Lao Zi, masa muda Beliau, suatu essay (XII)

Tidak lama kemudian Li Er meninggalkan gurunya, meskipun berat dalam
hatinya. Sesudah Beliau mencari pengalaman dan berkunjung di beberapa negara
dan beraudience pada raja dari Chu. Lao Zi pulang ke negaranya. Ditengah
jalan Beliau ingat temannya seorang senior pelayar kapal (ferry man) dan
cucu perempaunnya, ingin mendengarkan sekali lagi kata-kata bijaknya. Lao Zi
mengetok rumah pelayar kapal dan dibuka pintunya oleh seorang gadis yang
cantik. Li Er kaget dan mundur beberapa tindak, gadis itu berkata: " Oh Koko
Li Er, kau sudah kembali, ingatkah engkau? Saya Rou Wei". Li Er kaget gadis
ini sejak enam tahun sekarang berkembang jadi gadis yang cantik, tetapi
tetap juur dan simpel seperti dulu. 

Rou Wei menyediakan Li Er air untuk membersihkan diri dan makanan, waktu Li
Er tanya mana opanya, Rou Wei menjwab dengan suara yang sedih: Beliau
meninggal dunia tiga hari yang lalu dan baru kemarin dikubur". Li Er sedih
mendengar kabar dan image dari bapak pelayar ini terbayang didepan matanya.
Li Er tanya Beliau mati karena penyakit apa ? Rou Wei manjwab:" opa tidak
menderita penyakit apa-apa, Beliau tahu bahwa achir hidupnya datang dan
menunggu kedatangannya dengan tenang dirumah." Beliau berkata:"orang hidup
harus berani kerja dan dengan sunggu-sunggu mengerjakannya. Meninggal adalah
istirahat dan pulang ke asal dari mana mereka datang. Orang harus menerima
ini. Beliau juga berkata bahwa anda adalah satu-satunya yang dapat mengerti
pikiran beliau. Dan opa dapat memastikan bahwa anda pasti datang lagi. Dan
opa berharap agar saya bisa berkumpul dengan anda." Rou Wei stop sampai
disini dan menangis lalu meneruskan: "sesudah itu beberapa hari kemudian,
saya melihat opa tidak bangun, beliau telah pergi kedunia lain dan
meninggalkan saya sendirian di dunia ini." Dengan pelahan dan emosinil Rou
Wei sekali lagi berkata dengan pitus-putus: "Beliau telah meninggal dengan
tenang. Saya ingat betul kata kata opa dan saya percaya bahwa opa akan
menjaga saya, dimanapun beliau berada."  

 Perobahan yang mendadak ini membuat mereka lebih dekat, sebetulnya Li Er
akan menghibur Rou Wei, tetapi ternyata Rou Wei lebih spirituil dan broad
minded dari pada Li Er kirakan sebelumnya. Mengenai hidup dan mati Rou Wei
beranggapan adalah hukum alam, karena beliau telah menerima pelajaran
opanya. Rou Wei adalah wanita yang bisa berdiri sendiri, Li Er respek sekali
padanya dan menghargai dia.

Li Er usul untuk bersama pergi menghormat pada kuburan engkongnya dan Rou
Wei mengantar Li Er menuju ke beberapa kumpulan kuburan dan Li Er ingat
bahwa ini semua adalah kuburan dari leluhur mereka, dan disitu ada kuburan
yang baru, dan Rou Wei berkata:"itulah kuburan dari engkong saya."
Kuburannya simpel seperti alam disekitarnya, ini menurut kemauan opa.  Li Er
menempatkan bunga-bunga dikuburan pelayar senior, temannya yang mereka
memetik ditengah jalan, dan membungkukkan badannya tiga kali
sedalam-dalamnya.

