http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/08/161157/70/13/Melonggarkan-Katup-Korupsi-
Melonggarkan Katup Korupsi Selasa, 10 Agustus 2010 00:17 WIB KORUPSI ibarat iblis yang selalu menemukan cara mencari peluang. Entah peluang tersembunyi maupun peluang yang difasilitasi kebijakan negara. Sang iblis pandai menyelinap di antara keduanya. Ketika korupsi merajalela sehingga melumpuhkan seluruh akal sehat dan kejujuran, negara mengetatkan katup sehingga ruang gerak sang iblis dipersempit. Tetapi, kini godaan iblis demikian kuat sehingga katup itu akhirnya dilonggarkan melalui Keputusan Presiden No 80/2010 yang baru saja diumumkan. Kebijakan yang paling disorot adalah menaikkan nilai proyek tanpa tender dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta. Alasannya penyerapan anggaran yang seret sehingga menyumbat pertumbuhan. Di antara penyebab rendahnya realisasi anggaran adalah rumit dan panjangnya waktu tender yang dalam aturan ditetapkan 18 hari, tetapi dalam kenyataan bisa berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk megaproyek. Penyebab lainnya adalah ketakutan para pemimpin proyek masuk bui sehingga tidak lagi berminat pada jabatan itu. Tetapi, di tengah ketakutan dan ketatnya katup antikorupsi, puluhan bahkan ratusan bupati dan pejabat lainnya masuk bui atau sedang disidang di pengadilan karena manipulasi dan korupsi. Salah satu yang paling empuk adalah memanfaatkan kebijakan tanpa tender itu. Misalnya, sebuah proyek senilai Rp5 miliar dipecah-pecah menjadi proyek Rp50 jutaan sehingga bisa ada penunjukan langsung. Dari sanalah mereka mendapat rezeki korupsi itu. Bila sekarang nilai proyek tanpa tender dinaikkan menjadi Rp100 juta, pasti godaan makin banyak dan leluasa. Yang menjadi korban nanti adalah mutu infrastruktur. Di daerah banyak sekali proyek jalan yang bernilai Rp1 miliar. Gampang sekali proyek Rp1 miliar ini dipecah-pecah menjadi 10 proyek bernilai Rp100 juta. Bupati atau gubernur memperoleh upeti dengan mengorbankan mutu jalan. Setiap tahun jalan selalu hancur di musim hujan. Itulah salah satu penyebab mengapa ruas jalan di Indonesia tidak pernah bertambah secara signifikan, bahkan stagnan. Padahal, anggaran selalu ada setiap tahun. Melancarkan penyerapan anggaran memang perkara besar. Tetapi, karena alasan itu lalu melonggarkan katup pengaman antikorupsi adalah kekeliruan besar. Persoalan yang tidak kalah besar di dalam penyerapan anggaran adalah ketersediaan uang yang diperoleh melalui pajak. Ketika APBN ditetapkan, uang yang tersedia di kas negara tidak sebesar yang ditetapkan. Uang pajak mulai deras masuk sekitar Juni. Karena itu, tidak mengherankan kalau sebagian besar proyek pemerintah dikebut menjelang akhir tahun. Ada fakta lain lagi. Daerah ternyata mempunyai tabungan di bank, termasuk dalam bentuk SBI, yang disebut dengan silpa. Celakanya tabungan yang diambil dari APBN itu dimasukkan sebagai pendapatan asli daerah. Mereka menikmati insentif giro. Jadi, di tengah semangat antikorupsi yang tidak surut dan lemahnya pengawasan, menaikkan nilai proyek tanpa tender dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta adalah antifakta dan antiteor