa, bahkan banyak yang bisa cerita diluar kepala tentang cerita-cerita herois dari Sam Kok, 108 Kawanan Brandal di Liang-San, Perlawatan ke Barat atau Sun Wu Kong etc. etc. tetapi jarang yang bisa cerita mengenai Impian di “Rumah Gedung yang Merah”, meskipun cerita ini adalah cerita mengenai keluarga Tionghoa yang tipikal jaman dulu. Umumnya mereka tahu banyak tentang Kong Fu Zi dan Kongfuziisme, Lao Zi dan Taoisme, cerpen-cerpen dari berbagai filosof meskipun tidak tahu nama penulisnya. Mereka tahu hanya cerita dengan nama Chun-Chiu, Zan-Guo periode kira-kira  600- 100 tahun sebelum Christus.

Norma norma makan bersama ini saya dan istri saya teruskan untuk mendidik anak-anak kami, meskipun kadang-kadang bagai mereka mungkin membosenkan tetapi tokh mempunyai pengaruh terhadap perkembangan jiwa mereka. Kami menyesuaikan cara dan frequensi pembicaraan ini agar tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap mereka.

Di jamanku masih mudah dahulu orang Tionghoa kalau makan selalu ramai sambil bicara dan ketawa, duduknya juga sembarangan, angsalkan enak dirasakan bagi yang duduk. Dan kebiasaan makan bersama keluarga ini digunakan oleh orang tua kami untuk bercerita tentang kultur dan nasehat-nasehat yang baik bagi orang dari segala umur.

Orang Barat kalau makan selalu harus diam, tidak boleh mengeluarkan suara dan duduk yang lempeng, kalau mengeluarkan angin dari mulut harus ditutup dengan tangannya dan keluar dengan pelahan-lahan dicampuri dengan suara yang dibuat seolah-olah sedang batuk. Identitas Tionghoa waktu makan ini mencerminkan suasana yang kita alami, lihat dan dengar kalau kita makan di restoran Tionghoa. Di restoran Tionghoa sangat ramai gelak ketawa, bicara dengan bebas, bahkan lagu yang diputar biasanya juga ramai sekali seperti saling tekan menekan.

Waktu ayah dan ibu datang berkunjung ke Holland, aku masih mebicarakan cara mereka mendidik anak-anaknya dan ayahku berkata: “ cobalah tanya pada anak-anak kalian, suasana mana yang paling enak, aku berani pastikan mereka akan memilih cara makan orang Tionghoa bukan?!.”

 

Dr. Han Hwie-Song

Breda, 19 September 2005  The Netherlands

 

 



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




SPONSORED LINKS
Indonesia Culture Chinese


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke