Bom Waktu Itu Bernama Pipa Gas Kodeco KOMPAS.com- Dua tahun terakhir, para nakhoda kapal selalu was-was saat melintas di alur pelayaran barat Surabaya. Begitu memasuki pintu gerbang Pelabuhan Tanjung Perak di Pulau Karang Jamuang, kapal-kapal serasa meniti di atas hamparan ranjau. Soalnya. di bawah alur pelayaran barat Surabaya membentang pipa gas Kodeco yang menyalurkan 120 MMSCFD (juta kaki kubik per hari).
Kekhawatiran tersebut sangat beralasan karena pipa gas milik PT Kodeco Energy Co Ltd tersebut berpotensi meledak sewaktu-waktu apabila terantuk jangkar atau lambung kapal yang melintas di atasnya. Awal Januari lalu, posisi pipa gas Kodeco berada pada minus (-)10,17 meter di bawah permukaan terendah air (low water spring/LWS). Dengan diameter pipa 50,5 sentimeter, maka posisi permukaan pipa gas teratas berada pada -9,7 meter LWS. Melihat kondisi ini, Administrator Pelabuhan Tanjung Perak saat itu, Cholik Kirom, hanya mengizinkan kapal-kapal dengan draf maksimal -8,5 meter LWS yang masuk ke alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Dengan draft 8,5 meter, maka masih ada sela sekitar satu meter antara lambung kapal dan pipa gas untuk mengantisipasi kemungkinan adanya goncangan kapal akibat gelombang. Lebih dari batas ini, akibatnya bisa fatal, karena lambung kapal bisa saja membentur pipa gas. "Jika itu terjadi, maka bencana seperti kasus lumpur Lapindo akan terulang di Jatim," ucapnya. Agar APBS dapat dilalui kapal-kapal berbobot besar, idealnya kedalaman APBS berkisar 12-14 meter. Selain permukaan air laut yang dangkal, di sepanjang APBS terdapat 27 bangkai kapal yang karam akibat kecelakaan. Keberadaan bangkai-bangkai kapal ini membahayakan setiap kapal yang melintas di sepanjang alur karena lambung kapal sewaktu-waktu bisa terbentur. Terus diulur Sebelumnya, Hamdi Zainal, Kepala Perwakilan BP Migas Wilayah Jatim, Papua, dan Maluku, mengatakan, PT Kodeco Energy Co Ltd selaku pelaksana pemasangan pipa gas hanya akan memperdalam pemendaman pipa gas hingga tiga meter di bawah dasar laut. Hamdi beralasan , pemindahan pipa gas Kodeco akan mengakibatkan pasokan energi ke sejumlah pembangkit listrik di Jatim mati. Soalnya, pipa gas Kodeco, memasok 120 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) yang mampu menghidupkan 600 megawatt listrik untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya. Namun demikian, Ketua Kadin Jatim La Nyalla Mattalliti meminta agar relokasi pipa gas Kodeco segera dilakukan. Selain membahayakan setiap kapal yang melintas, keberadaan pipa gas Kodeco yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan kecelakaan laut juga akan berimbas pada turunnya geliat perekonomian Jatim, khususnya sepinya arus transportasi laut di Pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya. Tak hanya Kadin Jatim, Gubernur Jawa Timur Soekarwo juga menolak tegas rencana pemendaman pipa gas PT Kodeco E nergy Co Ltd. Keberadaan pipa gas sangat membahayakan arus transportasi kapal, sekaligus mengganggu rencana pendalaman dan pelebaran alur pelayaran barat Surabaya. "Prinsipnya saya tak setuju dengan rencana pemendaman pipaKodeco karena ini berisiko tinggi. Bila Kodeco memaksakan, saya tetap tak akan mengizinkan," kata Soekarwo. Dia bahkan telah mengirim surat kepada Wakil Presiden Boediono dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa meminta pipa Kodeco segera dipindahkan ke pinggir barat APBS agar tak melintang dan membahayakan kapal. Namun, PT Kodeco Energy Co Ltd justru berencana memperdalam kembali pipa gas tersebut. Rencananya, mulai awal tahun 2011 Pemprov Jatim bekerja sama dengan PT Pelindo III akan memperlebar dan memperdalam APBS. Lebar APBS yang kini hanya 100 meter akan diperlebar menjadi 200 meter dan kedalaman APBS yang hanya berkisar 8,5 meter hingga 9 meter akan diperdalam menjadi 14 meter. Direktur Utama PT Pelindo III Djarwo Sujanto mengatakan, dibutuhkan dana sekitar Rp 450 miliar hingga Rp 500 miliar untuk memperlebar dan memperdalam APBS. Diharapkan, proses fisik pelebaran dan pendalaman APBS dapat dimulai Januari 2011. "Studi pelebaran dan pendalaman alur sebenarnya sudah kami lakukan sejak tahun 2000 lalu. Denga n alur yang sempit, sekarang APBS hanya bisa dilalui satu kapal besar. Jika dulu frekuensi kedatangan kapal bisa mencapai 72.000 per tahun, kini tinggal 31.000 per tahun," ujarnya. Langkah tersebut masih terkendala keberadaan pipa Kodeco yang melintang di alur. Jika sewaktu-waktu jangkar kapal mengenai pipa tersebut, ledakan dahsyat berpotensi muncul sewaktu-waktu. Kerja sama pelebaran dan pendalaman alur serupa juga dilakukan PT Pelindo III dengan Pemprov Kalimantan Selatan melalui pembentukan PT Ambang Barito Persada dengan pembia yaan 60 persen dari PT Pelindo III dan 40 persen dari Pemprov Kalsel. Solusi jangka pendek Dalam kunjungannya ke Terminal Petikemas Surabaya pertengahan Agustus ini, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pada 10 Nove mber 2010 PT Kodeco Energy Co Ltd harus menyelesaikan pemendaman pipa gas hingga minus 19,5 meter LWS. Rupanya, pemendaman ini hanyalah solusi jangka pendek, dan selanjutnya baru akan direncanakan pembuatan jalur alternatif pemindahan pipa gas. "Setelah tanggal 10 November 2010, perlu dipikirkan antisipasi jangka panjang. Sebab, pemindahan pipa gas harus mempertimbangkan pasokan gas ke PLN di Gresik," tambah Menteri BUMN Mustafa Abubakar. Rencana pemindahan pipa gas Kodeco berulang kali diundur. BP Migas selaku pemegang proyek beralasan, pemindahan pipa gas dapat mengakibatkan macetnya pasokan energi ke sejumlah pembangkit listrik di Jatim sehingga menyebabkan pemadaman listrik selama 2-3 bulan. Rencana pemindahan pipa gas Kodeco sebenarnya pada 1 Juni 2010, tetapi selalu diundur. Akhirnya, pemendaman baru dimulai pada 27 Agustus 2010 dan ditargetkan selesai pada 10 November 2010. Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) Surabaya Stevens K Lesawengen menyatakan tidak puas dengan sikap pemerintah yang tidak tegas terhadap pemindahan pipa gas Kodeco. Rencananya, INSA akan mengadu kepada Organisasi Maritim Internasional (IMO) karena akibat keberadaan pipa gas Kodeco, pihak asuransi kini tidak mau menjamin keselamatan kapal-kapal yang mas uk ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Delapan bulan pascapencanangan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA), pintu gerbang transportasi laut timur Indonesia masih diliputi kekhawatira n dan ancaman. Rencana pemendaman memang dilakukan, tapi selama pipa gas belum dipindahkan maka bom waktu pipa gas Kodeco masih akan berdiam di APBS tanpa kita tahu kapan waktunya ia meledak. (Aloysius B Kurniawan) Penulis: Aloysius Budi Kurniawan Editor: Marcus Suprihadi