Pada jalan pulang Li Er berasa bahwa Rou Wei sekarang adalah teman baiknya,
ditambah lagi bahwa hati beliau sama cantiknya dengan tampak luarnya. Li Er
pikir bahwa Rou Wei tinggal dengan engkongnya hidup dalam keadaan yang
miskin, dan bagaimana wanita ini bisa meneruskan hidupnya? Timbullah
perasahan tanggung jawabnya dan beliau tanya pada Rou Wei, bagaimana pikiran
dia akan meneruskan penghidupannya?  Rou Wei tidak dapat menjawabnya. Li Er
berkata:" kalau anda sudah mempunyai cinta kasih silahkan anda menikah".
Degan ini Rou Wei memutar mukanya menghadap ke lain dan mengeluarkan air
matanya. Li Er berasa salah mengeluarkan perkataan ini dan minta maaf pada
Rou Wei. Sebetulnya Rou Wei jatuh cinta pada Li Er apalagi atas omongan
opanya yang selalu memuji Li Er. Maka dia sangat senang waktu membuka pintu
kelihatan kedatangan pemuda yang dia cintai. Harus diakui bahwa Li Er juga
cinta pada Rou Wei sejak pertama kali beliau kenalan dengan Rou Wei dulu
atas kemauan untuk kerja keras, bertanggunng jawab terhadap keluarga, sifat
yang halus dan kecantikannya. Cinta antara pemuda dan pemudi memang adalah
hukum alam (Tao).

Kedua pria dan wanita ini jatuh cinta dan Li Er merasakan  untuk pertama
kali keindahan dari cinta; kehalusan, ketenangan, sifat berdikari dan
kepandaian Rou Wei di rasakan sebagai satu keindahan yang sukar di lukiskan
dengan perkataan. Li Er memutuskan untuk membebaskan isolemen Rou Wei dan
membawa kecintaannya pulang kerumahnya. 

Sampai dirumah ternyata rumahnya tertutup, kelihatan sudah lama tidak
ditinggali orang, maka tahulah Li Er bahwa opa yang beliau hormati sudah
meninggal dunia. Tetangganya senang melihat kedatangan Li Er. Li Er dan Rou
Wei memberi hormat pada para senior dan ketawa menemui tamu-tamu yang
berkerumun untuk menyambut kedatangan anak yang terkenal dengan kepandaian
beliau pada enam tahun yang lalu. Salah satu orang tua, teman engkongnya
yang baik mengatakan pada Li Er bahwa opanya telah meniggal dunia sejak tiga
tahun yang lalu. Bapak ini memberi tahu dimana opanya dikubur.

Terbayang pada Li Er opanya yang mendidik beliau dengan kecintaan dan demi
kepentingan cucunya beliau giat belajar dari buku-buku klassik, dan
diskusi-diskusi tentang hal-hal kehidupan dan persoalan-persoalan yang tidak
dapat dipersepsi atau yang masih "misterius" dengan engkongnya. Li Er
mengerti bahwa engkongnya adalah seorang yang tidak selfish, semua orang
adalah sama. Seorang yang sungguh-sunguh mengikuti Dao, jalannya alam. Cara
hidupnya merupahkan contoh yang paling dihormati oleh Li Er dan beliau
menganggap engkongnya sebagai salah satu gurunya.

Maka sesudah menempatkan barang pembawaannya di dalam rumah, Li Er mengajak
Rou Wei kekuburan engkongnya untuk menghormat dan "kenalkan" engkongnya
dengan Rou Wei. Mereka berdua menyebarkan bunga-bunga di kuburan engkongnya.
Sesudah itu mereka ke kuburan ibu Li Er untuk tujuan yang sama. Kuburan ibu
Li Er  letaknya tidak jauh dari kuburan engkongnya.

Mereka berdua mampir kerumah paman yang senior teman baik engkongnya
mengatakan siapa Rou Wei, dan minta tolong beliau, mewakili engkongnya agar
mengundang teman-teman untuk merayahkan dengan saderhana pernikahan mereka.
Dengan demikian pernikahan itu menjadi satu kenyataan. Li Er dan Rou Wei
sering duduk dibawah pohon kersen dan berdiskusi sambil minun teh. Li Er
yang hidup bersama dengan Rou Wei berobah hidupnya, beliau merasahkan bahwa
istrunya seorang istri yang lemah-lembut, tetapi kuat. Rou Wei megisih
kekosonsan dalam hati Li Er dengan meninggalnya enkong beliau. Karena
kebaikan mereka berdua, mau membantu dan merendahkan diri mereka di senangi
oleh masyarakat didesanya.

 

Literatur: 

 

1. Chen Jian: The Story Of Lao Zi (Lao Zi de Gushi) 

Wai Wen Chu Ban Si. 

Beijing 2001.6

 

2. Fung Yu-Lan: A Taoist Classic Zhuang Zi

Foreign Languages Press

Beijing second printing 1991

 

 

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke