Bung Joyohadikusumo yang baik.

Thongshampah berinteraksi dari satu center of gravity
ke center of excelence lainnya  
adalah bagian dari observasi sosial.
Hari ini di Gedung Putih Medan, besok di Pasir Putih Ancol
Lusa  di IDSS/RSIS Singapore, minggu depan di CSIS Georgetown USA
dan bulan depan bisa jadi di di China NDU.
Sehingga kunjungan Thongshampah ke Gedung Putih Medan,
tidak ada kedekatan emosional, apalagi korelasi interest
Suatu hal yang memang ditabukan dalam menekuni ilmu ilmu sosial.

Dengan tulisan kemarin, Thongshampah hanya ingin mengatakan
balancing of power yang selama ini terjadi di Medan
tidak bisa dirubah dengan cara represive ala cowboy Texas, 
kayak Bush Jr yang ingin menaklukkan Iraq.
Konflik sosial tidak akan pernah selesai dengan Hard Power,
Hanya soft power, saling mengerti dan komunikasi sosial lah 
yang bisa menyelesaikannya.
Kita mau terapkan game theory yang model apa.
Zero Sum Game, Negative Sum Game atau win win positive sum game.
Atau kita tetap terjebak dalam prisoner dilemma, saling curiga.

Begitu juga soal judi.
Pemahaman anda tentang judi, memang sangat idealis nyaris utopis.
Thongshampah tidak akan berdebat tentang itu.
Thongshampah hanya ingin menyampaikan realita di lapangan
tentang adanya theory conspiracy
yang mensinyalir adanya setoran rutin dari mafia mafia judi Christmas
Island, Genting Island, Crown Plaza dll dll ke organisasi organisasi
berkedok keagamaan tertentu untuk melaksanakan  demo demo anti judi di
Indonesia. 

Tujuannya agar judi tetap dilarang di Indonesia, dengan harapan para
penjudi dari Indonesia akan membuang big money nya di tempat tempat
yang Thongshampah sebut diatas. 
Malah saat ini Singapore sedang membangun casino terbesar di Asia, 
dan khusus untuk itu mereka membuka S2 Program Management Casino.
Ketika kita sibuk melarang judi, negara lain justru menarik manfaatnya
Kenapa??? Karena kita buta sosio-antropology dimana sebenarnya judi
bagi kelompok tertentu adalah bagian dari budaya nya. 

