http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=260250

   KEDAULATAN MARITIM
            Tindakan Malaysia Penghinaan Berat 

            Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani (Lima).

            Sabtu, 21 Agustus 2010


            JAKARTA (Suara Karya): Anggota DPR dari Komisi I dan Komisi IV 
menilai tindakan Polisi Diraja Malaysia menangkap tiga petugas Dinas Kelautan 
dan Perikanan (DKP) Batam di perairan Bintang Natuna, Kepulauan Riau, telah 
melampaui batas tindak pidana perampokan. Aksi itu masuk kategori penjajahan 
dan penghinaan berat. 

            Demikian pendapat Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, 
Ketua DPR Marzuki Alie, Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, anggota 
Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Enggartiasto Lukita, dan rekannya dari Fraksi 
Partai Demokrat Max Sopacua. Mereka mengemukakan pandangan itu secara terpisah 
di Jakarta, Jumat (20/8). 

            Senin (23/8), pekan depan, Komisi I DPR akan meminta penjelasan 
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia 
Da'i Bachtiar. "Rencananya, kita juga akan meminta penjelasan dari Dubes 
Malaysia untuk Indonesia," ujar Enggar. 

            Sebagian besar anggota Komisi I DPR mendesak pemerintah menarik 
Dubes Indonesia di Malaysia dan mengusir Dubes Malaysia. 

            Enggar menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang sangat lembek 
atas arogansi Malaysia. Padahal, aksi Polisi Diraja Malaysia terjadi di wilayah 
kedaulatan maritim Indonesia. 

            Anehnya, menurut Enggar, Pemerintah Indonesia menyetujui tukar 
guling tahanan yang diajukan Malaysia. Malaysia melepaskan tiga petugas KKP 
Batam dan KKP Indonesia melepaskan tujuh maling Malaysia yang bekerja sebagai 
nelayan. Para maling itu jelas-jelas mencuri ikan di perairan Indonesia. 

            "Ini awal kegagalan Indonesia dalam mengelola maritim dan 
kedaulatan NKRI. Perlu kita waspadai, Malaysia akan membuat skenario yang sama 
untuk melepaskan warganya yang ditahan di Indonesia, khususnya para nelayannya 
yang mencuri ikan di perairan Indonesia," ujarnya. 

            Hal senada dikatakan Max Sopacua. Ia minta Menlu tegas pada 
Malaysia. Caranya, menarik pulang Dubes Indonesia untuk Malaysia dan 
memulangkan Dubes Malaysia ke negaranya. "Menteri Luar Negeri harus menunjukkan 
sikap keras pada Malaysia," katanya. 

            Sikap keras ini, menurut dia, menyangkut martabat bangsa dan negara 
Indonesia, bukan membangun permusuhan di antara kedua negara. Sikap keras ini 
bisa berupa nota protes yang keras dari Indonesia. 

            Menurut Max, kesepakatan barter antara tiga petugas KKP dan tujuh 
maling Malaysia termasuk kategori penghinaan berat dan pelecehan Malaysia 
terhadap Indonesia. Sebab, tukar guling itu tak sepadan. "Seharusnya, jika 
nelayan Malaysia melanggar batas wilayah, diproses sesuai hukum yang berlaku," 
ujarnya. 

            Utang Budi


            Menurut Enggar, Indonesia terlalu banyak mengalah sehingga memberi 
ruang bagi Malaysia bertindak sesuka hati, meskipun tindakan itu terjadi di 
wilayah maritim Indonesia. 

            Ada dugaan bahwa Pemerintah Indonesia punya utang budi yang sangat 
besar sehingga tak bisa banyak berbuat atas arogansi Malaysia. 

            "Ini menjadi pertanyaan bagi saya dan juga bagi Komisi I DPR. 
Mengapa pemerintah kita tak pernah bersikap tegas terhadap Malaysia, meskipun 
telah dilecehkan berkali-kali. Ada apa sebenarnya?," katanya. 

            Ia menyakinkan, Indonesia tak memiliki kepentingan yang substansial 
terhadap Malaysia. Dari sisi ekonomi, Indonesia lebih banyak memainkan perannya 
mendongkrak pertumbuhan ekonomi Malaysia. Pada bidang pertahanan, Indonesia 
juga telah menyuplai alutsista ke negeri jiran itu. 

            "Baik dari TKI maupun pengadaan alutsista, Indonesia telah banyak 
peran untuk membantu Malaysia. Karena itu, tak ada alasan bagi Pemerintah 
Indonesia untuk takut maupun mengalah pada Malaysia," ujar Enggar. 

            Posisi tawar Indonesia, menurut Enggar, lebih tinggi dibandingkan 
dengan Malaysia. Meskipun Malaysia relatif mengakomodasi tenaga kerja Indonesia 
(TKI), namun akomodasi Malaysia itu bukan berarti Indonesia berutang budi pada 
mereka. "Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Indonesia punya posisi tawar 
lebih tinggi," ujar Enggar. 

            Sebaliknya, ucap Enggar, Malaysia banyak berutang budi pada 
Indonesia. Melihat sejarah pembangunan masing-masing negara, Malaysia banyak 
dibantu Indonesia. 

            Sementara itu, Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia mendesak DPR 
memanggil dan meminta klarifikasi dari pemerintah dengan memakai hak 
interpelasinya. Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, pemerintah tidak 
tegas dalam mempertahankan kedaulatan negara yang telah diinjak-injak Malaysia. 

            Desakan itu disampaikan sebagai perwakilan Koalisi untuk Kedaulatan 
Indonesia dalam audiensi dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks 
DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/8). 

            Hak interpelasi, lanjut Ray Rangkuti, perlu diajukan agar DPR 
memperoleh informasi lengkap dan masukan dalam penyegaraan langkah-langkah 
diplomasi Indonesia guna menuntaskan persoalan perbatasan dengan Malaysia. 

            "Karena langkah pemerintah melakukan barter antara tiga pahlawan 
kita dari KKP dengan tujuh pencuri atau maling ikan dari Malaysia telah 
bertentangan dengan kepentingan nasional bahkan konstitusi Indonesia," ujar 
Ray. 

            Selain itu, Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia juga mendesak 
pemerintah dan DPR untuk menyegerakan penyelesaian 12 isu perbatasan yang 
melibatkan 10 negara yang berbatasan langsung dengan perairan Indonesia. 

            "Kami juga mendesak pemerintah melaporkan tindak pelanggaran 
Konvensi Hukum Laut PBB (Unclos 1982) oleh Malaysia kepada Sekretaris Jenderal 
PBB dalam kaitannya dengan insiden 13 Agustus 2010 dan desakan yang lainnya," 
ujarnya. 

            Sementara itu, DPR dan DPD juga mendesak pemerintah tegas dalam 
menyikapi pelanggaran wilayah perbatasan antara Indonesia-Malaysia. 
Penyelesaian masalah perbatasan harus jelas dan hati-hati. Masalah perbatasan 
sebaiknya cukup diselesaikan oleh para politisi dan menteri Kabinet Indonesia 
Bersatu jilid II. 

            Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) tidak perlu turun tangan. 
Sebab, kalau Presiden bicara, siapa lagi yang bisa kontrol Presiden? Sementara 
pernyataan Presiden langsung berkaitan dengan hubungan antarnegara. 

            "Sikap Presiden SBY yang belum mengeluarkan pernyataan resmi 
terkait masalah perbatasan itu sudah tepat. Karena memang presiden tidak boleh 
emosional, dan apa yang dilakukan SBY sudah benar. Bahwa penyelesaian masalah 
perbatasan harus dilakukan dengan hati-hati. Jangan asal tembak langsung saja 
dan menyatakan perang. Bisa hancur negara ini. Memang sebagai pimpinan harus 
arif lah," kata Ketua DPR Marzuki Alie. 

            Menurut Wakil Ketua DPD GKR Ratu Hemas, Pemerintah Indonesia harus 
tegas dan menjadikan kasus penangkapan petugas Satuan Kerja (Satker) 
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh Polisi Malaysia sebagai pelajaran 
berharga agar Indonesia serius dan meningkatkan perlindungan terhadap kekayaan 
alam dan kedaulatan negara. Kuncinya adalah penguasaan kedaulatan terhadap 
seluruh batas negara. 

            "Sungguh sangat memalukan. Polisi Malaysia dengan kekuatan sangat 
kecil dapat berbuat kriminal menangkap pegawai Pemerintah Indonesia yang sedang 
bertugas di wilayahnya sendiri. Ini mencerminkan betapa lemahnya kedaulatan 
teritorial Indonesia," kata Ratu Hemas. 

            DPD sangat peduli terhadap masalah perbatasan wilayah negara, 
sehingga membentuk Panitia Khusus (Pansus) Wilayah Perbatasan Negara yang mulai 
bekerja pada tahun sidang 2010-2011. Dibutuhkan ketegasan menyatakan batas 
wilayah negara tanpa menunggu pihak lain, apalagi menunggu selesainya 
perundingan Malaysia dengan Singapura. 

            Malaysia mendikte atau melanggar seenaknya, tapi pemerintah tidak 
memperlihatkan wujud Indonesia sebagai negara besar dan kuat yang cinta damai 
sepanjang bangsa lain memperlihatkan sikap yang sama. (Tri Handayani/Feber 
S/Rully 
     




Attachment: news_icon.html?id=260250
Description: Binary data

Kirim email ke