he he he



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "joyohadi_kusumo"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> bung thongshampah yg baik, 
> 
> saya memahami bung yang bergaya hidup egaliteran dgn pergaulannya dgn 
> rombongan anak gaul yg lintas suku.
> 
> namun cara pandang bung yg mengatakan cimed totok rasis terhadap even 
> sesama cina yg gak bisa hokkian tidak sepenuhnya benar. menurut hemat 
> saya, secara umum tentu lebih nyaman untuk bergaul dan berbincang 
> dalam sesama bahasa ibu daripada yg berlainan bahasa, dan apa yg bung 
> lakukan utk meng-counter hal tsb dgn belajar bhs hokkian (bhs cina 
> medan)sudah tepat.
> 
> seperti halnya cina aceh yg lebih prefer bergaul dgn sesama cina aceh 
> yg ngomong bahasa khek.
> 
> ngomong2, di medan, kalo okp itu udah pada terkenal gak ada kerja 
> positipnya, sumber dananya didominasi oleh hasil 'nandok duit'. dan 
> kalo bung tongsampah paham medan, tentu tau duit cina lah 
> yg 'ditandok'  begundal yang sering bertameng okp, dengan dalih 'uang 
> keamanan' . hal mana yang sepanjang pengetahuan saya tidak terjadi di 
> kota2 lain yang juga punya okp okp.
> 
> to be honest, saya merasa senang dengan adanya tim pemburu preman. 
> apakah bung merasa nyaman jika pindah rumah dimintai duit? megecor 
> trotoar didepan rumah juga perlu duit pengamanan? malah kalo ada 
> acara doa bagi yg meninggal juga ditandok duitnya. 
> 
> pengecualian mungkin pada cina yang mau bergaul dgn org2 pasaran. 
> namun, rasanya tidak adil juga membenarkan seorang cina medan boleh 
> diperas duitnya hanya karena dia tidak bergaul rapat dengan 'orang2 
> gaul / okp'.
> 
> masalah dampak dendam mereka bahwa aparat hanya melindungi cina, mau 
> tak mau itu pasti terjadi, namun sisi baiknya lebih banyak daripada 
> negatipnya. hal itu dapat dilihat dengan bigger frame: yang diperangi 
> adalah hal yang tidak benar (ngompas duit, menjadi benalu, 
> menyelenggarakan judi gelap dsb). sebagai orang yang beradab tentu 
> kita harus setuju dengan tindakan tim pemburu preman ini. namun jika 
> dilihat dari sisi pelaku kejahatan atau orang yang bersimpati pada 
> pengompas, tentu dilihat sebagai suatu hal yang mengancam 
> kenyamanannya dalam beraksi.
> 
> dan tentu saja kita paham bahaya judi bagi bangsa ini. bukan terhadap 
> kelas menengah seperti teman2 yang punya pendidikan dan kesadaran, 
> bisa memilih untuk menghindarinya, melainkan pada lapisan bawah yang 
> bermimpi taruhan togelnya tembus 4angka. omset togel di medan 
> sebagian besar disumbang dari lapisan bawah seperti buruh kasar 
> dan 'tukang becak'. coba tiap rp1000 yang dipasangi togel dialihkan 
> menjadi belanja jajanan anak, ato masuk tabungan ato utk kegiatan 
> konsumsi yang positip.. mungkin perekonomian lebih bergairah, 
> dibandingkan kalo duit 1000 itu  yang mungkin kirakira pembagiannya 
> begini: 500 utk beking usaha, 100 untuk hadiah taruhan, 200 utk 
> komisi bandar, dan 200 untung bersih boss besar.
> 
> ada yang mengatakan sejak tak ada judi, jajanan malam sepi, itu maybe 
> ada benarnya, namun itu hanya efek jangka pendek. coba bayangkan 
> berapa persen penjudi yang menang untuk bergairah menghabiskan 
> uangnya berjajan malam? kalo yg menang judi banyakan dari yg kalah, 
> tentu tak ada yang mau jadi bandar judi.
> 
> 
> 
> selain menumbuhkan benih kebencian, tentu juga akan tumbuh benih yang 
> menyadari mulai tertutupnya pintu peluang bagi mereka yang 
> mengandalkan intimidasi dan otot dalam mencari nafkah. hal2 apa yang 
> legal untuk menjadi sumber penghidupan tentu mau tak mau akan 
> dipikiran, dan tentu ada harapan bahwa dengan seleksi alam, generasi 
> benalu semacam itu akhirnya lenyap ditelan generasi yang lebih santun 
> dan mau bekerja halal. saya sendiri sudah menyaksikannya, dimana 
> beberapa preman tua mau mulai bekerja serabutan, entah sebagai 
> pelayan warung kopi ato buruh angkut. highly appreciated them.
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "thongshampah" 
> <thongshampah@> wrote:
> >
> > Bung Bud,s yg baik.
> > 
> > Thongshampah, lahir di Jakarta tetapi besar di Medan.
> > Tahun 70 an ketika SMA, Thongshampah bergabung dgn anak Cardova
> > dan juga dengan anak anak Pondok Seng.
> > Kita sering kumpul kumpul 
> > di Jln Sudirman, Babura, S Parman, Imam Bonjol dll 
> > dan setiap sore, apalagi malam minggu kerjanya cuma kebut kebutan, 
> > apalagi dulu Thongshampah dikenal sebagai anak maen
> > yang naik nya Yamaha RD 125 Twin.
> > kami nyaris tiap hari naek ke Sembahe - Bandar Baru,
> > Dan pulangnya, tiap malam minggu, 
> > pasti banyak sekali undangan untuk pesta pesta Disco.
> > Pokoknya nostalgia Medan 75an yang indah sekali.
> > 
> > Dan seingat Thongshampah dulu,
> > kalau lagi berantem antar gank, 
> > bukan Thongshampah si cina ini yg takut dengan mereka
> > tetapi justru mereka yg mikir lawan anak Cardova dan Pondok Seng.
> > 
> > Diskriminasi justru dialami Thongshampah bukan dari teman teman
> > pribumi, melainkan oleh teman teman cina totok.
> > Bisa dibayangin, anak cina kelahiran Jakarta 
> > yang gak bisa omong Hokkien tetapi sekolah di sekolah Tionghoa.
> > Maka sebutan cina padang, kiau seng, bhak thau kak, phoa tang coan,
> > bak kia lo dll dll dll selalu diejekkan ke Thongshampah.
> > Dan setelah sekali dua kali kaki naik ke kepala
> > baru ejekan itu berhenti.
> > 
> > Dan mereka mereka yang totok ini justru sangat rasis
> > memandang orang yang sama sama cina 
> > tetapi tidak bisa dialek Hokkien.
> > Totally inferior, nista dan outsider.
> > 
> > Berangkat dari hal ini, bagaimana pula cara pandang mereka 
> > terhadap orang yang mereka sebut Huana, Fan Kui, inijen 
> > dapat dibayangkan.
> > Jadi soal diskriminasi, tergantung cara kita mengalaminya.
> > Itulah yg menyebabkan kemudian 
> > Thongshampah mati matian belajar dialek Hokkien 
> > Supaya tidak disisihkan oleh mereka.
> >  
> > Medan adalah wild wild west nya Indonesia
> > semua suku ada disana, dalam komposisi yang berimbang.
> > Dan itulah penyebab utama mengapa kerusuhan sosial 
> > jarang terjadi disana, walau semua maen dengan gayanya
> > sebab inter dependensi yang sangat tinggi.
> > 
> > Beberapa tahun terakhir ini ada fenomena menarik di sana
> > Poldasu menurunkan Team Pemburu Preman, 
> > yang mengejar preman preman pengompas cina itu
> > sampai ke sudut sudut kota.
> > 
> > Metode represive ini, sesaat mungkin bisa menekan angka kriminalitas
> > tetapi for the long run, 
> > akan menimbulkan benih benih kebencian yg dalam
> > dimana seolah olah polisi kerjanya hanya membacking cina.
> > dan bagi cina cina bebal tertentu, 
> > hanya membuat dia makin besar kepala
> > yang memperdalam dan memperbesar social descrepancy itu.
> > 
> > Istilah istilah "kapan dia tidak berak malam",
> > selalu sampai ketelinga Thongshampah 
> > ketika ngobrol dengan teman teman OKP di Gedung Putih
> > saat kunjungan ke Medan setiap tahun nya.
> > So, marilah kita sama sama mawas diri.
> > It takes two to Tango.
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "BUD'S 1" <bsugih2007@> 
> wrote:
> > >
> > > Saya juga setuju, Hukum harus ditegakan. untuk mendapatkan SIM 
> harus
> > melalui
> > > prosedur yang benar dan benar2 lulus. kalau tidak tentunya Nyawa
> > orang lain
> > > yang dimakan ( nyawa dia sendiri masih ngak apa2 ).
> > > 
> > > Kalau untuk urus SIM, dijakarta dah gampang kok. ngak usah pakai
> > calo2an.
> > > Malah ada SIM keliling. Beberapa waktu lalu saya baru perpanjang 
> SIM
> > saya,
> > > 1.5 jam beres semua dan tanpa ada keluar uang extra. tidak seperti
> > beberapa
> > > tahun yang lalu. malah semasa saya kuliah pernah seharian untuk 
> yang
> > urusan
> > > ini di Komdak. Pernah juga 1/2 jam selesai karena pakai MEMO 
> DINAS. Tapi
> > > dengan melihat kondisi terakhir, sudah tidak perlulah pakai MEMO2 
> AN
> > lagi,
> > > Tidak perlu pakai calo lagi. Semoga kinerja ini bisa dipertahankan
> > dan bisa
> > > menular ke Medan / POLDASU.
> > > 
> > >
> >
>


Kirim email ke